Oleh Agus Yuwantoro
Pelukis dan Parfum Episode ke-60
Hampir satu bulan tim Basarnas dibantu
beberapa Anggota tiga matra TNI terbaik. Akhirnya berhasil menemukan kepingan
sayap pesawat Sliwedari Air di daerah laut Jawa. Kepingan sayap mengapung di tengah
lautan Jawa berwarna biru leres merah. Beberapa koper milik penumpang pesawat
sudah tidak utuh lagi. Kepingan sayap pesawat Sliwedari Air langsung dikirim ke
pangkalan untuk diperiksa tim ahli.
Tiga puluh hari kemudian pimpinan perusahan
maskapai penerbangan Sliwedari Air, bersama pejabat khusus juga tim Basarnas
menuju titik jatuhnya pesawat terbang. Mengadakan tabur bunga di pantai lepas
Samudera Hindia. Sebagai ujud ikut berduka cita gugurnya kru pesawat bersama
penumpang. Juga mengundang sebagian perwakilan keluarga penumpang pesawat.
Sebetulnya aku mendapatkan undangan tabur bunga mewakili keluarga Supraptiwi.
Tapi aku tidak bisa sebab bertepatan peringatan tiga puluh hari wafatnya kedua
orang tuaku.
Sementara di rumah Ayahku bapak Dikin
beserta bapak Supri sibuk menyiapkan tempat. Nanti malam pengajian juga kirim
doa-doa terbaik untuk kedua orang tuaku tercinta. Menurut informasi dari kantor
maskapai penerbangan Sliwedari Air, tabur bunga akan disiarkan secara langsung
Tv One jam sepuluh pagi. Sekalian akan memberikan bantuan santunan jasa raharja
bagi kru pesawat dan penumpang. Ditambah uang duka dari perusahaan maskapai
penerbangan.
Aku membantu beres-beres tempat. Bapak
Dikin dan bapak Supri menggelar karpet. Aku siapkan beberapa gelas. Teh dan
gula pasir. Juga beberapa roti kering dalam toples aku keluarkan. Untuk
penghormatan yang hadir ngaji di rumah Ayahku.
Aku
melihat jam dinding menunjukkan jam setengah sepuluh siang. Berarti kurang
setengah jam lagi siaran langsung Tv One tabur bunga di pantai lepas Samudera
Hindia.
Bapak Dikin dan bapak Supri belum tahu
kalau salah satu penumpang pesawat Sliwedari Air adalah kekasihku. Calon
istriku tercinta dari kampung bernama Supraptiwi. Ia sama sekali tidak tahu.
Yang ia tahu ada berita bahwa ada pesawat jatuh meledak tenggelam dalam pantai
lepas Samudera Hindia semua penumpang pesawat tewas.
Bapak Dikin mendekatiku kemudian berucap,
“Kelihatannya sudah beres semuanya ya Mas?“
“Iya Pak.“
“Untuk buah tangan yang hadir ngaji sudah
bapak pesankan.“
“Terima kasih ya Pak.“
“Nanti mau diantar ke sini ko Mas.“
“Terima kasih.“
“Nanti kalau kurang atau butuh sesuatu
tinggal utusan bapak Supri.”
“Iya Pak.“
Bapak Supri mendekatiku berucap, “Mas
baiknya lampu di depan diganti wat yang besar biar lebih terang jalannya.“
“O iya ya juga lampu dapur baiknya
diganti ya pak Supri.“
“Siapp Mas.“
“Karpet sudah siap, oo iya tinggal
tisunya habis Mas.“
“O ya nanti ta ambilkan di almari dapur.“
Jam sepuluh pagi kurang lima menit
Aku berjalan mendekati layar televisi.
Sebentar lagi Tv One menayangkan siaran langsung acara tabur bunga di pantai
lepas Samudera Hindia. Lokasi jatuhnya pesawat Sliwesari Air. Aku mendekati
layar televisi duduk bersila kunyalakan televisi. Bapak Dikin izin keluar mau
nyemput cucunya tercinta. Sedangkan bapak Supri aku suruh membeli buah untuk
melengkapi hidangan setelah selasai acara pengajian.
Tepat jam sepuluh pagi
Tv One menayangkan siaran langsung tabur
bunga di pantai lepas Samudera Hindia. Tampak direktur utama perusahan maskapai
penerbangan bersama pejabat Pemerintah daerah juga perwakilan dari Departemen
Perhubungan. Beberapa pilot dan pramugari dengan seragam batik. Bersepatu hitam
mengkilat. Di belakannya perwakilan dari keluarga penumpang pesawat. Lima orang
berbadan kekar berseragam biru membawa keranjang penuh dengan bunga mawar.
Ternyata kapal yang membawa rombongan
penabur bunga tidak berani masuk area jatuhnya pesawat. Cuacanya sangat extrim.
Angin besar hujan lebat gelombang air laut mulai besar. Maka acara tabur bunga
cukup dilakukan jalur pantai Samudera pasifik. Acara tabur bunga selesai kapal
kembali merapat ke pangkalan.
Hatiku merasa patah merana kehilangan teman
kecilku juga kekasihku. Acara pernikahanku dengan Supraptiwi batal total. Tidak
jadi. Padahal sudah aku siapkan gaun temanten terbaik yang kupesan dibutik
terbaik. Sepasang sepatu kulit berwarna merah marun untuk calon istriku. Sudah
aku pesankan pengrajin sepatu terbaik di jalan Pasar Pringharjo Jogyakarta. Atm
miliknya Supraptiwi masih aku simpan bersama foto sewaktu nengok di kantor
Kedutaan Besar Indonesia di Singapura. Masih utuh. Semua aku simpan rapi bahkan
kubalut dengan plastik khusus biar tidak kena debu.
Harapan tinggal harapan.
Kenangan tinggal kenangan. Wajah Supraptiwi setiap hari muncul di depanku.
Lebih-lebih ketika senja datang selalu muncul wajah Supraptiwi tersenyum manis
di depanku. Seolah sambil berucap persis di sebelah telinga kakannku.
“Aku pulang langsung nikah
ya Mas, acaranya sederhana saja ya Mas. Yang penting kita Nikah resmi ya Mas?”
Ucapnya. Kemudian memelukku erat. Seluruh tubuhnya terasa hangat sekali.
Kukecup keningnya. Kucium pipinya. Supratiwi tersenyum hangat. Bibirnya basah
memerah hangat merapat ke arah bibirku. Aku tidak berani melumat bibirnya yang
hangat basah memerah. Supraptiwi Aku peluk rapat-rapat kembali di bawah cahaya
senja.
Lamunanku buyar pecah
berantakan ketika bapak Supri masuk rumah sambil membawa beberapa buah untuk
jamuan pengajian. Aku mengambil napas panjang. sambil mengusap wajahku dengan
kedua tanganku. Agar bayangan wajah Supraptiwi menghilang. Tapi justru ketika
aku mengusap wajahku wajah Supraptiwi melekat erat ke dalam kedua bola mataku.
“Okhh Supraptiwi, jujur
aku terlalu mencintaimu.“ Batinku
Jodoh Rezeqi Kematian hak
preogratif sang pencipta: Tuhan. Manusia tidak bisa lari dari tiga kenyataan
hidup ini. Tuhanlah yang menentukannya setiap langkah hidup manusia di bumi
ini. Kekasihku cintaku calon istriku tercinta sekarang wafat. Bersama pesawat
Sliwedari Air tenggelam meledak di pantai lepas Samudera Hindia. Ke dasar
lautan dengan kedalam kurang lebih enam ribu kilo meter dari permukaan air
laut. Hilang lenyap tidak ditemukan. Tinggal bayangan wajah dan senyumannya
Supraptiwi muncul berkembang merekah hangat. Sampai menancap tajam bahkan
mematri dalam batinku.
“Okhh Supraptiwi maafkan
aku. Kepergianmu khusnul khotimah ya, Sayangku?” Doaku di depan layar televisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar