Sabtu, 08 April 2023

Tabur Bunga di Pantai Lepas Samudera Hindia

 

pixabay.com


Oleh Agus Yuwantoro

Pelukis dan Parfum  Episode ke-60

 

      Hampir satu bulan tim Basarnas dibantu beberapa Anggota tiga matra TNI terbaik. Akhirnya berhasil menemukan kepingan sayap pesawat Sliwedari Air di daerah laut Jawa. Kepingan sayap mengapung di tengah lautan Jawa berwarna biru leres merah. Beberapa koper milik penumpang pesawat sudah tidak utuh lagi. Kepingan sayap pesawat Sliwedari Air langsung dikirim ke pangkalan untuk diperiksa tim ahli.

 Tiga puluh hari kemudian pimpinan perusahan maskapai penerbangan Sliwedari Air, bersama pejabat khusus juga tim Basarnas menuju titik jatuhnya pesawat terbang. Mengadakan tabur bunga di pantai lepas Samudera Hindia. Sebagai ujud ikut berduka cita gugurnya kru pesawat bersama penumpang. Juga mengundang sebagian perwakilan keluarga penumpang pesawat. Sebetulnya aku mendapatkan undangan tabur bunga mewakili keluarga Supraptiwi. Tapi aku tidak bisa sebab bertepatan peringatan tiga puluh hari wafatnya kedua orang tuaku.

     Sementara di rumah Ayahku bapak Dikin beserta bapak Supri sibuk menyiapkan tempat. Nanti malam pengajian juga kirim doa-doa terbaik untuk kedua orang tuaku tercinta. Menurut informasi dari kantor maskapai penerbangan Sliwedari Air, tabur bunga akan disiarkan secara langsung Tv One jam sepuluh pagi. Sekalian akan memberikan bantuan santunan jasa raharja bagi kru pesawat dan penumpang. Ditambah uang duka dari perusahaan maskapai penerbangan.

     Aku membantu beres-beres tempat. Bapak Dikin dan bapak Supri menggelar karpet. Aku siapkan beberapa gelas. Teh dan gula pasir. Juga beberapa roti kering dalam toples aku keluarkan. Untuk penghormatan yang hadir ngaji di rumah Ayahku.

Aku melihat jam dinding menunjukkan jam setengah sepuluh siang. Berarti kurang setengah jam lagi siaran langsung Tv One tabur bunga di pantai lepas Samudera Hindia.

     Bapak Dikin dan bapak Supri belum tahu kalau salah satu penumpang pesawat Sliwedari Air adalah kekasihku. Calon istriku tercinta dari kampung bernama Supraptiwi. Ia sama sekali tidak tahu. Yang ia tahu ada berita bahwa ada pesawat jatuh meledak tenggelam dalam pantai lepas Samudera Hindia semua penumpang pesawat tewas.

      Bapak Dikin mendekatiku kemudian berucap, “Kelihatannya sudah beres semuanya ya Mas?“

     “Iya Pak.“

     “Untuk buah tangan yang hadir ngaji sudah bapak pesankan.“

     “Terima kasih ya Pak.“

     “Nanti mau diantar ke sini ko Mas.“

     “Terima kasih.“

     “Nanti kalau kurang atau butuh sesuatu tinggal utusan bapak Supri.”

     “Iya Pak.“

       Bapak Supri mendekatiku berucap, “Mas baiknya lampu di depan diganti wat yang besar biar lebih terang jalannya.“

      “O iya ya juga lampu dapur baiknya diganti ya pak  Supri.“

      “Siapp Mas.“

      “Karpet sudah siap, oo iya tinggal tisunya habis Mas.“

      “O ya nanti ta ambilkan di almari dapur.“

       Jam sepuluh pagi kurang lima menit

      Aku berjalan mendekati layar televisi. Sebentar lagi Tv One menayangkan siaran langsung acara tabur bunga di pantai lepas Samudera Hindia. Lokasi jatuhnya pesawat Sliwesari Air. Aku mendekati layar televisi duduk bersila kunyalakan televisi. Bapak Dikin izin keluar mau nyemput cucunya tercinta. Sedangkan bapak Supri aku suruh membeli buah untuk melengkapi hidangan setelah selasai acara pengajian.

     Tepat jam sepuluh pagi

     Tv One menayangkan siaran langsung tabur bunga di pantai lepas Samudera Hindia. Tampak direktur utama perusahan maskapai penerbangan bersama pejabat Pemerintah daerah juga perwakilan dari Departemen Perhubungan. Beberapa pilot dan pramugari dengan seragam batik. Bersepatu hitam mengkilat. Di belakannya perwakilan dari keluarga penumpang pesawat. Lima orang berbadan kekar berseragam biru membawa keranjang penuh dengan bunga mawar.

     Ternyata kapal yang membawa rombongan penabur bunga tidak berani masuk area jatuhnya pesawat. Cuacanya sangat extrim. Angin besar hujan lebat gelombang air laut mulai besar. Maka acara tabur bunga cukup dilakukan jalur pantai Samudera pasifik. Acara tabur bunga selesai kapal kembali merapat ke pangkalan.

 Hatiku merasa patah merana kehilangan teman kecilku juga kekasihku. Acara pernikahanku dengan Supraptiwi batal total. Tidak jadi. Padahal sudah aku siapkan gaun temanten terbaik yang kupesan dibutik terbaik. Sepasang sepatu kulit berwarna merah marun untuk calon istriku. Sudah aku pesankan pengrajin sepatu terbaik di jalan Pasar Pringharjo Jogyakarta. Atm miliknya Supraptiwi masih aku simpan bersama foto sewaktu nengok di kantor Kedutaan Besar Indonesia di Singapura. Masih utuh. Semua aku simpan rapi bahkan kubalut dengan plastik khusus biar tidak kena debu.

Harapan tinggal harapan. Kenangan tinggal kenangan. Wajah Supraptiwi setiap hari muncul di depanku. Lebih-lebih ketika senja datang selalu muncul wajah Supraptiwi tersenyum manis di depanku. Seolah sambil berucap persis di sebelah telinga kakannku.

“Aku pulang langsung nikah ya Mas, acaranya sederhana saja ya Mas. Yang penting kita Nikah resmi ya Mas?” Ucapnya. Kemudian memelukku erat. Seluruh tubuhnya terasa hangat sekali. Kukecup keningnya. Kucium pipinya. Supratiwi tersenyum hangat. Bibirnya basah memerah hangat merapat ke arah bibirku. Aku tidak berani melumat bibirnya yang hangat basah memerah. Supraptiwi Aku peluk rapat-rapat kembali di bawah cahaya senja.

Lamunanku buyar pecah berantakan ketika bapak Supri masuk rumah sambil membawa beberapa buah untuk jamuan pengajian. Aku mengambil napas panjang. sambil mengusap wajahku dengan kedua tanganku. Agar bayangan wajah Supraptiwi menghilang. Tapi justru ketika aku mengusap wajahku wajah Supraptiwi melekat erat ke dalam kedua bola mataku.

“Okhh Supraptiwi, jujur aku terlalu mencintaimu.“ Batinku

Jodoh Rezeqi Kematian hak preogratif sang pencipta: Tuhan. Manusia tidak bisa lari dari tiga kenyataan hidup ini. Tuhanlah yang menentukannya setiap langkah hidup manusia di bumi ini. Kekasihku cintaku calon istriku tercinta sekarang wafat. Bersama pesawat Sliwedari Air tenggelam meledak di pantai lepas Samudera Hindia. Ke dasar lautan dengan kedalam kurang lebih enam ribu kilo meter dari permukaan air laut. Hilang lenyap tidak ditemukan. Tinggal bayangan wajah dan senyumannya Supraptiwi muncul berkembang merekah hangat. Sampai menancap tajam bahkan mematri dalam batinku.

“Okhh Supraptiwi maafkan aku. Kepergianmu khusnul khotimah ya, Sayangku?” Doaku di depan layar televisi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar