Selasa, 14 Maret 2023

Mobil Ambulan Berwarna Leres Kuning Biru

 

pixabay.com

Oleh. Agus Yuwantoro

Pelukis dan Parfum  Episode ke-52

 

       Mobil Ambulan Mitsubisi L 300 berwarna leres kuning biru berjalan begitu cepat. Menerobos gelapnya sisa kepulan asap hitam bekas lokasi kebakaran hebat di jalan Rinjani nomor 3 blok L. Aku tidak bisa mengejar mobil ambulan. Akhirnya berjalan limbung di tengah bau sisa asap kebakaran. Bayangan wajah Biungku selalu terbayang segar di depan kedua bola mataku. Sejak kecil Biungku bernama Sakura. Bukan Wagiyem. Raut wajahnya putih bersih segar. Kedua bola matanya sipit. Tatapan kedua bola matanya tajam. Rambutnya panjang sebahu menghitam.

Selalu setia penuh cahaya kasih sayang menemaniku dari kecil sampai sekarang. Sewaktu masih sekolah Taman Kanak-Kanak banyak wali murid mengatakan Biungku paling cantik. Bahkan Ibu guruku juga berkata begitu. Aku merasa bangga dengan Biungku. Setia penuh rasa cinta kasih sayang tulus mengantar mendampingiku sekolah sampai aku naik kelas tiga SD Impres.

Sementara ada sebagian teman-temanku dari sekolah Taman Kanak-Kanak pulang. Selalu dijemput ayahnya di depan pintu gerbang. Boncengan naik sepeda motor, mobil juga sepeda ontel. Aku tetap bangga pada Biung dengan setia selalu menungguku sampai pulang Sekolah. Biung sambil menggelar aneka jajanan dimasak dari rumah. Dari gorengan pisang, tempe dan bakwan juga nasi bungkus kecil ukuran untuk anak-anak TK dan SD. Digelar di atas perlak plastik berwarna kuning. Duduk di bawah pohon belimbing wulung pojok Sekolahan TK. Ketika jam pulang dagangannya laris manis habis terjual.

  Aku masih inggat Biung merasa bangga sekali. Ketika aku mendapatkan hadiah juara lomba menulis puisi dan melukis. Dalam rangka hari ulang tahun berdirinya SMP. Biung naik panggung kehormatan berdiri di sebelahku menerima hadiah dari panitia. Biung memeluk rapat badannya hangat menciumku berkali-kali. Kemudian bersama-sama membuka isi hadiah itu.

Semenjak aku mendapatkan juara menulis puisi dan melukis. Biung selalu mendukung bahkan menemaniku ketika aku melukis bunga, pemandangan juga buah buahan. Setia penuh kasih sayang mendampingkiku melukis dan menulis puisi. Anganku terus melambung tinggi tamasya ke alam lamunanku. Membayangkan Biungku waktu aku masa kecil.

Lamunanku buyar pecah ketika ujung sepatu menghantam polisi tidur di jalan aspal. Aku kaget kemudian berjalan meninggalkan lokasi bekas kebakaran hebat itu. Menuju bagian informasi kantor Palang Merah terdekat. Mencari informasi mobil ambulan tadi menuju ke mana. Biasanya kantor Palang Merah berdekatan dengan Rumah Sakit. Memudahkan ketika pasien membutuhkan bantuan dari Palang Merah. Juga memudahkan para donatur darah untuk membantu keluarganya ketika kekurangan darah.

Jam sepuluh siang lebih lima menit.

Aku berhasil menemukan kantor Palang Merah. Dindingnya berwarna biru laut. Lantainya dari keramik berwarna kuning gading. Sebelum masuk kantor Palang Merah aku menuju pos penjaga. Dua satpam dengan sikap siap siaga menjaga keamanan lingkungan kantor Palang Merah.

“Permisi pak Satpam,“ sapaku.

“Iya ya bisa kami bantu Mas.“

“Bisa Pak.“

“Gimana ada apa?”

“Mobil Ambulan Palang Merah berwarna leres kuning biru yang membawa korban kebakaran juga ledakan dibawa ke mana ya Pak?“

“Mobil L 300 itu ya?“

“Betul betul Pak.“

“Sebentar kami cek dulu.“

Aku melihat bapak Satpam ngecek lewat layar monitor di ruang pos penjaga. Ternyata mobil ambulan berwarna leres kuning biru. Bukan salah satu mobil inventaris kantor Palang Merah. Di dalam daftar layar monitor aku sempat melihat mobil ambulan iventaris ada dua. Bukan L 300 tapi mobil Suzuki APV berwarna putih. Ada tanda palang merah berwarna merah. Mobil untuk operasional khusus ketika ada kegiatan donor darah.

“Maaf Mas, mobil ambulan berwarna leres kuning biru bukan dari kami.“

“Lalu dari mana ya Pak?“

“Mungkin dari tim khusus.“

“Khusus apa ya Pak?”

“Khusus kejadian yang mendadak.“

“Maksudnya?“

“Seperti bencana alam, kebakaran, pokoknya yang serba darurat khusus membawa korban baik hidup maupun yang sudah meninggal dunia.“

“Oo gitu ya.“

“Ya seperti itu lah.“

“Jadi bukan mobil ambulan dari sini.“

“Bukan.“

“Lalu dari mana?”

“Dari tim Sar.“

“O gitu ya Pak, laa menuju rumah sakit mana Pak?”

“Sebentar Mas, kami hubungkan dengan tim Sar.“

“Ya ya silahkan Pak,“ jawabku lalu duduk di kursi plastik.

    Aku melihat bapak Satpam mengambil ponsel. Menghubungi tim Sar yang menolong korban kebakaran dan ledakan gudang sembako di jalan Rinjani nomor 3 Blok L. Sekilas aku mendengar pembicaraannya lewat ponsel.

“Halo halo tim Sar.“

“Siap 86 bisa kami bantu.“

“Minta info mobil ambulan tim Sar menuju ke mana ya?”

“Siap 86 menuju RSU Nasional.“

“Jakarta Pusat.“

“Betul betul.“

“Keadaannya?“

“Siap 86 agak kritis.“

“Terima kasih infonya.“

“Siap 86 kami siap membantu.“

“Oke oke terima kasih,“ jawab bapak Satpam.

    Setelah telepon dengan tim Sar, bapak Satpam mendekatiku.

“Gini Mas?“

“Ya ya Pak.”

“Menurut info dari tim Sar mobil ambulan menuju Rumah Sakit Umum Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat Mas.“

“Terima kasih ya Pak.“

“Ya sama-sama Mas.“ 

Sebelum pergi menuju Rumah Sakit Umum Nasional, aku harus melaporkan dulu di Rumah Sakit jantung. Bahwa bapak Suherman dan Biung salah satu korban ledakan kebakaran di jalan Rinjani. Aku langsung menuju ruang adminstrasi umum melaporkan kejadikan sang korban.

“Permisi Bu?”

“O ya bisa kami bantu.“

“Begini Bu dua pasien di ruang melati nomor 233 dan pasien bapak Suherman di ruang pafilum menjadi korban kebakaran di jalan Rinjan tadi pagi. Sekarang dibawa ke RSU Nasional Jakarta Pusat.”

“O ya-ya pihak kami sudah mendapatkan laporan.“

“Dari mana Bu?“

“Dari penjaga bangsal.“

“Terima kasih ya Bu.“

“Sama-sama bahkan semua adminstrasi sudah lunas dari awal.“

“Kapan bayarnya Bu?“

“Insinyur bapak Suherman sudah bayar Dp bahkan ada sisanya.”

“Terima kasih ya Bu.“

“Laa apakah Mas saudaranya Insinyur bapak Suherman?“

“Bukan Bu.“

“Lalu?”

“Pasien perempuan di ruang Melati nomor 233 Biungku.“

“Oo gitu too. Itu juga sudah di bayar Dp juga Mas.“

“Terima kasih.“

“Sebentar Mas kami hitungkan sisa Dpnya.”

“Baik, Bu.“

“Silahkan tunggu di ruang tunggu nanti kami panggil.“

“Terima kasih,“ jawabku.

   Aku duduk di kursi besi stenlis ruang tunggu. Pikiranku campur aduk bagaimana kondisi keadaan Biung dan bapak Suherman. Hanya doa-doa terbaik selalu aku panjatkan semoga selamat cepat teratasi. Perasaanku di RSU Nasional pasti cepat ditangani. Walaupun sebetulnya perasaanku serba bingung. Ingin rasanya berlari dan berlari menuju RSU Nasional. Tapi aku harus lapor dulu ke bagian Admin.

Kurang lebih baru lima menit aku menunggu di ruang tunggu. Aku dipanggil di bagian kasir menerima uang sisa Dp dari bapak Suherman. Ketika aku menerima begitu banyak uangnya sejumlah tiga puluh lima juta rupiah. Aku masukkan tas kulit milik bapak Suherman. Aku minta bantuan bagian cleaning servis untuk packing semua barang milik Biung juga bapak Suherman. Aku berjalan keluar mencari Taksi express menuju RSU Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat.(*)

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar