Oleh. Agus Yuwantoro
Pelukis dan Parfum Episode ke-52
Mobil Ambulan Mitsubisi L 300 berwarna
leres kuning biru berjalan begitu cepat. Menerobos gelapnya sisa kepulan asap
hitam bekas lokasi kebakaran hebat di jalan Rinjani nomor 3 blok L. Aku tidak
bisa mengejar mobil ambulan. Akhirnya berjalan limbung di tengah bau sisa asap
kebakaran. Bayangan wajah Biungku selalu terbayang segar di depan kedua bola
mataku. Sejak kecil Biungku bernama Sakura. Bukan Wagiyem. Raut wajahnya putih
bersih segar. Kedua bola matanya sipit. Tatapan kedua bola matanya tajam. Rambutnya
panjang sebahu menghitam.
Selalu setia penuh cahaya
kasih sayang menemaniku dari kecil sampai sekarang. Sewaktu masih sekolah Taman
Kanak-Kanak banyak wali murid mengatakan Biungku paling cantik. Bahkan Ibu
guruku juga berkata begitu. Aku merasa bangga dengan Biungku. Setia penuh rasa
cinta kasih sayang tulus mengantar mendampingiku sekolah sampai aku naik kelas
tiga SD Impres.
Sementara ada sebagian teman-temanku
dari sekolah Taman Kanak-Kanak pulang. Selalu dijemput ayahnya di depan pintu
gerbang. Boncengan naik sepeda motor, mobil juga sepeda ontel. Aku tetap bangga
pada Biung dengan setia selalu menungguku sampai pulang Sekolah. Biung sambil
menggelar aneka jajanan dimasak dari rumah. Dari gorengan pisang, tempe dan
bakwan juga nasi bungkus kecil ukuran untuk anak-anak TK dan SD. Digelar di atas
perlak plastik berwarna kuning. Duduk di bawah pohon belimbing wulung pojok
Sekolahan TK. Ketika jam pulang dagangannya laris manis habis terjual.
Aku masih inggat
Biung merasa bangga sekali. Ketika aku mendapatkan hadiah juara lomba menulis
puisi dan melukis. Dalam rangka hari ulang tahun berdirinya SMP. Biung naik
panggung kehormatan berdiri di sebelahku menerima hadiah dari panitia. Biung
memeluk rapat badannya hangat menciumku berkali-kali. Kemudian bersama-sama
membuka isi hadiah itu.
Semenjak aku mendapatkan
juara menulis puisi dan melukis. Biung selalu mendukung bahkan menemaniku
ketika aku melukis bunga, pemandangan juga buah buahan. Setia penuh kasih
sayang mendampingkiku melukis dan menulis puisi. Anganku terus melambung tinggi
tamasya ke alam lamunanku. Membayangkan Biungku waktu aku masa kecil.
Lamunanku buyar pecah
ketika ujung sepatu menghantam polisi tidur di jalan aspal. Aku kaget kemudian
berjalan meninggalkan lokasi bekas kebakaran hebat itu. Menuju bagian informasi
kantor Palang Merah terdekat. Mencari informasi mobil ambulan tadi menuju ke mana.
Biasanya kantor Palang Merah berdekatan dengan Rumah Sakit. Memudahkan ketika
pasien membutuhkan bantuan dari Palang Merah. Juga memudahkan para donatur darah
untuk membantu keluarganya ketika kekurangan darah.
Jam sepuluh siang lebih
lima menit.
Aku berhasil menemukan kantor Palang Merah. Dindingnya
berwarna biru laut. Lantainya dari keramik berwarna kuning gading. Sebelum
masuk kantor Palang Merah aku menuju pos penjaga. Dua satpam dengan sikap siap
siaga menjaga keamanan lingkungan kantor Palang Merah.
“Permisi pak Satpam,“ sapaku.
“Iya ya bisa kami bantu
Mas.“
“Bisa Pak.“
“Gimana ada apa?”
“Mobil Ambulan Palang
Merah berwarna leres kuning biru yang membawa korban kebakaran juga ledakan
dibawa ke mana ya Pak?“
“Mobil L 300 itu ya?“
“Betul betul Pak.“
“Sebentar kami cek dulu.“
Aku melihat bapak Satpam
ngecek lewat layar monitor di ruang pos penjaga. Ternyata mobil ambulan
berwarna leres kuning biru. Bukan salah satu mobil inventaris kantor Palang
Merah. Di dalam daftar layar monitor aku sempat melihat mobil ambulan iventaris
ada dua. Bukan L 300 tapi mobil Suzuki APV berwarna putih. Ada tanda palang
merah berwarna merah. Mobil untuk operasional khusus ketika ada kegiatan donor
darah.
“Maaf Mas, mobil ambulan
berwarna leres kuning biru bukan dari kami.“
“Lalu dari mana ya Pak?“
“Mungkin dari tim khusus.“
“Khusus apa ya Pak?”
“Khusus kejadian yang
mendadak.“
“Maksudnya?“
“Seperti bencana alam,
kebakaran, pokoknya yang serba darurat khusus membawa korban baik hidup maupun
yang sudah meninggal dunia.“
“Oo gitu ya.“
“Ya seperti itu lah.“
“Jadi bukan mobil ambulan
dari sini.“
“Bukan.“
“Lalu dari mana?”
“Dari tim Sar.“
“O gitu ya Pak, laa menuju
rumah sakit mana Pak?”
“Sebentar Mas, kami
hubungkan dengan tim Sar.“
“Ya ya silahkan Pak,“ jawabku
lalu duduk di kursi plastik.
Aku melihat bapak
Satpam mengambil ponsel. Menghubungi tim Sar yang menolong korban kebakaran dan
ledakan gudang sembako di jalan Rinjani nomor 3 Blok L. Sekilas aku mendengar
pembicaraannya lewat ponsel.
“Halo halo tim Sar.“
“Siap 86 bisa kami bantu.“
“Minta info mobil ambulan
tim Sar menuju ke mana ya?”
“Siap 86 menuju RSU
Nasional.“
“Jakarta Pusat.“
“Betul betul.“
“Keadaannya?“
“Siap 86 agak kritis.“
“Terima kasih infonya.“
“Siap 86 kami siap
membantu.“
“Oke oke terima kasih,“ jawab
bapak Satpam.
Setelah telepon
dengan tim Sar, bapak Satpam mendekatiku.
“Gini Mas?“
“Ya ya Pak.”
“Menurut info dari tim Sar
mobil ambulan menuju Rumah Sakit Umum Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Pusat Mas.“
“Terima kasih ya Pak.“
“Ya sama-sama Mas.“
Sebelum pergi menuju Rumah Sakit Umum Nasional, aku harus
melaporkan dulu di Rumah Sakit jantung. Bahwa bapak Suherman dan Biung salah
satu korban ledakan kebakaran di jalan Rinjani. Aku langsung menuju ruang
adminstrasi umum melaporkan kejadikan sang korban.
“Permisi Bu?”
“O ya bisa kami bantu.“
“Begini Bu dua pasien di
ruang melati nomor 233 dan pasien bapak Suherman di ruang pafilum menjadi korban
kebakaran di jalan Rinjan tadi pagi. Sekarang dibawa ke RSU Nasional Jakarta
Pusat.”
“O ya-ya pihak kami sudah
mendapatkan laporan.“
“Dari mana Bu?“
“Dari penjaga bangsal.“
“Terima kasih ya Bu.“
“Sama-sama bahkan semua
adminstrasi sudah lunas dari awal.“
“Kapan bayarnya Bu?“
“Insinyur bapak Suherman
sudah bayar Dp bahkan ada sisanya.”
“Terima kasih ya Bu.“
“Laa apakah Mas saudaranya
Insinyur bapak Suherman?“
“Bukan Bu.“
“Lalu?”
“Pasien perempuan di ruang
Melati nomor 233 Biungku.“
“Oo gitu too. Itu juga
sudah di bayar Dp juga Mas.“
“Terima kasih.“
“Sebentar Mas kami hitungkan
sisa Dpnya.”
“Baik, Bu.“
“Silahkan tunggu di ruang
tunggu nanti kami panggil.“
“Terima kasih,“ jawabku.
Aku duduk di kursi
besi stenlis ruang tunggu. Pikiranku campur aduk bagaimana kondisi keadaan
Biung dan bapak Suherman. Hanya doa-doa terbaik selalu aku panjatkan semoga
selamat cepat teratasi. Perasaanku di RSU Nasional pasti cepat ditangani.
Walaupun sebetulnya perasaanku serba bingung. Ingin rasanya berlari dan berlari
menuju RSU Nasional. Tapi aku harus lapor dulu ke bagian Admin.
Kurang lebih baru lima
menit aku menunggu di ruang tunggu. Aku dipanggil di bagian kasir menerima uang
sisa Dp dari bapak Suherman. Ketika aku menerima begitu banyak uangnya sejumlah
tiga puluh lima juta rupiah. Aku masukkan tas kulit milik bapak Suherman. Aku
minta bantuan bagian cleaning servis untuk packing semua barang milik
Biung juga bapak Suherman. Aku berjalan keluar mencari Taksi express menuju RSU
Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar