Selasa, 21 Maret 2023

Jodoh, Rezeki, Kematian, Kehendak Tuhan

 

pixabay.com

Oleh Agus Yuwantoro

Pelukis dan Parfum  Episode ke-54

 

       Pada prinsip dan dasar kehidupan setiap manusia di bumi ini pasti akan mengalami proses tahapan kehidupan. Tidak akan lepas dari masalah Jodoh, rezeki, dan kematian. Tiga faktor ini adalah hak mutlak Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta: semua makhluk hidup juga seisi bumi ini. Manusia hanya bisa mampu merencanakan. Akan tetapi Tuhan yang menentukannya. Manusia tinggal menerima atas ketentuan-Nya. Antara jodoh, rezeki, dan kematian pasti dialami semua manusia hidup ini. Seperti halnya pertemuanku dengan Biung juga Ayahku adalah atas kehendak-Nya.

       Jam dua belas siang lebih lelima menit di ruang khusus RSU Nasional Jakarta.

      Aku menggelar sajadah di bawah lantai bersebelahan Ayah dan Biung. Salat Zuhur juga memberikan doa-doa terbaik biar cepat sembuh dari luka bakar. Dua perawat masuk. Memeriksa tekanan darah, detak jantung Biung. Perawat satunya mengganti cairan infus bapak Suherman. Setelah selesai memeriksa, dua perawat keluar melanjutkan memeriksa pasien lainnya.

      Sehabis salat Zuhur, aku duduk di tengah-tengah Biung dan Ayahku. Secara reflek kedua tanganku mengusap-usap rambutnya. Dengan gerakan lembut dari arah depan samping kanan kiri penuh dengan rasa kasih sayang seorang anak pada kedua orang tuanya sebagai wujud berbakti. Wajah Biung bercahaya apa lagi ayahku. Tersenyum bangga.

     “Sini dekat Bapak, Nak.“

     “Ya Pak.“

     “Tolong ambilkan Hp Bapak di tas.“

     “Siap Pak,” jawabku sambil memberikan hpnya.

      Bapak Suherman ayah kandungku dengan pelan-pelan menerima Hpnya. Aku mengamatinya. Tapi kedua tangannya tidak mampu diangkat terasa kaku dan bergetar. Hampir saja Hpnya jatuh. Untung cepat aku tangkap sehingga tidak jatuh.

      “Bisa dibantu, Pak?“

     “Bisa-bisa.“

     “Gaimana Pak?”

     “Tolong bukakan aplikasi Bank.“

     “Bank mana Pak?“

     “BRI aja.“

“Sudah Pak.“

“Tulis no rekening Mas.“

“Ya Pak.“

“Semua saldo Bapak, langsung trasfer no rekeningnnya Mas.“

“Waduh angkanya sangat banyak sekali Pak.“

“Ayoo langsung trasfer saja Mas.“

“Tapi…“

“Tidak usah tapi-tapi ayoo langsung trasfer.“

“Baik Pak,“ jawabku sambil melirik Biung. Biung tersenyum sambil mengangguk- angguk pelan tanda setuju.

“Uang Bapak ya uangmu, ya uang Biungmu.”

“Sudah Pak.“

“Satu lagi kartu saham bapak pindahkan ke namamu.”

“Jangan Pak itu sangat berharga.”

“Bapak susah payah mencari itu. Ibarat kepala jadi kaki. Kaki jadi kepala untuk anak juga istri tercinta, sudah lah nurut aja ya.”

“Ya Pak.”

“Itu ada kartu ATM Biungmu kecampur tas bapak sewaktu dulu mau ke Jakarta, kamu masih jabang bayi. Bapak belum sempat memberikan namamu.”

“Tidak apa-apa Pak.“

“Nama putramu Dimas Prihatin, Mas,“ cetus Biungku.

“Bagus, sangat bagus itu, Dik,” jawab bapak Suherman sambil melirik istri tercintanya. Keduanya lalu saling tukar senyum.

“Tolong Bapak dihubungkan telpon ke Pengacara.”

“Namanya?”

“Dr. Wahmi, SH. MH di nomer telpon itu.”

“Iya ya Pak,” jawabku sambil mencari nomer telpon itu.

“Sudah ketemu Mas?”

“Sudah Pak.”

“Langsung telpon saja Mas.”

“Iya ya Pak.”

“Tutt tuttt….” Bunyi Hp Ayahku.

Aku tekan lagi nomor telpon. Hpnya langsung dijawab.

“Ini Pak sudah dijawab,“ jawabku sambil mendekatkan Hp ke arah Ayah.

“Halo, halo, bapak Insisyur Suherman ya bisa kami bantu?“

“Bisa.”

“Gimana?“

“Tolong dibuatkan Berita Acara semua harta bendaku baik yang bergerak atau tidak bergerak Bapak kuasakan penuh anak putra tercinta saya bernama Dimas Prihatin Bin Suherman hari, tanggal, bulan, tahun sekarang.”

“Siap, posisi di mana Bapak?“

“RSU Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo .

“Loo sakit apa Bapak?“

“Kecelakaan korban ledakan di jalan Rinjani.“

“Kapan kejadiannya Bapak?“

“Tadi pagi.”

“Baik, satu jam lagi tim kami menemui bapak untuk tanda tangan.”

“Oke, Bapak tunggu terima kasih ya.“

“Sama-sama Bapak.”

Hp dimatikan kemudian diberikan kepadaku. Aku masukkan dalam tas kulit kembali.

Jam dua siang tepat. Pengacara bersama tim datang masuk ruangan khusus. Tanda tangan di atas materai sepuluh ribu rupiah. Disaksikan dua saksi. Selesai sudah acara serah terima kuasa semua harta diberikan kepadaku atas nama penerima harta Dimas Prihatin Bin Suherman.

Wajah bapak Suherman tampak bercahaya seperti cahaya rembulan di tengah malam. Tersenyum bangga merasa puas menyerahkan semua harta benda kepadaku. Biungpun tersenyum bangga. Tapi di pojok bola matanya ada genangan air mata. Bening jernih seperti butiran embun salju. Pecah mencair meleleh di pojok bulu alisnya. Sambil menatap suaminya penuh arti.

“Terima kasih ya Mas…“

“Sama- sama sudah menjadi kewajiban juga tanggung jawab seorang Ayah.“

“Terima kasih, Mas.“

“Iya Dik,“ jawab bapak Suherman dengan senyum penuh kebanggaan.

Sesudah itu bapak Pengacara beserta tim pamit izin keluar meneruskan pekerjaan yang lainnya.

Aku langsung duduk slonjor tepat di bawah ranjang besi Ayah juga Biungku. Ruangan khusus begitu harum baunya. Di setiap pojok dinding ada AC berbetuk kotak berwarna silver, bawahnya ada parfum bergambar bunga melati berwarna kuning. Ketika AC-nya berfungsi semilir angin langsung keluar bersama bau parfum berhias tali pita biru bergerak lembut pertanda AC-nya normal.

Sampai rambutku bergerak berterbangan sebab kekuatan AC di ruang khusus ini. Semilir angin dari AC mampu meniup kedua bola mata Biung dan Ayahku. Akhirnya tertidur pulas di atas ranjang besi. Tidur bersebelahan tanpa sket klambu batas kamar. Sebentar kemudian aku mendengar suara khas sengguran Biung dan Ayahku.

“Ngur… grok...! ngur… ngrok…!“ Suara sengguran Biung dan Ayahku. Saling bersautan. Aku memilih tiduran di lantai keramik. Di atas tikar plastik tas punggung aku jadikan bantal. Tiduran sambil menjaga mengawasi Biung dan Ayah. Sambil melihat kembali buku nikah orang tuaku. Di kolom data nama suami jelas nama Suherman tapi di kolom Bin kosong tidak tertulis nama Ayahnya. Malah ditulis nama ibu Sumi Sedangkan kolom data nama istri Wagiyem. Bukan Sakura jadi betul bapak Suherman Biungku dari dulu nama aslinya Wagiyem.

“Akhh masa bodoh tentang nama Biung Wagiyem atau Sakura, yang jelas beliau Biungku.“ Batinku sambil melihat foto Biung persis gadis Mandarin Jepang. Kedua bola matanya sipit. Cantik sekali. Rambut panjang hitam. Wajar saja bapak Suherman sangat mencintainya. 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar