Jumat, 10 Maret 2023

Baju Longdres Biungku

 

pixabay.com


Oleh. Agus Yuwantoro

Pelukis dan Parfum  Episode ke : 51

 

           Setelah menjawab telepon dari kekasihku Supraptiwi. Aku duduk di depan serambi masjid menunggu kedatangan bapak Suherman dengan istri tercinta bernama Wagiyem.

“Biungku namanya bukan Wagiyem tapi Sakura. Semenjak masa kecil aku tau nama Biungku Sakura. Bukan Wagiyem. Tapi kenapa? Baju longdres motif pantai bali berwarna biru putih dipakai perempuan bernama Wagiyem.“ Batinku sambil duduk depan serambi masjid.

Jam tujuh pagi lebih sepuluh menit.

Belum juga datang bapak Suherman dengan istrinya.

“Rasanya ingin menyusul ke warung makan. Memastikan siapakah perempuan yang memakai baju longdres itu. Apakah Biungku? Atau orang lain. Perasaanku mulai menggebu-gebu rasanya ingin menengok kembali ruang melati nomer 233 tempat Biung istirahat. Tapi bapak Suherman berjanji mau datang kesini bersama istrinya.” Batinku bergejolak hebat sehingga dadaku panas juga merasa sesak.

Jam tujuh pagi lebih tiga puluh menit.

Belum juga ada tanda kedatangan bapak Suherman. Aku berdiri. Berjalan mondar mandir. Bingung. Antara menyusul atau nengok kembali kamar melati nomer 233. Batinku bergejolak hebat. Akhirnya aku memutuskan menuju kamar melati nomer 233. Harus kesana. Biung sudah lama aku tinggalkan sendiri. Hanya butuh waktu delapan menit sudah sampai kamar melati nomer 233. Aku berlari kecil lewat jalur khusus menuju kamar melati nomer: 233. Akhirnya sampai juga. Ketika aku masuk kamar itu. Ternyata kosong. Sunyi sepi. Di pinggir bibir ranjang ada hem lengan pendek miliknya bapak Suherman berwarna biru laut  sebelah kanan saku ada tulisan merah kecil levis ukuran L.

“Ini kan hemnya bapak Suherman. Jadi betul perempuan berambut panjang berbaju longdres adalah Biungku. Iya ya Biungku tercinta. Bernama Sakura. Juga bernama Wagiyem.“ Batinku.

Langsung saja aku keluar dari kamar melati nomer : 233. Berlari dan berlari menyusul ke warung makan samping jalan besar Rumah Sakit. Aku pegang erat-erat tasnya bapak Suherman tanpa berpikir panjang langsung menuju warung makan.

Tepat jam delapan pagi lebih lima menit.

Aku mau masuk gang jalan besar. Tiba-tiba ada suara ledakan keras bersama asap tebal menjulang tinggi ke angkasa. Udara terasa panas sebab bunga api melambung tinggi. Bersama suara ledakan keras berkali-kali. Sampai bahu jalan retak bahkan berlobang. Orang-orang berlarian kesana kemari. Asap semakin tebal menutupi jalan besar. Bunga api semakin menyala merah. Suara ledakan saling bersautan. Orang- orang berteriak keras.

“Ada bom meledak di sana,“ cetus salah satu warga di bibir jalan aspal.

“Ya ya disana,“ jawab beberapa warga.

Semua berlari. Tiarap. Sembunyi. Menjerit menangis histeris. Ketakutan. Sebagian karyawan rumah sakit keluar. Mobil ambulan keluar dari garasi. Lima belas menit kemudian tiem gabungan datang ke lokasi. Disusul rombongan mobil pemadan kebakaran. Semprot sana semprot sini. Tidak lama kemudian satu kompi pasukan Brimob turun jalan. Disusul satu kompi pasukan Yon Armen 14, juga puluhan pasukan Densus 88 dengan seragam serba hitam. Mengamankan menjaga kondisi jalan.

Tiem medis kesehatan berlarian dititik kejadian. Mencari korban ledakan disetiap bibir jalan aspal. Puluhan wartawan turun kejalan meliputi kejadian ledakan yang hebat. Meluluh lantakan gudang sembako lantai 2 rata dengan tanah. Puluhan pasukan Ifantri dengan seragam doreng baret hijau senjata SS siap siaga menjaga keamanan. Lima regu palang merah Indonesia juga beberapa sukarelawan berlari menembus gelapnya asap. Berlari dan berlari mencari korban ledakan di Gudang sembako Jalan Rinjani nomer 3 Blok L.

Aku ikut berlari menembus kepulan asap hitam. Berlari dan berlari. Kilat api semakin kecil. Bahkan beberapa titik api sudah padam kena semprotan air dari selang-selang mobil pemadam kebakaran. Aku terus berlari menembus asap. Mencari warung makan samping jalan besar Rumah Sakit. Tempat bapak Suherman dan istrinya beli nasi bungkus. Aku tanya sana sini semua kebingungan. Hancur hangus rata dengan tanah di tengah kepulan asap hitam.

Jam sembilan pagi lebih sepuluh menit.

Aku belum menemukan bapak Suherman juga istrinya. Tapi aku tetep mencari dan mencari ditengah kepulan asap hitam.  Terus berjalan dan berjalan menerobos barisan pasukan Brimob, Armen, Densus 88. Terus berjalan menembus kepulan asap hitam pekat. Mencari terus mencari bapak Suherman dan istrinya. Aku yakin istrinya bapak Suherman adalah Biungku tercinta. Hampir dua jam berjalan menembus gelapnya asap dan bau asap sisa kebakaran.

Menurut kabar slentingan dari beberapa saksi mata. Terjadinya ledakan hebat dititik pusat gudang sembako lantai dua. Konsleting listrik. Ada yang bilang api dari sisa putung rokok menyalar gudang bawah tempat menimbun gas elpiji. Bahkan gula pasir, beras, minyak goreng untuk persiapan musim puasa juga lebaran. Bahkan menurut beberapa warga yang tinggal sekitar jalan Rinjani blok L. Ada gudang khusus untuk menimbun berbagai macam petasan untuk dijual musim puasa. Lebaran. Tahun Baru. Juga hari raya imlek Cina. Semuanya ludes terbakar. Untung tidak ada korban nyawa sebab kosong tidak ada orang. Kebetulan petugas penjaga gudang jam tujuh pagi sudah pulang.

Cuma warga yang tinggal dekat gudang menjadi korban ledakan termasuk pemilik warung makan. Juga bapak Suherman juga istrinya dan beberapa pembeli lainnya  menjadi korban ledakan gudang sembako itu. Aku melihat jelas puing-puing sisa kebakabaran warung makan itu. Semua menghitam hangus terbakar rata dengan tanah. Beberapa tenaga sukarelawan dengan cekatan membongkar setiap bongkahan sudah menjadi arang. Mencari korban ledakan.

Dadaku mulai terasa sesak kedua bola mataku mulai basah memerah penuh air mata. Aku terus mencari Biungku di tengah gelapnya asap hitam pekat masih mengepul kehitaman. Ketika aku menoleh kekanan aku melihat ibu pemilik kantin rumah sakit sambil mengacung- acungkan tangannya.

“Insinyur Suherman masih hidup bersama perempuan berbaju longdres baru saja dibawa mobil ambulan semua anggota badannya terbakar semua.“

“Di mana Bu?”

“Di sana Mas “

“Terima kasih ya Bu?”

“Cepetan Mas.“

“Iya ya Bu “

“Eee Mas mas kan yang kemarin beli tahu susur dan kue klepon ya.?”

“Ya iya betul Bu dimana bapak Suherman dan perempuan itu “

“Itu tuu Mas di mobil ambulan berwarna kuning leres biru.“

“Terima kasih ya Bu?’

 Aku langsung berlari tidak memperdulikan samping kanan kiri depan. Terus berlari mencari mobil ambulan yang membawa bapak Suherman dan Biungku. Menembus kepulan asap hitam aku  mencari mobil ambulan berwarna kuning leres biru. Dari jarak sepuluh meter aku melihat mobil ambulan. Aku berlari cepat mendekati mobil ambulan itu. Kurang lima meter lagi aku bisa mendekati mobil ambulan.

 Deru suara napasku mulai tidak beraturan. Dada terasa sesak kedua bola mata basah memerah ketika aku mendekati mobil ambulan. Secara reflek aku berteriak keras di tengah asap hitam juga bau sisa-sisa kebakaran.

“Yunggg, Biungg, Biunggg!”

Aku berhasil mendekati mobil ambulan berwarna leres kuning biru. Ketika aku mencoba mendekati kaca mobil ambulan. Tiba-tiba mobil ambulan berjalan di tengah kepulan asap hitam. Aku terus mengejar dan mengejar mobil ambulan yang membawa Biungku tercinta dan bapak Suherman. Mobil ambulan berjalan semakin cepat. Akupun terus berlari dan berlari cepat. Mobil ambulan berjalan sangat cepat bersama suara sirine berhias cahaya lampu merah menyala kelap kelip. Berjalan cepat menerobos gelapnya asap hitam. Aku tidak mampu lagi mengejar mobil ambulan itu hanya sisa-sisa suara teriakanku sambil melambaikan tanganku ke arah mobil ambulan itu.

“Yunggggg, Biunggggg!”

Mobil ambulan dengan cepat berjalan menghilang di tengah kepulan asap hitam pekat. Menyisakan suara sirine menembus kendang telingku. Semua korban berhasil dievakusi tiem khusus. Tinggal puing-puing bekas kebakaran berserakan di setiap bibir jalan aspal. Petugas mendata jumlah korban baik yang tewas maupun selamat. Jumlah korban kebakaran ledakan  gudang sembako ada tujuh. lima tewas di lokasi dua masih hidup akan tapi yang masih hidup semua anggota badannya melepuh terbakar. Satu laki-laki yang satunya perempuan. Menurut saksi mata perempuan itu memakai baju longdres berwarna biru putih dengan motif pantai di Bali.

Aku berjalan terus berjalan menuju tiem penyelamat garis depan. Memastikan lagi korban yang masih hidup. Aku melihat salah satu regu penyelamat garis depan dengan seragam berwarna oren sedang membersihkan sepatu dan kaos tangan di pancuran kran air ledeng pinggiran jalan.

“Maaf pak mohon izin tanya.“

“Ya ya bisa kami bantu.“

“Apakah betul ada yang selamat.“

“Ada ada dua orang lelaki dan perempuan.“

“Masih hidup ya Pak?“

“Masih, tapi kritis sebab semua anggota tubuhnya terbakar.“

“Posisi dimana ya Pak.“

“Di sebelah sini persis dekat warung makan.“

“Di sebelah sana itu ya Pak.“

“Yang lainnya langsung tewas di lokasi kejadian.“

“Sebetulnya kedua orang itu sudah jauh dari warung tapi kekuatan ledakan sangat keras ditambah meledaknya petasan yang ditimbun. Akhirnya api cepat membesar mengejar dua orang tersebut.”

“Ya ya terima kasih ya Pak.“

Aku berjalan lemas. Seluruh tulang tubuhku terasa lepas. Berjalan limbung meninggalkan regu penyelamat garis terdepan. Meninggalkan lokasi kebakaran mencari informasi regu Palang Merah Indonesia. Dua korban kebakaran yang masih hidup dibawa Rumah Sakit mana.

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar