Oleh. Agus Yuwantoro
Pelukis dan Parfum Episode ke : 51
Setelah menjawab telepon dari
kekasihku Supraptiwi. Aku duduk di depan serambi masjid menunggu kedatangan
bapak Suherman dengan istri tercinta bernama Wagiyem.
“Biungku namanya bukan
Wagiyem tapi Sakura. Semenjak masa kecil aku tau nama Biungku Sakura. Bukan
Wagiyem. Tapi kenapa? Baju longdres motif pantai bali berwarna biru putih
dipakai perempuan bernama Wagiyem.“ Batinku sambil duduk depan serambi masjid.
Jam tujuh pagi lebih
sepuluh menit.
Belum juga datang bapak
Suherman dengan istrinya.
“Rasanya ingin menyusul ke
warung makan. Memastikan siapakah perempuan yang memakai baju longdres itu.
Apakah Biungku? Atau orang lain. Perasaanku mulai menggebu-gebu rasanya ingin
menengok kembali ruang melati nomer 233 tempat Biung istirahat. Tapi bapak Suherman
berjanji mau datang kesini bersama istrinya.” Batinku bergejolak hebat sehingga
dadaku panas juga merasa sesak.
Jam tujuh pagi lebih tiga
puluh menit.
Belum juga ada tanda
kedatangan bapak Suherman. Aku berdiri. Berjalan mondar mandir. Bingung. Antara
menyusul atau nengok kembali kamar melati nomer 233. Batinku bergejolak hebat.
Akhirnya aku memutuskan menuju kamar melati nomer 233. Harus kesana. Biung
sudah lama aku tinggalkan sendiri. Hanya butuh waktu delapan menit sudah sampai
kamar melati nomer 233. Aku berlari kecil lewat jalur khusus menuju kamar
melati nomer: 233. Akhirnya sampai juga. Ketika aku masuk kamar itu. Ternyata
kosong. Sunyi sepi. Di pinggir bibir ranjang ada hem lengan pendek miliknya
bapak Suherman berwarna biru laut
sebelah kanan saku ada tulisan merah kecil levis ukuran L.
“Ini kan hemnya bapak
Suherman. Jadi betul perempuan berambut panjang berbaju longdres adalah
Biungku. Iya ya Biungku tercinta. Bernama Sakura. Juga bernama Wagiyem.“
Batinku.
Langsung saja aku keluar
dari kamar melati nomer : 233. Berlari dan berlari menyusul ke warung makan
samping jalan besar Rumah Sakit. Aku pegang erat-erat tasnya bapak Suherman
tanpa berpikir panjang langsung menuju warung makan.
Tepat jam delapan pagi
lebih lima menit.
Aku mau masuk gang jalan
besar. Tiba-tiba ada suara ledakan keras bersama asap tebal menjulang tinggi ke
angkasa. Udara terasa panas sebab bunga api melambung tinggi. Bersama suara
ledakan keras berkali-kali. Sampai bahu jalan retak bahkan berlobang.
Orang-orang berlarian kesana kemari. Asap semakin tebal menutupi jalan besar.
Bunga api semakin menyala merah. Suara ledakan saling bersautan. Orang- orang
berteriak keras.
“Ada bom meledak di sana,“
cetus salah satu warga di bibir jalan aspal.
“Ya ya disana,“ jawab
beberapa warga.
Semua berlari. Tiarap.
Sembunyi. Menjerit menangis histeris. Ketakutan. Sebagian karyawan rumah sakit
keluar. Mobil ambulan keluar dari garasi. Lima belas menit kemudian tiem
gabungan datang ke lokasi. Disusul rombongan mobil pemadan kebakaran. Semprot
sana semprot sini. Tidak lama kemudian satu kompi pasukan Brimob turun jalan.
Disusul satu kompi pasukan Yon Armen 14, juga puluhan pasukan Densus 88 dengan
seragam serba hitam. Mengamankan menjaga kondisi jalan.
Tiem medis kesehatan
berlarian dititik kejadian. Mencari korban ledakan disetiap bibir jalan aspal.
Puluhan wartawan turun kejalan meliputi kejadian ledakan yang hebat. Meluluh
lantakan gudang sembako lantai 2 rata dengan tanah. Puluhan pasukan Ifantri
dengan seragam doreng baret hijau senjata SS siap siaga menjaga keamanan. Lima
regu palang merah Indonesia juga beberapa sukarelawan berlari menembus gelapnya
asap. Berlari dan berlari mencari korban ledakan di Gudang sembako Jalan
Rinjani nomer 3 Blok L.
Aku ikut berlari menembus
kepulan asap hitam. Berlari dan berlari. Kilat api semakin kecil. Bahkan
beberapa titik api sudah padam kena semprotan air dari selang-selang mobil
pemadam kebakaran. Aku terus berlari menembus asap. Mencari warung makan
samping jalan besar Rumah Sakit. Tempat bapak Suherman dan istrinya beli nasi
bungkus. Aku tanya sana sini semua kebingungan. Hancur hangus rata dengan tanah
di tengah kepulan asap hitam.
Jam sembilan pagi lebih
sepuluh menit.
Aku belum menemukan bapak
Suherman juga istrinya. Tapi aku tetep mencari dan mencari ditengah kepulan
asap hitam. Terus berjalan dan berjalan
menerobos barisan pasukan Brimob, Armen, Densus 88. Terus berjalan menembus
kepulan asap hitam pekat. Mencari terus mencari bapak Suherman dan istrinya.
Aku yakin istrinya bapak Suherman adalah Biungku tercinta. Hampir dua jam
berjalan menembus gelapnya asap dan bau asap sisa kebakaran.
Menurut kabar slentingan
dari beberapa saksi mata. Terjadinya ledakan hebat dititik pusat gudang sembako
lantai dua. Konsleting listrik. Ada yang bilang api dari sisa putung rokok
menyalar gudang bawah tempat menimbun gas elpiji. Bahkan gula pasir, beras,
minyak goreng untuk persiapan musim puasa juga lebaran. Bahkan menurut beberapa
warga yang tinggal sekitar jalan Rinjani blok L. Ada gudang khusus untuk menimbun
berbagai macam petasan untuk dijual musim puasa. Lebaran. Tahun Baru. Juga hari
raya imlek Cina. Semuanya ludes terbakar. Untung tidak ada korban nyawa sebab
kosong tidak ada orang. Kebetulan petugas penjaga gudang jam tujuh pagi sudah
pulang.
Cuma warga yang tinggal
dekat gudang menjadi korban ledakan termasuk pemilik warung makan. Juga bapak
Suherman juga istrinya dan beberapa pembeli lainnya menjadi korban ledakan gudang sembako itu.
Aku melihat jelas puing-puing sisa kebakabaran warung makan itu. Semua
menghitam hangus terbakar rata dengan tanah. Beberapa tenaga sukarelawan dengan
cekatan membongkar setiap bongkahan sudah menjadi arang. Mencari korban
ledakan.
Dadaku mulai terasa sesak
kedua bola mataku mulai basah memerah penuh air mata. Aku terus mencari Biungku
di tengah gelapnya asap hitam pekat masih mengepul kehitaman. Ketika aku
menoleh kekanan aku melihat ibu pemilik kantin rumah sakit sambil mengacung-
acungkan tangannya.
“Insinyur Suherman masih
hidup bersama perempuan berbaju longdres baru saja dibawa mobil ambulan semua
anggota badannya terbakar semua.“
“Di mana Bu?”
“Di sana Mas “
“Terima kasih ya Bu?”
“Cepetan Mas.“
“Iya ya Bu “
“Eee Mas mas kan yang
kemarin beli tahu susur dan kue klepon ya.?”
“Ya iya betul Bu dimana
bapak Suherman dan perempuan itu “
“Itu tuu Mas di mobil
ambulan berwarna kuning leres biru.“
“Terima kasih ya Bu?’
Aku langsung berlari tidak memperdulikan
samping kanan kiri depan. Terus berlari mencari mobil ambulan yang membawa
bapak Suherman dan Biungku. Menembus kepulan asap hitam aku mencari mobil ambulan berwarna kuning leres
biru. Dari jarak sepuluh meter aku melihat mobil ambulan. Aku berlari cepat
mendekati mobil ambulan itu. Kurang lima meter lagi aku bisa mendekati mobil
ambulan.
Deru suara napasku mulai tidak beraturan. Dada
terasa sesak kedua bola mata basah memerah ketika aku mendekati mobil ambulan.
Secara reflek aku berteriak keras di tengah asap hitam juga bau sisa-sisa
kebakaran.
“Yunggg, Biungg, Biunggg!”
Aku berhasil mendekati
mobil ambulan berwarna leres kuning biru. Ketika aku mencoba mendekati kaca
mobil ambulan. Tiba-tiba mobil ambulan berjalan di tengah kepulan asap hitam.
Aku terus mengejar dan mengejar mobil ambulan yang membawa Biungku tercinta dan
bapak Suherman. Mobil ambulan berjalan semakin cepat. Akupun terus berlari dan
berlari cepat. Mobil ambulan berjalan sangat cepat bersama suara sirine berhias
cahaya lampu merah menyala kelap kelip. Berjalan cepat menerobos gelapnya asap
hitam. Aku tidak mampu lagi mengejar mobil ambulan itu hanya sisa-sisa suara
teriakanku sambil melambaikan tanganku ke arah mobil ambulan itu.
“Yunggggg, Biunggggg!”
Mobil ambulan dengan cepat
berjalan menghilang di tengah kepulan asap hitam pekat. Menyisakan suara sirine
menembus kendang telingku. Semua korban berhasil dievakusi tiem khusus. Tinggal
puing-puing bekas kebakaran berserakan di setiap bibir jalan aspal. Petugas
mendata jumlah korban baik yang tewas maupun selamat. Jumlah korban kebakaran
ledakan gudang sembako ada tujuh. lima
tewas di lokasi dua masih hidup akan tapi yang masih hidup semua anggota
badannya melepuh terbakar. Satu laki-laki yang satunya perempuan. Menurut saksi
mata perempuan itu memakai baju longdres berwarna biru putih dengan motif
pantai di Bali.
Aku berjalan terus berjalan
menuju tiem penyelamat garis depan. Memastikan lagi korban yang masih hidup.
Aku melihat salah satu regu penyelamat garis depan dengan seragam berwarna oren
sedang membersihkan sepatu dan kaos tangan di pancuran kran air ledeng
pinggiran jalan.
“Maaf pak mohon izin tanya.“
“Ya ya bisa kami bantu.“
“Apakah betul ada yang
selamat.“
“Ada ada dua orang lelaki
dan perempuan.“
“Masih hidup ya Pak?“
“Masih, tapi kritis sebab
semua anggota tubuhnya terbakar.“
“Posisi dimana ya Pak.“
“Di sebelah sini persis
dekat warung makan.“
“Di sebelah sana itu ya
Pak.“
“Yang lainnya langsung
tewas di lokasi kejadian.“
“Sebetulnya kedua orang
itu sudah jauh dari warung tapi kekuatan ledakan sangat keras ditambah
meledaknya petasan yang ditimbun. Akhirnya api cepat membesar mengejar dua
orang tersebut.”
“Ya ya terima kasih ya Pak.“
Aku berjalan lemas.
Seluruh tulang tubuhku terasa lepas. Berjalan limbung meninggalkan regu
penyelamat garis terdepan. Meninggalkan lokasi kebakaran mencari informasi regu
Palang Merah Indonesia. Dua korban kebakaran yang masih hidup dibawa Rumah
Sakit mana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar