Oleh. Agus Yuwantoro
Pelukis dan Parfum Episode
ke : 45
Hampir dua jam aku duduk di ruang tunggu
kamar Mawar nomor 233. Menunggu bapak Suherman bangun tidur posisi sebelah
Biungku. Aku kaget langsung berdiri. Ketika Biung memanggilku dari dalam kamar
Melati.
“Mas, Mass!”
Aku langsung masuk kamar. Bapak Suherman
masih dalam posisi yang sama. Kepalanya dibenamkan samping tubuh Biung. Akan
tetapi tangannya lepas tidak menggengam erat tangan Biung. Tubuhnya hampir
jatuh kelantai kamar melati nomer 233.
“Mas, Mas tolong Mas.“
“Iya ya Yung.“
“Bapak ini badannya dingin sekali Mas.“
“Iya ya Yung.“
“Pelan-pelan ya Mas.“
“Iya ya “
“Tolong badannya dinaikkan sini aja Mas.“
“Iya Yung.“ Jawabku sambil mengangkat
badannya bapak Suherman.
“Sini Mas.“
“Ya.“
“Biung ta turun dari ranjang ya Mas.“
“Iya Yung.“
“Bapak ini pingsan Mas.“
“Tolong diambilkan minyak kampak itu di tas itu Mas.“
“Iya Yung.“
“Cepet Mas.“
“Iya ya.“ Jawabku sambil mengambil minyak kampak dalam tas
Biung.
Minyak kampak Aku oleskan ujung jemariku. Kemudian
pelan-pelan aku usapkan arah lobang hidung, keningnya bapak Suherman. Tetep
belum sadar. Wajah Biung mulai pucat. Keningnya penuh butiran air keringat.
Bibirnya bergetar. Maniknya turun naik sangat cepat. Biung mulai gelisah. Ada
genangan air mata mulai pecah di ujung kedua bola mata Biung. Aku pijit-pijit
kepalanya bapak Suherman. Aku oleskan minyak kampak dari leher sampai belakang
kepala. Aku usapkan lagi minyak kampak sekitar kaki bapak Suherman. Tetap tidak
sadar.
Aku mulai kebingungan mondar-mandir dalam kamar. Biung
mendekatiku bibirnya merah bergetar menatatapku tajam dengan kedua bola matanya
memerah basah.
“Panggil Dokter Mas. Cepat Mas.“
“Iya ya Yung.“
“Itu tanda ada bel darurat di atas bantal itu Mas.“
“Ya ya Yung,“ jawabku gugup sambil menekan tombol bel tanda
minta bantuan. Tiga menit kemudian dua perawat langsung datang. Memeriksa tubuh
bapak Suherman dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Kedua bola matanya di
buka kemudian diperiksa dengan alat khusus. Perawat yang satunya melepaskan
ikat pinggang. Bajunya dibuka. Tetep saja belum ada tanda-tanda sadar bapak
Suherman. Salah satu perawat mengambil tindakan tepat langsung telpon Dokter
jaga.
“Selamat siang Dok.“
“Ya ya ada apa bisa saya bantu.“
“Bisa Dok. Ada tamu pasien di kamar melati nomer 233 pingsan
cepat sini Dok.“
“Ya ya.“
“Cepat ya Dok.“
“Ya.“
“Terima kasih ya Dok.“
Empat menit kemudian Dokter jaga Rumah Sakit Jantung Jakarta
sudah sampai di kamar melati nomer 233. Langsung memeriksa. Kemudian membawa
bapak Suherman ke ruang UGD : Unit Gawat Darurat. Aku mengikuti dari belakang.
Ketika aku mau berjalan mengikuti Dokter dan dua perawat. Biung memegang erat
tanganku.
“Mas Biung ikut ke UGD.“
“Gak usah Yung.“
“Ikut lah Mas.“
“Tidak usah Yung.“
“Ikut lah ya Mas.“
“Tidak usah lah Yung.“
“Ikut ya Mas.“
“Biung kan baru saja dioperasi perlu banyak istirahat lah.“
“Jadi?“
“Biung tidak usah ikut ya.“
“Ya ya Mas.“
“Biung istirahat di sini dulu nanti aku balik sini Yung.“
“Ya ya Mas,“ jawab Biung wajahnya memerah. Penuh dengan rasa
kebingungan.
“Dah ya Yung aku ikut ngawal sampai ke UGD.“
“Ya Mas “
“Sana masuk istirahat dulu ya Yung.“
“Ya,“ jawab Biung singkat dengan menundukkan kepalanya.
Aku berjalan mengikuti arah tujuan dua perawat dan Dokter.
Masuk pintu khusus. Naik liv sebentar kemudian masuk ruangan UGD. Langsung
diperiksa diruangan khusus. Aku disuruh menunggu di ruang tunggu UGD. Aku
melihat dua Dokter datang lagi langsung masuk ruang UGD. Memeriksa bapak
Suherman.
Di ruang tunggu UGD batinku bergejolak. Badannya terasa
panas. Detak jantungnya tidak beraturan.
“Kenapa? Ya bapak Suherman. Ko tiba-tiba bisa pinsan. Mungkin
merasa kecapain. Kurang istirahat.“ Batinku duduk di ruang tungu UGD.
Luar biasa my senior. semoga senantiasa diberi kesehatan.aamin
BalasHapus