Sabtu, 21 Januari 2023

Bapak Suherman Pingsan di Samping Biungku

 

pixabay.com


Oleh. Agus Yuwantoro

Pelukis dan Parfum Episode ke : 45

 

     Hampir dua jam aku duduk di ruang tunggu kamar Mawar nomor 233. Menunggu bapak Suherman bangun tidur posisi sebelah Biungku. Aku kaget langsung berdiri. Ketika Biung memanggilku dari dalam kamar Melati.

     “Mas, Mass!”

      Aku langsung masuk kamar. Bapak Suherman masih dalam posisi yang sama. Kepalanya dibenamkan samping tubuh Biung. Akan tetapi tangannya lepas tidak menggengam erat tangan Biung. Tubuhnya hampir jatuh kelantai kamar melati nomer 233.

     “Mas, Mas tolong Mas.“

     “Iya ya Yung.“

     “Bapak ini badannya dingin sekali  Mas.“

     “Iya ya Yung.“

     “Pelan-pelan ya Mas.“

     “Iya ya “

     “Tolong badannya dinaikkan sini aja Mas.“

     “Iya Yung.“ Jawabku sambil mengangkat badannya bapak Suherman.

“Sini Mas.“

“Ya.“

“Biung ta turun dari ranjang ya Mas.“

“Iya Yung.“

“Bapak ini pingsan Mas.“

“Tolong diambilkan minyak kampak itu di tas itu Mas.“

“Iya Yung.“

“Cepet Mas.“

“Iya ya.“ Jawabku sambil mengambil minyak kampak dalam tas Biung.

Minyak kampak Aku oleskan ujung jemariku. Kemudian pelan-pelan aku usapkan arah lobang hidung, keningnya bapak Suherman. Tetep belum sadar. Wajah Biung mulai pucat. Keningnya penuh butiran air keringat. Bibirnya bergetar. Maniknya turun naik sangat cepat. Biung mulai gelisah. Ada genangan air mata mulai pecah di ujung kedua bola mata Biung. Aku pijit-pijit kepalanya bapak Suherman. Aku oleskan minyak kampak dari leher sampai belakang kepala. Aku usapkan lagi minyak kampak sekitar kaki bapak Suherman. Tetap tidak sadar.

Aku mulai kebingungan mondar-mandir dalam kamar. Biung mendekatiku bibirnya merah bergetar menatatapku tajam dengan kedua bola matanya memerah basah.

“Panggil Dokter Mas. Cepat Mas.“

“Iya ya Yung.“

“Itu tanda ada bel darurat di atas bantal itu Mas.“

“Ya ya Yung,“ jawabku gugup sambil menekan tombol bel tanda minta bantuan. Tiga menit kemudian dua perawat langsung datang. Memeriksa tubuh bapak Suherman dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Kedua bola matanya di buka kemudian diperiksa dengan alat khusus. Perawat yang satunya melepaskan ikat pinggang. Bajunya dibuka. Tetep saja belum ada tanda-tanda sadar bapak Suherman. Salah satu perawat mengambil tindakan tepat langsung telpon Dokter jaga.

“Selamat siang Dok.“

“Ya ya ada apa bisa saya bantu.“

“Bisa Dok. Ada tamu pasien di kamar melati nomer 233 pingsan cepat sini Dok.“

“Ya ya.“

“Cepat ya Dok.“

“Ya.“

“Terima kasih ya Dok.“

Empat menit kemudian Dokter jaga Rumah Sakit Jantung Jakarta sudah sampai di kamar melati nomer 233. Langsung memeriksa. Kemudian membawa bapak Suherman ke ruang UGD : Unit Gawat Darurat. Aku mengikuti dari belakang. Ketika aku mau berjalan mengikuti Dokter dan dua perawat. Biung memegang erat tanganku.

“Mas Biung ikut ke UGD.“

“Gak usah Yung.“

“Ikut lah Mas.“

“Tidak usah Yung.“

“Ikut lah ya Mas.“

“Tidak usah lah Yung.“

“Ikut ya Mas.“

“Biung kan baru saja dioperasi perlu banyak istirahat lah.“

“Jadi?“

“Biung tidak usah ikut ya.“

“Ya ya Mas.“

“Biung istirahat di sini dulu nanti aku balik sini Yung.“

“Ya ya Mas,“ jawab Biung wajahnya memerah. Penuh dengan rasa kebingungan.

“Dah ya Yung aku ikut ngawal sampai ke UGD.“

“Ya Mas “

“Sana masuk istirahat dulu ya Yung.“

“Ya,“ jawab Biung singkat dengan menundukkan kepalanya.

Aku berjalan mengikuti arah tujuan dua perawat dan Dokter. Masuk pintu khusus. Naik liv sebentar kemudian masuk ruangan UGD. Langsung diperiksa diruangan khusus. Aku disuruh menunggu di ruang tunggu UGD. Aku melihat dua Dokter datang lagi langsung masuk ruang UGD. Memeriksa bapak Suherman.

Di ruang tunggu UGD batinku bergejolak. Badannya terasa panas. Detak jantungnya tidak beraturan.

“Kenapa? Ya bapak Suherman. Ko tiba-tiba bisa pinsan. Mungkin merasa kecapain. Kurang istirahat.“ Batinku duduk di ruang tungu UGD.

       

 

1 komentar: