Minggu, 23 Oktober 2022

Sarmi Masuk UGD

 

pixabay.com


Oleh. Agus Yuwantoro

Pelukis dan Parfum  ke-37

 

      Biung pelan-pelan melepaskan pelukanku. Tapi tatapan Biung selalu menuju kedua bola mataku. Aku tersenyum menyambut tatapan Biung. Penuh dengan aura cahaya kerinduan tersimpan dalam kehidupannya selama ini. Biung menunjukkan arah jalan menuju UGD rawat inap Puskesmas Kecamatan. Menggandeng tanganku erat sekali.

      “Mayoo Mas nenggok Sarmi.“

      “Ya Yung.“

      “Tapi tidak boleh masuk loo Mas.“

       “Ya.“

       “Biung biasa nunggu di luar UGD.“

       “Kenapa?”

       “Dilarang petugas, bahaya Mas.“

       “Bahaya Yung?”

       “Iya Mas Sarmi urutan nomer lima di UGD.“

       “Iya Yung.“

       “Satu minggu lalu pasien satu- persatu meninggal dunia Mas.“

      “Mudah-mudahan Sarmi cepet sembuh ya Yung.“

      “Aamin, aamin.“

      “Laa itu ruang apaan ya Yung.“

      “Itu juga ruang karantina terpapar covid 19.“

      “Loo kok tidak dibawa RSU Kabupaten?“

      “Sudah penuh di RSU, Mas.“

      “Makanya ada yang di sini. Bahkan ada di gedung olah raga, Mas.“

      “Iya Yung.“

      “Iya Mas bahkan setiap desa menyediakan ruang khusus untuk karangtina.“

     “Oo begitu too Yung.“

     “Tahun ini sedang muslim bagebluk : bencana, Mas harus banyak eling Gusti Alloh.“

                “Iya Yung.“

 Kita ini orang kecil, bisa makan tiap hari saja sudah beruntung, Mas.”

“Iya Yung.“

“Makanya banyak syukur dengan Gusti Alloh.“

“Iya.“

“Sholat jangan ditinggalkan, ngamal, sedeqah nambah berkah barokah.“

“Iya Yung.“

“Musim pagebluk: musibah ini adalah ujian manusia hidup Mas.“

“Iya Yung.“

“Tidak boleh menyalahkan musim pagebluk: bencana.”

“Iya.“

“Musim pagebluk, bencana bisa sebab musabab perilaku manusia bumi sendiri. Serakah. Gragas. Manggas. Mementingkan perutnya sendiri. Tidak pada rukun hidupnya. Konflik sara : Suku adat ras agama. Sebagian terbunuh dengan sia-sia. Orang-orang pandai pada cekcok diatas mimbar dan rapat. Bocah-bocah terpelajar : Mahasiswa, pelajar pada berkelahi massal di jalan. Tokoh panutan agama rebutan kursi jabatan. Janda, fakir miskin, yatim piatu dibiarkan hidup bebas miskin bahkan dibiarkan kelaparan. Sementara siaran di Televisi setiap hari memberitakan daftar nama pejabat Negri Korupsi. Ini jelas melahirkan musim bagebluk : bencana!“

“Iya Yung.“

“Bahkan sampai detik ini virus covid 19 belum ada obatnya, Mas.“

“Iya Yung.“

“Malah para ahli tiem kesehatan banyak yang kena kok, Mas.“

“Iya.“

“Kasihan maraika garda paling terdepan ada Dokter, Bidan, Perawat, para analis kesehatan satu-satu berguguran Mas.“

“Iya Yung dIa Pahlawan covid 19.“

“Iya Mas.“

“Sarmi sudah berapa hari di UGD ya Yung.“

“Hampir seminggu Mas.“

“Mudah- mudahan cepet sembuh ya Yung.“

“Iya ya Mas. Harus banyak berdoa. Kita ini hanya bisa membantu lewat berdoa dengan Gusti Alloh. Tuhan : Maha pencipta seisi jagat alam raya.

Menciptakan hidup mati kita. Memberikan rezeqi semua mahkluk hidup. Tapi sangat sedikit orang yang pandai cerdas mensyukuri nikmat pemberian Gusti Alloh. Pada kufur. Tidak ahli syukur. Hidup penuh keluh kesah. Tidak merasa cukup. Gragas. Diperkosa waktu mengejar harta. Gusti Alloh malah ditinggalkan. Memburu harta kekayaan, jabatan dengan paranormal : dukun. Syriik. Menyekutukan Tuhan. Dosa besar itu, Mas. Beribadah hanya setahun seakali. Ramai-ramai berbondong ke Masjid. Dengan sandal, baju, sarung, mukena serba baru. Bahkan menjadi ajang pamer mobil terbaru dipanjang halaman mesjid dan tanah lapangangan. Ketika mau berjamaah sholat Idul Fitri dan Adha.’

“Betul Yung.“

“Beribadah sholat massal idul fitri dan adha sebagai bukti taatnya pada Gusti Alloh. Hanya simbolis tanpa makna dan gerakan amalan benar. Setelah itu kembali pada habitat yang sebenarnya, Tetep hidup gragas. Mangas. Segala cara ditempuh demi uang. Melupakan Guti Alloh. Makanya musim pagebluk : musibah terus berdatangan. Tanah pada longsor. Banjir. Badai topan. Shunami. Kebakaran pasar dan hutan. Gunung-gunung menyemburkan api panas. Bencana kecelakaan alat transpormasi baik darat udara laut. Di tambah anggota dewan terhormat berkelahi diatas meja rapat. Kaum terpelajar pada berkelahi massal sampai terbunuh sia-sia di pinggir bibir jalan kampusnya. Makanya pada eling. Eling. Guti Alloh ya Mas.”

“Iya ya Yung.”

“Kita memang dilahirkan orang pinggiran yang penting ngibadah tulus ikhlas. Ngibadah dasarnya lilahitanggala : hanya mengharap keridhoaan Gusti Alloh. Banyak syukurnya pada Gusti Alloh. Hidup ayem tentrem. Tidak gragas. Mangas. Biar tidak cepet stres ya Mas.“

“Iya Yung.“

“Tuu Mas ada salah satu petugas manggil Biung.“

“Aku saja ya Yung yang datang.“

“Iya ya Mas.“

“Biung di sini saja gak apa-apa.“

Aku berjalan menuju arah petugas yang memanggil Biung. Masuk ke ruangan Dokter. Ruangan kerja serba terang. Cat tembok warna putih. Cahaya lampu bersinar cerah. Lantainya keramik putih. Saking bersihnya kelihatan bayangan tubuhku dibawah lantai keramik. Dokter sudah siap duduk dipojok ruangan. Berdiri. Tersenyum. Jaga jarak. Sambil berucap.

“Silahkan duduk.“

“Terima kasih, Dok.“

“Saudaranya Sarmi.“

“Betul, Dok.“

“Begini perkembangan Sarmi dari hari ke hari semakin memburuk.“

“Maksud Dokter?“

“Kami sudah berusaha yang terbaik demi kesembuhan Sarmi.“

“Aku siap bayar berapapun Dok yang penting Sarmi Sembuh.“

“Bukan masalah biaya.“

“Masalahnya apa Dok ?”

‘”Virus covid 19 sangat cepat menyerang.“

“Iya ya Dok.“

“Virus ini menyerang tidak hanya disini saja. Seluruh dunia terpapar virus ini. Semua tiem kesehatan prihatin. Sudah berusaha melakukan terbaik demi penanganan virus covid 19. Walaupun harus nyawa taruhannya.”

“Iya ya Dok. Jadi perkembangannya Sarmi gimana?“

“Kami sudah berusaha memberikan pelayan terbaik.“

“Terima kasih Dok.“

“Sekarang perbanyak doa-doa. Hanya kekuatan doa-doa pada Tuhan mengalahkan segala reser obat Dokter.“

“Iya Dok.“

Ketika aku mau pamit keluar ruangan Dokter. Tiba-tiba perawat bagian laborat. Sergamnya serba putih bernama Mustika Jannah tertulis diatas saku sebelah kanan.

“Maaf mohon izin Dok. Pasien bernama Sarmi di UGD kejang-kejang, Dok?”

“Iya ya.“

Dokter langsung berdiri. Keluar bersama perawat bagian laborat menuju UGD dengan pakain khusus seperti astronot. Aku dilarang mengikutinya bahkan tidak boleh masuk UGD. Aku mendekati Biung. Wajah biung mulai pucat. Duduk bersandar pada tembok. Kedua kakinya slonjor kebawah. Kedua bola matanya sayu. Biung duduk di kursi ruang tunggu. Kepalanya disandarkan tembok. Kedua tangannya mendekap tas cangklongku. Aku tidak berani menyentuh tubuh Biung. Apa lagi menyapa. Aku biarkan Biung tidur nyenyak. Bahkan aku berusaha mengusir nyamuk dan lalat yang mencoba mendekati tubuh Biung.

Sepuluh menit kemudian Dokter mendekatiku. Kepalanya menunduk kebawah. Menatapku tajam. Kemudian berucap pelan di balik masker berwarna biru yang menutupi rapat mulut dan sebagian hidungnya. Sampai maskernya bergerak menggelembung kedepan.

“Mohon maaf kami sudah berusaha terbaik. Tapi Tuhan berkendak lain. Sarmi meninggal dunia.“

“Meninggal dunia?”

“Iya.“

“Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.“

“Baiknya proses pemandian jenasah juga pemakaman wajib protokoler.“

“Maksud Dokter?“

“Harus tiem khusus yang menangani.“

“Baik, Dok.“

“Tiem khusus yang sudah diklat.“

“Mari ikut ke ruangan kami.“

“Siapp Dok.“

Aku berjalan mengikuti dari belakang. Tetap jaga jarak. Dokter masuk ruangan kerja. Melepaskan baju seperti astronot. Kemudian dimasukkan tong sampah khusus. Masuk kamar mandi kemudian keluar. Duduk di kursi kembali. Dokter menyiapkan surat-surat persetujuan proses pemakaman protokoler. Aku disuruh menandatangani surat persetujuan. Setelah menandatangi  Aku keluar ruangan Dokter. Menyusul Biung di ruang tunggu. Ternyata Biung sudah tahu kalau Sarmi sudah meninggal dunia di UGD.

Biung tabah. Tatag. Sabar. Menghadapi semua ini. Kedua bola mata Biung memerah menahan tangisnya. Keringatnya keluar dari ujung hidungnya. Biung tetap tegar. Selama menunggu Sarmi Biung sudah terbiasa menghadapi kematian. Kata Biung sehari sebelum meninggal dunia. Adiknya Bah Shiong bernama Yam Shin juga sudah meninggal dunia. Yam Shin pemilik toko mebel daerah Bumiayu. Bahkan sering menjemput kepulangan Supraptiwi di Bandara ketika ia mendapatkan libur satu tahun sekali kerja di Singapura.  Yam Shin meninggal dunia terpapar covid 19. 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar