Minggu, 30 Oktober 2022

Pemakaman Sarmi Protokoler

 

pixabay.com


Oleh. Agus Yuwantoro

Pelukis dan Parfum ke-38

 

      Sarmi anak angkat asuhku meninggal dunia terpapar virus covid 19. Menyusul kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia tujuh tahun lalu. Pukul dua belas malam proses pemakaman dimulai. Hanya petugas khusus boleh memakamkan. Bertujuan untuk menghindari kerumuman massa tidak tertular virus covid 19. Maka pemakamannya tengah malam. Bahkan aku dan Biung tidak boleh masuk ke tanah makam. Menunggu berdiri di gang pintu jalan masuk pemakamam umum. Bersama beberapa perangkat desa. Anggota Koramil dan Polsek kecamatan. Pukul setengah satu malam pemakamam selesai. Petugas khusus masuk mobil satu persatu meninggalkan tanah makam umum desaku.

       Biung mendekatiku sambil memegang erat tanganku. Kedua pipinya pucat. Kedua bola matanya basah memerah. Hidungnya kempas-kempis. Memegang erat sekali pergelangan tanganku. Kemudian Biung berucap.

      “Di sini mas tujuan akhir kehidupan manusia.“

     “Iya Yung.“

     “Hidup ini terbagi berbagai alam.“

     “Maksud Biung.“

“Dulu masih janin hidup di alam kandungan. Alam kenyataan seperti sekarang ini. Sarmi menempuh kehidupan di alam kubur. Besok bangun masuk alam hisab : perhitungan terakhir. Apakah kita masuk Surga atau Neraka. Semua tergantung amal perbuatan kita hidup didunia ini Mas.“

“Ya iya Yung.“

“Satu persatu mulai meninggalkan Sarmi. Baik petugas yang memakamkan. Perangkat desa. Anggota Koramil dan Polsek Kecamatan. Kemudian kita meninggalkan Sarmi. Pulang kerumah masing masing. Menjadi teman setia Sarmi tinggal amal perbuatan terbaik.“

“Ngibadah pada Gusti Alloh ya Yung.“

“Betul, Mas.“

“Hanya amalan ngibadah, sedekah. Sodakhoh, amal jariyah, memberikan ilmu bermanfaat  menemani Sarmi.“

“Iya Yung.“

“Mari kita doakan terbaik untuk Sarmi agar mendapatkan ampunan dari segala kesalahan dan dosa-dosanya ya Mas.“

“Iya Yung.”

Aku dan Biung masih berdiri di depan pintu gang masuk jalan tanah makam umum. Berdoa terbaik pada Tuhan. Semoga semua amalan ibadah Sarmi diterima menghantar ke pintu masuk syurganya Tuhan. Aku melirik Biung bibirnya komat-kamit membaca doa-doa terbaik bagi Sarmi.

Setelah itu aku dan Biung berjalan pulang ke rumah. Dibelakang ditemani dua limas kampungku dengan membawa senter menyala. Cahaya terang menerangi langkah kaki Aku dan Biung. Sambil berjalan Biung tetap memegang erat pergelangan tanganku. Sambil berucap.

“Mas.“

“Iya Yung.“

“Ternyata harta benda, pangkat, keluarga tercinta tidak bisa menjadi teman dalam alam kubur ya Mas.“

“Iya Yung.“

“Makanya hidup terbaik adalah selalu ihklas menerima pemberian dari Tuhan.“

“Betul Yung.“

“Buktinya banyak orang sehabis mengantarkan tanah makam belum mampu mengambil pelajarannya.“

“Iya ya Yung.“

“Terus memburu harta benda, jabatan, kekuasaan hanya kebahagian sesaat.“

“Betul Yung.“

“Harta benda, jabatan, kekuasaan semu belaka. Ditinggalkan ketika kita wafat. Tidak dibawa kelam kubur.“

“Iya Yung.“

“Hanya amalan ngibadah terbaik pada Gusti Alloh jadi teman setia.“

“Betul ya Yung.“

“Iya si Mas.“

“Iya Yung.“

“Sudah tau belum  kabarnya Pak Guru Sakim.“

“Ada apa Yung.“

“Sekarang ikut program Transmigrasi di Luar Jawa.“

“Kemarin telpon Aku kasih kabar Sarmi masuk UGD.“

“Betul Mas.“

“Setelah itu pamit Biung Transmigrasi.”

“Transmigrasi Yung.“

“Iya betul.“

“Sekeluarga.“

“Iya Mas. Pak Sakim curhat pada Biung. Seminggu sebelum berangkat Transmigrasi. Jadi guru wiyata bakti honornya tidak cukup untuk biyaya kehidupannya. Sebulan cuma dapat bayaran enam ratus ribu rupiah. Begitu juga sering menjadi ban serep Guru-guru yang sudah diangkat. Alasannya mau kondangan. Rapat. Takziah. Nenggok bayi temennya. Pak Sakim sudah berkali-kali ikut ujuian CPNS. Tidak lulus. Mau kuliah S.1 tidak ada biyayanya. Untuk mendapatkan tunjangan sertifakasi ia hanya lulusan Diploma dua tahun. Tidak punya izasah S.1. Makanya ikut transmigrasi sambil menjadi guru disana. Tujuannya bisa diangkat PNS. Mas.”

“Begitu too Yung?“

“Iya Mas.“

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar