Oleh. Agus Yuwantoro
Pelukis dan Parfum ke-34
Pukul sembilan pagi Singapura.
Aku dan Supraptiwi masuk pintu gerbang
Markas Besar Polisi Singapura. Turun dari mobil sedan dinas Polisi Singapura.
Langsung disambut beberapa anggota Polisi dengan seragam preman. Penuh dengan
wajah sumringah persahabatan. Satu persatu memberikan salam. Berjabat tangan
bahkan ada yang memelukku sambil berucap.
“Maafkan kami semua ya Mas.“
“Iya ya,“ jawabku singkat.
Wartawan cetak dan eloktronik saling berebutan motret aku dan
Supraptiwi. Dari samping kanan kiri belakang bahkan depan. Wartawan televisi
Pemerintah dan swasta berebutan meliputi kedatanganku dengan Supraptiwi di
Markas Besar Polisi Singapura.
Jam setengah sepuluh pagi Singapura
Acara jumpa pres dihadiri sebagian anggota Polisi Singapura
sudah siap duduk rapi berbanjar. Wakil Komandan Forensik ahli sidik jari datang
dikawal dua polisi dengan seragam lengkap. Aku dan Supraptiwi duduk paling
depan. Dibelakang para tamu undangan khusus menyaksikan acara kata maaf menuduh
Supraptiwi pelaku tunggal pembunuhan keluarga besar Kim Sam.
Setelah diteliti petugas khusus Forensik ahli sidik jari.
Dipimpin langsung komandan Lee Shim Pret di TKP bersama anak buahnya. Ditemukan
CCTV disetiap pojok rumahnya Kim Sam. Setelah diolah datanya ternyata hasil
rekaman CCTV Kim Sam menaruh racun kedalam minuman teh manis untuk keluarganya.
Berakibat semua keluarga besarnya tewas di tempat. Berdasarkan hasil rekaman
CCTV di rumahnya Kim Sam. Maka Supraptiwi bebas dari semua tuduhan dan hukuman
mati.
Jam sepuluh pagi Singapura
Acara resmi jumpa pres dimulai. Dibuka langsung oleh salah
satu pimpinan tertinggi Polisi Singapura berbintang tiga. Di atas mimbar ia
memberikan kata sambutan permohonan maaf. Singkat padat jelas kepada Supraptiwi
dan aku. Berucap sambil melihatku.
“Mohon maaf nona
Supraptiwi dan Dimas Prihatin. Kami mewakili keluarga besar jajaran Polisi
Singapura anda tidak bersalah sekali lagi kami mohon maaf. Sekian terima kasih.“
Sesudah itu
disusul sambutan Supraptiwi diatas mimbar. Minta didampingi aku berdiri sebelah
kanan. Sesuwai dengan rencana dari awal kata sambutan dari Supraptiwi singkat
padat jelas. Acara jumpa pres selesai. Semua wartawan langsung membuat berita
baik media cetak, elektronik, televisi Pemerintah dan swasta. Memperbaiki nama
baik Supraptiwi sebab sudah tercemar dalam pemberitaannya. Sebagai pelaku
pembunuh tunggal keluarga besat Kim Sam.
Petuga Polisi
Singapura sangat tegas menindak pelaku kejahatan. Ketika terbukti salah
dikuatkan bukti kuat langsung mendapatkan sangsi hukumannya. Tidak ada sistem
kong kali kong : aliasnya semua bisa diselesaikan dengan Uang. Apa lagi
mengedepankan proses hukum dengan metodologi UUD : Ujung Ujungnya Duit. KUHP :
Kasih Uang Hilang Perkara. Mengakibatkan dunia hukum keadilan tumpul. Kebawah
runcing keatas tumpul. Bahkan membisu dan tuli.
Tidak bisa perpihak pada kebenaran. Persis patung dewa
keadilan kedua bola matanya ditutupi dengan kain hitam. Sehingga tidak mampu
melihatan kebenaran yang ada. Walupun benar bisa salah. Sebaliknya kesalahan
bisa berubah kebenaran. Rasa keadilan sudah seperti pasar lelang ikan di
pelabuhan. Menimbulkan peradaban manusia salah kaprah. Melahirkan hukum rimba
berdasi : siapa kuat menang siapa lemah kalah.
Pukul sebelas siang
waktu Singapura.
Acara jumpa pres selesai. Aku dan Supraptiwi masuk ruangan
khusus suruh tanda tangan ini tanda tangan itu. Dihadapan beberapa saksi baik
dari warga sipil dan beberapa anggota Polisi Singapura. Supraptiwi disuruh
menulis nomer rekening tabungannya. Sejumlah uang dengan mata dolar berpindah
ke nomer rekening Supraptiwi. Sebagai pengganti pencemaran nama baiknya.
Beritanya sudah viral di semua media massa baik cetak dan eloktronik.
Ternyata bukan hanya Supraptiwi saja yang menerima uang. Akan
tetapi aku juga menerima uang sebagai ganti rugi. Menyempatkan waktu tenaga
pikiran dalam membantu tiem Forensik Polisi Singapura bidang ahli sidik jari.
Dianggap memberikan konstribusi sumber kebenaran di TKP. Begitu juga sebagai
saksi hidup dalam proses mencari barang bukti sebagai kekuatan hukum dalam
menentukan hukum positif.
Setelah menerima uang Aku dan Supraptiwi pulang di antar
langsung seorang petugas anggota Polisi singapura yang sama. Sampai di KBRI
temen-temennya Supratiwi menyambut dengan penuh haru dengan derai air mata.
Supraptiwi bebas dari semua tuduhan dan hukuman mati di Singapura. Satu hari
kemudian Aku dan Supraptiwi mulai peking : semua barang dibungkus dengan kerdus
dengan rapi. Menyiapkan tas pakain dan lain-lainnya.
Rencananya awal aku mengawal pulang kampung Supraptiwi
setelah selesai semua permasalahanya di Singapura. Ternyata harus menunggu tiga
hari lagi. Supraptiwi harus mengurus surat ini surat itu. Butuh waktu tiga hari
lagi. Ketika aku sibuk merapikan bekal untuk pulang kampung hpku berbunyi tanda
ada telpon masuk aku lihat tanda panggilan masuk ternyata dari Pak Sakim
tetangga desa rumahku.
“Haloo, halooo.“
“Iya ya halo.“
“Bener ini Dimas Prihatin.“
“Betul betul ini siapa.“
“Pak Sakim sebelah rumah Biungmu.“
“Ooo ya ya Pak Sakim guru SMPdi wilayah Cilacap.“
“Iya ya betul betul.”
“Ada apa ya Pak Sakim.“
“Itu si Sarmi sudah dua hari masuk UGD Puskesmas rawat inap,
Mas.“
“Kenapa?”
“Menurut pak Mantri suntik kena covid.“
“Covid.“
“Iya ya, bahkan tidak
ada gejalanya.“
“Keadannya gimana si Sarmi.“
“Badannya panas menggigil, muntah-muntah dan batuk pilek
sekarang masih di UGD. Tidak boleh dijengguk olah siapapun kecuali petugas
khusus kesehatan.“
“Biung di Puskesmas.“
“Iya ya Biungmu yang nunggu tapi tidak boleh mendekati ruang
UGD.“
“Biungmu pesan sudah selesai urusannya si Supraptiwi suruh
pulang secepatnya Mas.”
“Iya ya terima kasih informasinya Pak Sakim.“
“Ya ya sama sama cepet pulang ya Mas.“
“Ya ini sedang peking barang barangnya Supraptiwi.“
“Pokoknya cepet pulang kasihan biungmu tidak ada yang ganti
nunggu si Sarmi.“
“Iya ya besok pagi saya pulang sendiri.“
“Loo kok sendiri Mas kan harus dengan Supraptiwi.“
“Supraptiwi harus ngurus surat ini surat itu pak Sakim.“
“Oo ya sudah nanti sore Bapak nemui Biungmu kalau mas besok
pulang.“
“Iya ya Pak terima kasih.“
“Masama cepet pulang ya Mas.“
“Ya pak Sakim,“ jawabku sambil merapikan bungkusan dalam
kerdus. Supraptiwi mendekatiku.
“Telpon dari siapa ya Mas.“
“Pak Sakim “
“Pak Sakim pak Guru SMP di wilayah Cilacap itu.“
“Iya ya “
“Kan rumahnya samping pasar hewan itu si Mas”
“Betul- betul tepatnya pas tepi jalan tikungan tajam pasar
hewan.“
“Ada info apa Mas.“
“Si Sarmi anak asuhku masuk UGD terpapar covid.“
“Covid?”
“Iya.“
“Lalu.“
“Aku disuruh cepat pulang sebab Biung tidak ada gantinya
nunggu si Sarmi”
“Gak apa-apa itu lebuh baik.“
“Iya ya tapi aku kan harus mengawalmu sampai selesai.“
“Lebih penting si Sarmi dan Biungmu Mas, demi kebaikan
semuanya.”
“Jadi pulang sendiri.“
“Tidak apa kan butuh tiga hari lagi ngurus surat-suratnya Mas.“
“Jadi baiknya gimana?“
“Mas besok pulang dengan pesawat jam pertama besok aku antar
sampai bandara mas.“
“Ya ya terima kasih.“
“Tapi sebelum pulang aku titip sedikit uang untuk Biungmu
sekedar membantu biyaya perawatan si Sarmi ya Mas.”
“Tidak usah.“
“Udah lah diterima aja Mas.“
“Ya ya terima kasih.“
“Ini aku titip ATMku, perhiasanku, kan nomer pin ATMku Mas
sudah tahu.“
“Iya ya.“
“Enam dijit ya mas terakhir angka tiga ya Mas.“
“Tapi uang ini kan banyak banget.“
“Ga apa-apa dibawa pulang Mas, syukur-syukur Mas beli pasir,
batu kali, bata merah dan besi untuk persiapan mendirikan sekolahan taman
kanak-kanak biar pinter tidak jadi babu seperti aku.“
“Iya ya.“
“Bener ya Mas.“
“Ya iya.“
“Peluk aku Mas.“
“Malu banyak orang.“
“Gak apa-apa paling cuma tiga menit, ayoo peluk aku Mas.“
Aku berdiri persis
didepan Supraptiwi. Kali ini raut wajah Supraptiwi bercahaya cerah persis
cahaya matahari pagi. Indah. Sejuk menawan. Kedua bola matanya memancarkan rasa
semringgah. Bombong. Bungah. Penuh kebahagian. Hatinya lepas terbang bahagia
dari segala beban kehidupannya. Bebas dari segala tuduhunan dan hukuman.
Supraptiwi merasa damai bahagia sekali ketika aku memeluk rapat tubuhnya.
Supraptiwi berucap dalam pelukanku.
“Cuma memeluk tok Mas.“
“Iya ya.“
“Cium dongg Mas?”
“Ya,“ jawabku sambil mencium jidat lalu kedua pipinya.
Supraptiwi tersenyum semringgah bombong lalu memeluk erat tubuhku sambil
berbisik ditelingaku.
“Mas langsung ngurus persyarat Nikah kita ya.”
“Ya.“
“Bilang Rama dan Biungku ya Mas.“
“Ya iya.“
“Bener ya Mas.”
“Yaa”
“Janji loo Mas.“
“Aku sudah sampai rumah Biung langsung ke rumah Ramamu.“
“Trims banget ya Mas.“
“Apa baiknya kita lamaran dulu ya Dik.“
“Tidak usah lamaran-lamaran langsungan aja lah Mas.”
“Oke.“
“Semakin cepat semakin baik lah Mas.“
“Iya ya Dik.“
Aku melihat kedua bola matanya Supraptiwi bening. Indah.
Seperti beningnya air telaga jernih sejuk bening. Ada rasa cinta dan kedamaian
dikedua bola matanya. Aku merasakan tatapan wajah Supraptiwi penuh rasa
kebahagian luar dalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar