Rabu, 17 Agustus 2022

Tak Bisa Ditahan

 

pixabay.com


Eka Widianingsih

 

“Bu, sudah tahu belum, Om Toni katanya mau menikah lagi?” kata Bi Minah tiba-tiba memecah kesunyian. Aku yang sedang konsentrasi menghitung dan memilah nota terhenyak mendengarnya. Om Toni adalah sebutan untuk tetangga belakang rumahku yang saat ini sedang merantau di negeri seberang. Dalam kesehariannya ia tidak pernah terlihat aneh, lurus, penuhi standar imam rumah tangga yang solih dan tidak mengenal distorsi kehidupan. Berita tentang keinginan Om Toni yang konon ceritanya akan menikah lagi menjadi sesuatu yang sulit diterima oleh orang-orang yang mengenalnya.

Aku yang mengenal baik Om Toni merasa tak percaya mendengar berita itu. Ya, Om Toni selain sebagai tetangga dekatku, dia juga kukenal sebagai sesama jamaah salat di masjid. Orangnya rajin berjamaah, bahkan boleh dikatakan tak pernah absen. Selama tidak sedang merantau ruang geraknya hanya sekitar rumah dan masjid. Jarang berkumpul sekedar ngobrol santai dengan orang-orang sekitar. Di antara kelebihan dia adalah sangat menyayangi dan dekat dengan ibundanya. Bagi Om Toni ibundanya segalanya, apa kata ibundanya selalu dipatuhi walaupun kadang harus berseberangan dengan keinginan dirinya.

Belum hilang rasa heran dan penasaranku, tiba-tiba aku lihat Om Toni sudah kembali berjamaah di masjid. Wajahnya nampak tak sesumringah biasanya. Jalannya gontai seperti menahan lelah. Sepulang berjamaah saya bertemu dengan ibunda Om Toni. Tiba-tiba beliau mendekatiku dan bercerita tentang Om Toni. “Dia kusuruh secepatnya pulang dari rantau, setelah habis semua uang hasil kerja kerasnya selama 6 bulan berjualan kain di sana,“ kata ibunda Om Toni sambil menuju rumahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar