Senin, 15 Agustus 2022

Satu Hari Lagi Aku ke TKP

 

pixabay.com


Oleh. Agus Yuwantoro

Pelukis dan Parfum Bab. 29

 

     Kurang satu hari lagi aku mendampingi Supraptiwi wajib datang ke TKP. Terjadinya kasus kematian keluarga besar Kim Sam di ruang khusus pribadinya. Semua keluarganya tewas dalam posisi duduk. Di atas meja gelas- gelas berserakan bercampur air yang tumpah sampai taplak mejanya basah. Ada satu gelas putih ditemukan sidik jari Supraptiwi. Baru taraf praduga ia sebagai pelaku utama terbunuhnya keluarga besar Kim Sam. Pengusaha perhiasan emas cukup terkenal toko-toko perhiasan emas di tanah Jawa.

     Jam sembilan malam waktu Singapura.

     Aku tidak bisa tidur di salah satu kamar perumahan dinas KBRI Singapura. Selimut, bantal, bahkan obat nyamuk elektrik berbau harum di kamar tidur sudah siap menemani tidur malamku. Posisi tidurku berubah-rubah. Dari posisi miring kanan kiri, tengkurap, ke kanan lagi sambil memeluk bantal guling. Tetap tidak bisa tidur.

Jam sepuluh lebih lima menit waktu Singapura

Aku tidak bisa tidur. Malah teringat kawan kecil kampungku si Kampret adik kandungnya Jitong. Jitong maniak pemburu juga penjual batu akik sampai ke Bali. Jitong tewas dalam pemburuannya batu akik di wilayah Tasikmalaya. Hasil visum Dokter Puskesmas Jitong tewas terindikasi covid 19. OTG : orang tanpa gejala terpapar covid 19.

Kampret adik kandung Jitong dilahirkan dari pasangan suami istri sah. Pak Gendon dengan yu Walmi.  Biungnya Kampret asli dari kampungku. Sedangkan ayahnya Jitong dan Kampret dari desa Kracak wilayah kecamatan Ajibarang salah satu daerah kabupaten Banyumas. Pak Gendon setiap hari jualan keliling mainan anak-anak. Miniatur mobil-mobillan, alat memasak, perlengkapan rumah tangga dari plastik. Menyediakan bermacam bentuk boneka, segala macam gambar dari hewan sampai wayang Jawa. Setiap hari menjual di depan pintu gerbang masuk PAUD dan TK. Berjalan dagangannya dipikul depan belakang dengan pikulan bambu wulung

Istrinya di rumah usaha membuat tempe bongkrek khas makanan orang-orang pinggiran. Sudah lima tahun olahan usaha tempe bongkret lancar. Tanpa ada masalah. Baik yang dijual mentah maupun sudah menjadi. Bahkan terkenal di kampungku gorengan tempe bongkrek yu Walmi enak pulen gurih cocok untuk lauk sarapan pagi.

Mendekati tahun ke-enam olahan tempe bongkrek yu Walmi tiba-tiba meracuni suami tercinta. Gendon suaminya yu Walmi. Sehabis sarapan dengan lauk gorengan tempe bongkrek langsung muntah-muntah. Badannya lemas. Tubuhnya membiru semua. Ketika warga kampung mau memandu dengan kursi risban ke Puskesmas terdekat. Gendon suaminya tercinta yu Walmi juga ayahnya Jitong dan Kampret. Tewas. Keracunan tempe bongkrek.

 Semenjak suami tercinta meninggal dunia. Roda ekonomi yu Walmi mulai goyah bahkan terpuruk. Semua warga kampungku tidak mau membeli lagi tempe bongkreknya takut tewas keracunan. Yu Walmi bangkrut total. Untuk membiayai kehidupan harian semakin berat. Ketika Jitong mau masuk esempe dan adiknya Kampret klas lima esde.  Yu Walmi nekat melamar bekerja di Singapura lewat agen calo tenaga kerja luar negri. Sebagai tenaga pembantu rumah tangga. Babu di Singapura.

Tahun pertama bisa membangun lantai rumah dulunya hanya tanah liat dipelur dengan semen berwarna hitam mengkilat. Membuat dapur, WC dan kamar mandi. Dinding rumah dari tabag : anyamam bambu diganti separo bata merah. Tahun kedua bisa melunasi hutang-hutangnya. Bahkan mampu menabung untuk sekolahnya Jitong dan Kampret. Tahun ketiga beli satu ekor sapi betina untuk tabungan. Dititipkan mbah Sarman ahli ingon-ingon : merawat sapi. Di sekolahan Kampret aktif mengikuti kegiatan pramuka dan rajin ikut kegiatan bela diri pencak silat.

Kampret rajin ikut kegiatan bela diri pencak silat Tapak Suci. Mampu menjadi juara tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi. Tidak hanya mahir pencak silat tapi juga titis menembak bajing dengan senapan angin merek Binyamin seri 336 E buatan Bandung. Beli di pasar loak Karangluas. Setiap minggu ikut gabung pemburu hewan Bajing suka makan kopi, coklat dan kelapa. Kampret paling titis bahkan bersaing dengan Simanjuntak mantan pensiunan anggota Koramil wilayah kecamatan Pekuncen. Sewaktu masih tugas resmi di TNI Simanjuntak salah satu pasukan Infantri. Sebagai sniper : jago tembak dengan senjata laras panjang.

Kampret baru kelas tiga esempe mampu bersaing nembak bajing dengan Simanjuntak. Bedanya cuma dua atau tiga ketika berburu Bajing. Setelah Kampret pulang ikut Jamnas : Jambore Nasional di Cibubur Jakarta. Biungnya pulang kampung bersama lelaki bermata sipit warna kulitnya putih. Persis orang Cina. Melamar menikah resmi Biungnya Jitong dan Kampret. Nikah resmi di KUA Kecamatan. Setelah itu Kampret ikut Biungnya ke Singapura. Melanjutkan esema di Singapura. Menurut kabar burung Kampret berhasil masuk Sekolah Akademi Polisi Singapura.

Berbekal beberapa lembar piagam juara bela diri pencak silat Tapak Suci juga juara menembak di Singapura. Kampret berhasil masuk Akademi Kepolisian Singapura. Hampir lima belas tahun aku belum pernah ketemu si Kampret adiknya Jitong.Aku masih ingat ada tahi lalat disebelah pipi kirinya. Menjadi ciri khas Kampret. Sekarang aku di Singapura tapi wilayahnya luas. Aku tidak paham nama kota-kota Singapura. Apa lagi tempat tinggalnya Biungnya Kampret. Tidak tahu. Bahkan no hppun tidak punya. Lamunanku buyar pecah ambyar. Ketika aku kaget mendengar buah kelapa kering jatuh. Suara kelapa jatuh ditanah. Blukk suaranya. Aku gaget langsung bangun berdiri. Kemudian disusul suara blarak : daun kelapa kering jatuh ke tanah. Aku berdiri samping ranjang tidurku.

Jam malam sebelas lebih lima menit Singapura.

Aku tetap tidak bisa tidur. Aku membuka korden kamar tidurku bergambar kupu-kupu berwarna unggu terong. Aku melihat halaman KBRI. Sunyi. Sepi. Hanya terdengar suara tawa lirih tiga Satpam KBRI sedang asyik bermain kartu Remi. Ketika aku melihat di bawah pohon pisang raja nangka hijau. Supraptiwi duduk sendiri di atas kursi besi berwarna biru laut. Tampak jelas wajah Supraptiwi agak gelisah lewat cahaya lampu hias KBRI.

Aku memakai jaket parasit, kaos kaki. Keluar kamar menyusul Supraptiwi duduk sendiri jam tengah malam. Semilir angin basah menampar wajahku. Malam semakin dingin. Lampu hias di sekitar KBRI bercahaya terang. Aku mendekati Supraptiwi. Supraptiwi agak kaget. Menatapku tajam. Tersenyum. Tiba-tiba memelukku erat sekali. Aku dekap erat-erat. Kami berpelukan panjang tanpa kata dan tatapan mata. Setelah itu aku duduk berdekatan dengan Supraptiwi.

“Kok belum tidur ya Mas?”

“Tidak bisa tidur.“

“Kenapa? “

“Gak tau, Dik.“

“Apa mikirin masalahku ya Mas?“

“Enggak.“

“Lalu kenapa?”

“Yang jelas malam ini tidak bisa tidur.”

“Dingin ya Mas, Sini lebih dekat denganku.“

“Ya.“

“Ayoo yang deket lagi, Mas.“

“Iya ya.“

“Dekap tubuhku Mas.“

“Ya.“

“Ayoo dekap yang erat-erat Mas.“

“Iya ya.“

“Jangan hanya iya iya tok, ayoo dekap, dingin banget nih Mas.“

“Oke-oke,“ jawabku sambil mendekap erat tubuh Supraptiwi.

 Supraptiwi tersenyum manis ketika aku dekap erat-erat. Kepalanya disandarkan penuh manja didadaku. Dengus napas Supraptiwi menyentuh kulit tanganku. Terasa hangat. Aku melihat kedua bola matanya seakan bercahaya di tengah malam. Bibirnya basah memerah merekah hangat. Dekat dengan bibirku. Rasanya aku ingin mencium. Melumat bibirnya basah memereh merekah hangat. Tapi aku takut untuk menciumnya. Ketika aku melihat cahaya bintang-gumintang di langit malam Singapura. Supraptiwi menarik pelan-pelan kepalaku kebawah. Memeluk erat bersama ciuman panjang di tengah malam sehingga aku merasa tidak bisa bernapas.

“Sudah sudah Dik,“ bisikku pelan sambil melepaskan  ciumannya

“Kenapa Mas?” Jawab Supraptiwi menatapku tajam

“Sudah lah baiknya kita sama-sama berdoa yang terbaik agar besok pagi di TKP diberikan kemudahan.“

“Iya ya Mas.“

“Ayoo berdoa.“

“Iya.“

Setelah merasa puas berdoa pada Tuhan. Aku dekap erat lagi Supraptiwi di bawah cahaya rembulan malam Singapura. Cahayanya berwarna kuning bahkan menembus menyinari bayangan tubuhku dengan Supraptiwi jatuh persis dibawah plataran tanah KBRI.

“Mas?”

“Apa Dik?“

“Seandainya aku tertuduh membunuh keluarga besar Kim Sam dihukum mati tolong dimakamkan di bawah pohon Sawo tempat kecil kita bermain dakon, ular tangga, masak-masakan, membuat rujak-rujakaan juga latihan menari lenggeran ya Mas?“

Aku diam tidak mampu menjawab.

“Mas, kenapa diam?“

“Kalau aku dihukum mati tolong bilang Ramane : Ayahku dan Biunge : Ibuku, dimakamkan di situ ya Mas.“

“Ya ya,“ jawabku pelan.

“Tapi jujur aku bukan pembunuhnya mas bener Mas?“

“Iya ya besok kita buktikan di TKP.“

“Iya Mas.“

“Kalau bukan pembunuhnya kita bisa pulang kampung ya Dik?”

“Iya, tolong ini atmku disimpan Mas kalau aku dihukum mati, semua uangku di atm untuk bangun PAUD danTK biar anak-anak dikampungku bisa membaca, sekolah yang tinggi jangan menjadi babu di Negri orang ya Mas?“

“Iya ya.“

“Uang di atmku lebih dari cukup membangun PAUD dan TK.“

“Iya ya Dik.“

“ Dibangun sebelah kamar tidurku ya, bilang Ramaku dan Biungku.“

“Iya Dik.“

“Syukur bisa di tambah satu lagi bangunan untuk sanggar melukis, biar anak anak dikampungku menjadi pelukis hebat ya Mas.“

“Iya ya,“ jawabku sambil mengambil napas panjang.

“Bener ya Mas?“

“Yaa.“

“Makasih ya Mas.”

“Seandainya tidak bersalah juga tidak jadi menjalani hukuman mati.“

“Pulang kampung. Nikah resmi denganmu Mas, membuat rumah sederhana di pinggiran persawahan aku ingin menjadi petani seperti Biung. Menanam padi dan sayuran untuk makan setiap hari. Laa  Mas tetep pelukis, mau si Mas nikah dengaku,“ jawab Supraptiwi menatatapku tajam sambil tersenyum.

Angin malam Singapura semakin malam semakin dingin. Menembus lobang pori-poriku. Aku dekap erat-erat Supraptiwi biar hangat tubuhku. Tidak terasa terdengar suara keluruk ayam jantan. Suara keluruk ayam jantan tengah malam memisahkan pelukanku. Aku berdiri. Berjalan menuju kamar tidurku. Supraptiwi berjalan sambil memegang erat tanganku. Aku berjalan kekanan. Supraptiwi kekiri menuju kamarnya masing-masing. Sebelum berpisah Supraptiwi berbisik lembut kearah telingaku sebelah kanan.

“Janji ya Mas nikah denganku kalu aku tidak terbukti pembunuhnya.“

 Aku diam. Tidak mampu menjawab. Supraptiwi membuka pintu perumahan dinas KBRI. Sebelum masuk menoleh kerahku kemudian melambaikan tangan sambil tersenyum manis ke arahku. Aku menggeleng- gelengkan kepalaku sendiri. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar