Oleh. Agus Yuwantoro
Pelukis dan Parfum Bab. 29
Kurang satu hari lagi aku mendampingi
Supraptiwi wajib datang ke TKP. Terjadinya kasus kematian keluarga besar Kim
Sam di ruang khusus pribadinya. Semua keluarganya tewas dalam posisi duduk. Di
atas meja gelas- gelas berserakan bercampur air yang tumpah sampai taplak
mejanya basah. Ada satu gelas putih ditemukan sidik jari Supraptiwi. Baru taraf
praduga ia sebagai pelaku utama terbunuhnya keluarga besar Kim Sam. Pengusaha
perhiasan emas cukup terkenal toko-toko perhiasan emas di tanah Jawa.
Jam sembilan malam waktu Singapura.
Aku tidak bisa tidur di salah satu kamar
perumahan dinas KBRI Singapura. Selimut, bantal, bahkan obat nyamuk elektrik
berbau harum di kamar tidur sudah siap menemani tidur malamku. Posisi tidurku
berubah-rubah. Dari posisi miring kanan kiri, tengkurap, ke kanan lagi sambil
memeluk bantal guling. Tetap tidak bisa tidur.
Jam sepuluh lebih lima menit waktu Singapura
Aku tidak bisa tidur. Malah teringat kawan kecil kampungku si
Kampret adik kandungnya Jitong. Jitong maniak pemburu juga penjual batu akik
sampai ke Bali. Jitong tewas dalam pemburuannya batu akik di wilayah
Tasikmalaya. Hasil visum Dokter Puskesmas Jitong tewas terindikasi covid 19.
OTG : orang tanpa gejala terpapar covid 19.
Kampret adik kandung Jitong dilahirkan dari pasangan suami
istri sah. Pak Gendon dengan yu Walmi.
Biungnya Kampret asli dari kampungku. Sedangkan ayahnya Jitong dan
Kampret dari desa Kracak wilayah kecamatan Ajibarang salah satu daerah
kabupaten Banyumas. Pak Gendon setiap hari jualan keliling mainan anak-anak.
Miniatur mobil-mobillan, alat memasak, perlengkapan rumah tangga dari plastik.
Menyediakan bermacam bentuk boneka, segala macam gambar dari hewan sampai
wayang Jawa. Setiap hari menjual di depan pintu gerbang masuk PAUD dan TK. Berjalan
dagangannya dipikul depan belakang dengan pikulan bambu wulung
Istrinya di rumah usaha membuat tempe bongkrek khas makanan
orang-orang pinggiran. Sudah lima tahun olahan usaha tempe bongkret lancar.
Tanpa ada masalah. Baik yang dijual mentah maupun sudah menjadi. Bahkan
terkenal di kampungku gorengan tempe bongkrek yu Walmi enak pulen gurih cocok
untuk lauk sarapan pagi.
Mendekati tahun ke-enam olahan tempe bongkrek yu Walmi
tiba-tiba meracuni suami tercinta. Gendon suaminya yu Walmi. Sehabis sarapan dengan
lauk gorengan tempe bongkrek langsung muntah-muntah. Badannya lemas. Tubuhnya
membiru semua. Ketika warga kampung mau memandu dengan kursi risban ke
Puskesmas terdekat. Gendon suaminya tercinta yu Walmi juga ayahnya Jitong dan
Kampret. Tewas. Keracunan tempe bongkrek.
Semenjak suami
tercinta meninggal dunia. Roda ekonomi yu Walmi mulai goyah bahkan terpuruk.
Semua warga kampungku tidak mau membeli lagi tempe bongkreknya takut tewas
keracunan. Yu Walmi bangkrut total. Untuk membiayai kehidupan harian semakin
berat. Ketika Jitong mau masuk esempe dan adiknya Kampret klas lima esde. Yu Walmi nekat melamar bekerja di Singapura
lewat agen calo tenaga kerja luar negri. Sebagai tenaga pembantu rumah tangga.
Babu di Singapura.
Tahun pertama bisa membangun lantai rumah dulunya hanya tanah
liat dipelur dengan semen berwarna hitam mengkilat. Membuat dapur, WC dan kamar
mandi. Dinding rumah dari tabag : anyamam bambu diganti separo bata merah.
Tahun kedua bisa melunasi hutang-hutangnya. Bahkan mampu menabung untuk
sekolahnya Jitong dan Kampret. Tahun ketiga beli satu ekor sapi betina untuk
tabungan. Dititipkan mbah Sarman ahli ingon-ingon : merawat sapi. Di sekolahan
Kampret aktif mengikuti kegiatan pramuka dan rajin ikut kegiatan bela diri
pencak silat.
Kampret rajin ikut kegiatan bela diri pencak silat Tapak
Suci. Mampu menjadi juara tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi. Tidak
hanya mahir pencak silat tapi juga titis menembak bajing dengan senapan angin
merek Binyamin seri 336 E buatan Bandung. Beli di pasar loak Karangluas. Setiap
minggu ikut gabung pemburu hewan Bajing suka makan kopi, coklat dan kelapa.
Kampret paling titis bahkan bersaing dengan Simanjuntak mantan pensiunan
anggota Koramil wilayah kecamatan Pekuncen. Sewaktu masih tugas resmi di TNI Simanjuntak
salah satu pasukan Infantri. Sebagai sniper : jago tembak dengan senjata laras
panjang.
Kampret baru kelas tiga esempe mampu bersaing nembak bajing
dengan Simanjuntak. Bedanya cuma dua atau tiga ketika berburu Bajing. Setelah
Kampret pulang ikut Jamnas : Jambore Nasional di Cibubur Jakarta. Biungnya
pulang kampung bersama lelaki bermata sipit warna kulitnya putih. Persis orang
Cina. Melamar menikah resmi Biungnya Jitong dan Kampret. Nikah resmi di KUA
Kecamatan. Setelah itu Kampret ikut Biungnya ke Singapura. Melanjutkan esema di
Singapura. Menurut kabar burung Kampret berhasil masuk Sekolah Akademi Polisi
Singapura.
Berbekal beberapa lembar piagam juara bela diri pencak silat
Tapak Suci juga juara menembak di Singapura. Kampret berhasil masuk Akademi
Kepolisian Singapura. Hampir lima belas tahun aku belum pernah ketemu si
Kampret adiknya Jitong.Aku masih ingat ada tahi lalat disebelah pipi kirinya.
Menjadi ciri khas Kampret. Sekarang aku di Singapura tapi wilayahnya luas. Aku
tidak paham nama kota-kota Singapura. Apa lagi tempat tinggalnya Biungnya
Kampret. Tidak tahu. Bahkan no hppun tidak punya. Lamunanku buyar pecah ambyar.
Ketika aku kaget mendengar buah kelapa kering jatuh. Suara kelapa jatuh
ditanah. Blukk suaranya. Aku gaget langsung bangun berdiri. Kemudian disusul
suara blarak : daun kelapa kering jatuh ke tanah. Aku berdiri samping ranjang
tidurku.
Jam malam sebelas lebih lima menit Singapura.
Aku tetap tidak bisa tidur. Aku membuka korden kamar tidurku
bergambar kupu-kupu berwarna unggu terong. Aku melihat halaman KBRI. Sunyi.
Sepi. Hanya terdengar suara tawa lirih tiga Satpam KBRI sedang asyik bermain
kartu Remi. Ketika aku melihat di bawah pohon pisang raja nangka hijau.
Supraptiwi duduk sendiri di atas kursi besi berwarna biru laut. Tampak jelas
wajah Supraptiwi agak gelisah lewat cahaya lampu hias KBRI.
Aku memakai jaket parasit, kaos kaki. Keluar kamar menyusul
Supraptiwi duduk sendiri jam tengah malam. Semilir angin basah menampar
wajahku. Malam semakin dingin. Lampu hias di sekitar KBRI bercahaya terang. Aku
mendekati Supraptiwi. Supraptiwi agak kaget. Menatapku tajam. Tersenyum.
Tiba-tiba memelukku erat sekali. Aku dekap erat-erat. Kami berpelukan panjang
tanpa kata dan tatapan mata. Setelah itu aku duduk berdekatan dengan Supraptiwi.
“Kok belum tidur ya Mas?”
“Tidak bisa tidur.“
“Kenapa? “
“Gak tau, Dik.“
“Apa mikirin masalahku ya Mas?“
“Enggak.“
“Lalu kenapa?”
“Yang jelas malam ini tidak bisa tidur.”
“Dingin ya Mas, Sini lebih dekat denganku.“
“Ya.“
“Ayoo yang deket lagi, Mas.“
“Iya ya.“
“Dekap tubuhku Mas.“
“Ya.“
“Ayoo dekap yang erat-erat Mas.“
“Iya ya.“
“Jangan hanya iya iya tok, ayoo dekap, dingin banget nih Mas.“
“Oke-oke,“ jawabku sambil mendekap erat tubuh Supraptiwi.
Supraptiwi tersenyum manis ketika aku dekap
erat-erat. Kepalanya disandarkan penuh manja didadaku. Dengus napas Supraptiwi
menyentuh kulit tanganku. Terasa hangat. Aku melihat kedua bola matanya seakan
bercahaya di tengah malam. Bibirnya basah memerah merekah hangat. Dekat dengan
bibirku. Rasanya aku ingin mencium. Melumat bibirnya basah memereh merekah
hangat. Tapi aku takut untuk menciumnya. Ketika aku melihat cahaya
bintang-gumintang di langit malam Singapura. Supraptiwi menarik pelan-pelan
kepalaku kebawah. Memeluk erat bersama ciuman panjang di tengah malam sehingga
aku merasa tidak bisa bernapas.
“Sudah sudah Dik,“ bisikku
pelan sambil melepaskan ciumannya
“Kenapa Mas?” Jawab
Supraptiwi menatapku tajam
“Sudah lah baiknya kita
sama-sama berdoa yang terbaik agar besok pagi di TKP diberikan kemudahan.“
“Iya ya Mas.“
“Ayoo berdoa.“
“Iya.“
Setelah merasa puas berdoa
pada Tuhan. Aku dekap erat lagi Supraptiwi di bawah cahaya rembulan malam
Singapura. Cahayanya berwarna kuning bahkan menembus menyinari bayangan tubuhku
dengan Supraptiwi jatuh persis dibawah plataran tanah KBRI.
“Mas?”
“Apa Dik?“
“Seandainya aku tertuduh
membunuh keluarga besar Kim Sam dihukum mati tolong dimakamkan di bawah pohon
Sawo tempat kecil kita bermain dakon, ular tangga, masak-masakan, membuat
rujak-rujakaan juga latihan menari lenggeran ya Mas?“
Aku diam tidak mampu
menjawab.
“Mas, kenapa diam?“
“Kalau aku dihukum mati
tolong bilang Ramane : Ayahku dan Biunge : Ibuku, dimakamkan di situ ya Mas.“
“Ya ya,“ jawabku pelan.
“Tapi jujur aku bukan pembunuhnya
mas bener Mas?“
“Iya ya besok kita
buktikan di TKP.“
“Iya Mas.“
“Kalau bukan pembunuhnya
kita bisa pulang kampung ya Dik?”
“Iya, tolong ini atmku
disimpan Mas kalau aku dihukum mati, semua uangku di atm untuk bangun PAUD
danTK biar anak-anak dikampungku bisa membaca, sekolah yang tinggi jangan
menjadi babu di Negri orang ya Mas?“
“Iya ya.“
“Uang di atmku lebih dari
cukup membangun PAUD dan TK.“
“Iya ya Dik.“
“ Dibangun sebelah kamar
tidurku ya, bilang Ramaku dan Biungku.“
“Iya Dik.“
“Syukur bisa di tambah
satu lagi bangunan untuk sanggar melukis, biar anak anak dikampungku menjadi
pelukis hebat ya Mas.“
“Iya ya,“ jawabku sambil
mengambil napas panjang.
“Bener ya Mas?“
“Yaa.“
“Makasih ya Mas.”
“Seandainya tidak bersalah
juga tidak jadi menjalani hukuman mati.“
“Pulang kampung. Nikah
resmi denganmu Mas, membuat rumah sederhana di pinggiran persawahan aku ingin
menjadi petani seperti Biung. Menanam padi dan sayuran untuk makan setiap hari.
Laa Mas tetep pelukis, mau si Mas nikah
dengaku,“ jawab Supraptiwi menatatapku tajam sambil tersenyum.
Angin malam Singapura
semakin malam semakin dingin. Menembus lobang pori-poriku. Aku dekap erat-erat
Supraptiwi biar hangat tubuhku. Tidak terasa terdengar suara keluruk ayam
jantan. Suara keluruk ayam jantan tengah malam memisahkan pelukanku. Aku
berdiri. Berjalan menuju kamar tidurku. Supraptiwi berjalan sambil memegang
erat tanganku. Aku berjalan kekanan. Supraptiwi kekiri menuju kamarnya
masing-masing. Sebelum berpisah Supraptiwi berbisik lembut kearah telingaku
sebelah kanan.
“Janji ya Mas nikah
denganku kalu aku tidak terbukti pembunuhnya.“
Aku diam. Tidak mampu menjawab. Supraptiwi
membuka pintu perumahan dinas KBRI. Sebelum masuk menoleh kerahku kemudian melambaikan
tangan sambil tersenyum manis ke arahku. Aku menggeleng- gelengkan kepalaku
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar