Senin, 15 Agustus 2022

Polisi Singapura ke TKP

 

pixabay.com


Oleh. Agus Yuwantoro

Pelukis dan Parfum Bab. 30

 

      Jam tujuh pagi waktu Singapura.

      Aku dan Supraptiwi sudah sampai di depan gerbang pintu besi masuk rumah Kim Sang. Rumahnya besar ada lima bangunan berwarna merah. Pertama untuk warung sembako. Sampingnya jualan foto lukisan dari Cina tokoh utama Pahlawan revolusi Mongol Jenghis Khan. Pendobrak peradaban pada zamannya. Masa kecil kehidupannya diwarnai kekerasan perampokan pemerkosaan bahkan pembunuhan suku Tar-Tar. Bahkan ayah kandungnya dibunuh suku Tar Tar. Jenghis Khan nama kecilnya Te Mucin dari kecil hidupnya penuh dihiasi konflik berdarah rebutan wilayah juga brutalnya suku Tar Tar.

Te Muchin tumbuh semakin besar kemudian di beri kehormatan nama Jenghis Khan. Terbukti mampu menyatukan bangsa monggol menguasi separo dunia pada zamannya. Sampai sekarang makam tokoh pemersatu bangsa Monggol. Penakluk dunia. Makam Jenghis Khan dirahasikan. Tidak ada yang tahu. Kekaisaran Monggolia Jenghis Khan dari Tahun 1162 - 1227. Foto lukisan Jenghis Khan sangat laris di beli warga Singapura yang nenek moyangnya keturuan Monggol. Bahkan mendekati hari raya imlek foto lukisan itu di cetak beberapa puluh lembar. Banyak  memesan untuk hiasan dinding kamar tamunya.

Jam setengah delapan pagi waktu Singapura.

     Dua mobil Polisi Singapura berwarna hitam dop berhenti depan pintu masuk rumahnya Kim Sang. Tidak lama kemudian dua truk berwarna coklat tua menyusul berhenti tepat di belakangnya. Dua truk berisi Pasukan Polisi Khusus Singapura. Turun satu persatu dengan seragam lengkap membawa senajata laras panjang M.16 dan pistol genggang FN.6 seri 988C3 dipasang samping kanan pinggangnya.

     Dengan sikap siap siaga di TKP langsung menyebar disetiap pojok rumah bangunannya Kim Sam. Berdiri siap tegak sempurna mengamankan TKP. Tanpa kata dan bicara kedua bola matanya bergerak kekanan kekiri selalu mengawasi setiap gerakan. Empat orang berseragam berbeda dengan setelan Jas Ket berwarna biru dongker dengan dasi berwarna merah. Sebelah kanan Jas Ket ada pin khusus berwarna kuning keemasan bergambar dua pistol berhadapan ditengahnya ada ukiran bintang. Salah satu petugas dengan seragam Jas Ket mendekati Supraptiwi dan aku.

     “Siapa yang bernama Supraptiwi?“

     “Aku,“ jawab Supraptiwi singkat tegas.

     “Yang namanya Dimas Prihatin mana?”

“Ini Bapak,” jawabku sambil menunjukkkan jari.

“Mari ikut kami.“

“Siapp,“ jawab Supraptiwi sambil berjalan mengikuti langkah kaki salah satu petugas memakai seragam Jas Ket.

Tiga petugas berseragam Jas Ket mengikuti dari belakang sambil membawa senjata laras panjang M.16 sudah dilipat menjadi dua bagian. Sementara Polisi Khusus Singapura tetap pada posisi masing-masing dengan sikap siaga menjaga TKP. Hanya kedoa bola matanya bergerak kekanan kekiri. Salah satu petugas membuka kunci pintu masuk rumahnya Kim Sam. Masuk kedalam. Belok kanan ke kiri turun tangga naik tangga sehingga sampai depan pintu masuk ruangan khusus terjadinya tewasnya semua keluarga Kim Sam. Petugas mengambil kaos tangan. Pakai kaca mata, mengeluarkan lektop di taruh diatas meja. Memulai mengintograsi Supraptiwi dan aku persis didepan meja petugas.

“Supraptiwi jam berapa Anda bangun tidur saat kejadiaan ini?“

“Jam empat pagi.”

“Apa yang dikerjakan?“

“Ke kamar mandi, pipis, basuh muka berwudhu lalu sholat sunnah fajar.“

“Setelah itu?“

“Berdzikir pada Tuhan sambil nunggu adhan subuh.“

“Setelah subuh.“

“Masak air untuk membuat teh manis.“

“Di mana?”

“Di sana, sebelah kanan kamar tidur.“

“Kapan anda masak air?“

“Biasanya jam setengah tujuh pagi.“

“Membuat minuman apa?“

“Bisanya teh manis.“

“Berapa jumlah gelasnya?“

“Sesuai dengan anggota keluarga Kim Sam.“

“Gelasnya mengambil di mana?“

“Biasa di almari gelas.“

“Coba praktekkan dari masak air, membuat teh manis, ditaruh di mana?“

Sebentar kemudian Supraptiwi mempraktekkan dari bangun tidur, memasak air, membuat racikan minuman teh manis, menaruh di atas meja khusus depan pintu masuk ruangan khusus keluarga Kim Sam.

“Begitu proses masak air sampai membuat teh manis Bapak,” jawab tegas Supraptiwi.

“Tapi ini ada satu gelas, ada sidik jari anda di ruang khusus tewasnya semua keluarga Kim Sam.”

“Tapi aku bukan pembunuhnya, berani sumpah.“

Petugas diam. Tidak menjawab sedikitpun. Empat petugas dengan memakai kaos tangan menyapu meja dengan alat khusus. Bukan hanya meja tapi kursi, taplak meja, vas bunga, lantai, semua ruangan khusus keluarga Kim Sam di periksa. Aku dan Supraptiwi diam membisu menyaksikan semua petugas dengan seragam Jas Ket pemeriksa penuh teliti semua ruangan khusus Kim Sam.

Hampir tiga jam petugas memeriksa di TKP. Menyimpulan bahwa Supraptiwi pembunuh tunggal keluarga besar Kim Sang dengan cara menaruh racum dalam minuman teh manis dalam gelas. Sebab ada bukti kuat salah satu gelas ada sidik jarinya Supraptiwi.

“Hasil pemeriksaan awal di TKP , anda membunuhnya.“

“Bukan aku pembunuhnya, demi Tuhan bukan aku,“ jawab Supraptiwi dengan tegas.

“Oke-oke kalau anda tidak percaya akan kami cek ulang lagi pemeriksaan di ruang khusus Kim Sam.“

“Siappp, sekali lagi aku bukan pembunuhnya.“

“Nanti kita buktikan lagi pemeriksaan ke dua jam satu siang.“

“Siappp,“ jawab Supraptiwi tegas.

“Silahkan istirahat dulu ini ada jatah logistik makan siang.“

“Terima kasih.“

“Tolong jangan keluar di ruanggan ini.“

“Siappp,“ jawab Supraptiwi sementara aku hanya banyak diam sambil melihat gelagat Supraptiwi dengan tenang tegas menjawab setiap pertanyaan dari petugas Kepolisian Singapura.

Sambil menunggu cek n recek kedua di TKP. Aku dan Supraptiwi menggelar sajadah, mujahadah berdoa pada Tuhan. Mohon pertolongan agar dimudahkan juga dibebaskan dari segala perkara melilit kehidupan Supraptiw. Baru sebatas praduga sebagi pelaku pembunuh tunggal tewasnya semua keluarga Kim Sam. Polisi Singapura masih meneliti lagi dengan cermat untuk membuktikan bahwa Supraptiwi pelakunya.

Sehabis sholat dhuwur aku dan Supraptiwi membuka jatah logistik makan siang dari salah satu anggota Polisi Singapura. Aku buka bungkusan itu. Ada nasi, sayur, telur rebus berwarn coklat, juga irisan daging sapi disemur. Aku dan Supraptiwi makan siang. Raut wajah Supraptiwi ceria cerah semringgah bombong. Makan siang di Singapura persis masakan Biungku. Ketika musim Peringatan Hari Besar Islam selalu masak telur rebus, sayur dan masak semur daging sapi. Biasanya untuk membuat takir untuk jamaah yang hadir di pengajian.

Jam satu siang waktu Singapura

Pemeriksaan kedua di TKP tepat waktu. Aku dan Supraptiwi tetap pada posisi semula. Sekarang yang meneliti TKP dua petugas. Penuh dengan cermat teliti memeriksa ulang setiap barang yang ada dirungan khusus Kim Sam. Hampir dua jam memeriksa di TKP. Polisi Singapura menyimpulan sama menemukan sidik jari Supraptiwi. Seperti pemeriksaan awal hanya satu gelas sebagai bahan bukti kuat bahwa Supraptiwi pelaku utama terbunuhnya keluarga Kim Sam. Ditemukan sidik jari di salah satu gelas di ruang khusus Kim Sam. Dua petugas polisi mendekati aku dan Supraptiwi.

“Pemeriksaan kedua, benar nona Supraptiwi pelakunya?“

“Tidak. Bukan aku pembunuhnya,“ jawab Supraptiwi tegas.

“Buktinya gelas ini Nona?“

“Tapi bukan aku pembunuhnya.“

Dua petugas  saling berbisik kemudian mendekatiku lagi.

“Baik, nanti kami lanjutkan pemeriksaan tahap ketiga di ruangan khusus Kim Sam jam empat sore.”

“Siapp.”

“Tolong tetap di sini.“

“Ya.“

“Tidak boleh pergi,“ sambil memberikan dua gelas kopi panas dalam gelas plastik dan dua roti susu kepadaku.

“Terima kasih,“ jawabku sambil menerima bungkusan itu.

Aku dan Supraptiwi istirahat duduk di kursi busa. Kali ini Supraptiwi wajahnya mulai resah tidak cerah apa lagi bombong semringgah. Mungkin terlalu capaik memperagakan dari bangun tidur sampai membuat minuman teh manis berkali kali dihadapan peugas. Petugas menyaksikan setiap langkah Supraptiwi bahkan salah satu petugas merekan dengan kamera digitalnya merek Cenon seri C. 0074. Tidak terasa jam empat kurang sepuluh menit. Sehabis sholat ashar aku dan Supraptiwi kembali pada posisi semula.

Jam empat sore waktu Singapura

Tiga petugas Polisi Singapura dengan mulai memeriksa kembali. Pemeriksaan super ektra hati-hati sebab menyangkut kebenaran juga sangsi hukuman mati bagi pelakunya. Makanya tiga petugas dengan teliti penuh cermat meneliti semua benda yang ada di ruangan khusus pribadi Kim Sam. Bahkan Supraptiwi beberpa kali lagi harus mempraktekan dari bangun tidur sampai menaruh minuman teh manis diatas meja. Sehingga tampak jelas garis wajah Supraptiwi. Capek. Mrengut. Besengut. Wajahnya kusut tidak bercahaya tidak bombong apa lagi semringah.

Setelah selesai memeriksa tiga petugas Polisi Singapura mendekati Supraptiwi.

“Berdasarkan pemeriksaan ke tiga ternyata nona Supraptiwi pelaku tunggal pembunuhnya keluarga besar Kim Sam.“

“Bukan aku pembunuhnya, bukan!”

“Laa ini buktinya sidik jarimu dalam gelas ini.“

“Tapi bukan aku pembunuhnya,“ jawab Supraptiwi keras jelas tegas.

 Tiga petugas diam. Kemudian semua petugas berkumpul salah satu peugas menelpon pimpinannya melaporkan hasik pemeriksaan TKP ruangan khusus pribadi Kim Sam. Jawabanya jam lima sore komandan langsung akan memeriksa sendiri di ruangan khusus pribadi Kim Sam dengan alat super canggih sebelum membuat surat resmi ke Pengadilan Singapura menjatuhkan sangsi hukuman mati.

“Baik. Kami mau memeriksa kembali jam lima sore ini langsung komandan kami bernama Mayor Lim Swi Pret kepala Balai Diklat Ahli Sidik Jari Polisi Singapura.“

“Siap,“ jawabku.

“Tolong tetap disini satu jam lagi komandan Mayor Jenderal bintang satu Lim Swi Pret akan datang.“

“Siap,“ jawabku lagi.

Kali ini benar-benar wajah Supraptiwi pucat tidak bombong semringgah sangat capak berat. Dari jam delapan pagi diintrograsi mempraktekkan ulang dari bangun tudur sampai membawa minuman teh manis diatas meja. Aku dekap tubuh Supraptiwi. Aku memberanikan diri membelai rambutnya panjang hitam. Aku usap wajahnya pucat lemas penuh air keringat. Supraptiwi menatapku sambil berucap.

“Nanti kalau pemeriksaan terakhir di TKP aku tetap pelakunya dan menjalani hukuman mati, tolong aku dimakamkan di bawah pohon sawo jawa ya Mas.”

“Iya ya.“

“Bener ya Mas itu kenangan terindah masa kecilku dengan Mas?“

“Iya ya Dik.“

“Janji ya Ma?”

“Ya ya.“

“Kedua bangun sekolahan PAUD dan TK juga sanggar melukis ya Mas.“

“Iya ya.“

“Uang di Atmku cukup kok mas ada ratusan juta, itu tabunganku selama kerja di sini.“

“iya ya.“

Tiba tiba kedua bola mata Supraptiwi basah. Air matanya mengalir deras ke bawah alis mata membasahi kedua pipinya. Lobang hidungnya kempas kempis memerah. Badannya lemas. Badannya panas. Bibirnya masih merekah merah basah. Untuk kali ini tanpa kata aku cita kamu. Pelan-pelan aku umat bibir merah basah hangat Supraptiwi. Supraptiwi tidak mau membalas ciumanku. Bahkan melepaskan ciumanku. Malah memelukku erat sekali. Supraptiwi menangis tersedu-sedu dan berucap.

“Aku bukan pembunuhnya Mas, bukan aku Mas.“

Aku dekaap erat tubuh Supraptiwi sambil menunggu komandan Polisi Singapura Mayor Jenderal bintang satu Lim Swi Pret. Kepala Pusat Pendidikan Ahli Sidik Jari Markas Besar Polisi Singapuran. Kata salah satu petugas polisi Singapura komandannya bukan ahli bidang sidik jari. Jago menembak dan bela diri bahkan semua anak buahnya takut padanya. Sekedar hanya menatap kedua bola mata Komandannya saja semua takut dengan Mayor Jenderal Lim Swi Pret. 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar