Rabu, 17 Agustus 2022

Mukena untuk Ibu

 

pixabay.com

Monika Nurdiani

Lebaran tinggal menghitung hari. Seharusnya aku bergembira menyambut hari fitri itu tiba, tapi nyatanya ada yang mengganjal di hatiku. Mukena Ibu, itu masalahnya. Sudah sejak lama aku ingin sekali membelikan Ibu mukena baru untuk mengganti mukena lamanya yang sudah usang dengan beberapa jahitan di sana-sini. Namun demikian Ibu masih saja memakainya untuk salat sehari-hari. Bahkan beberapa kali salat Idulfitri pun mukena itu selalu menemani Ibu.

Ibu tak pernah meminta apa-apa padaku. Mungkin karena Ibu tahu penghasilanku sebagai tukang parkir tak seberapa, hanya cukup untuk makan sehari-hari. Uang yang kudapat selalu kuberikan pada Ibu. Saat itu pula aku selalu minta maaf karena belum bisa membelikan mukena baru untuknya. Ibu hanya tersenyum dan berkata kalau Tuhan tak pernah salah membagi rezeki-Nya. Ibu selalu yakin akan hal itu.

"Aziz, Ibu titip ini buat ibumu, ya. Sampaikan maaf dari Ibu karena tidak bisa datang ke rumahmu," kata Bu Kades sambil memberikan sebuah bungkusan saat aku pulang kerja. Dulu sewaktu muda Ibu pernah bekerja di rumah Bu Kades selama bertahun-tahun dan baru berhenti ketika aku lahir. Setibanya di rumah segera kuberikan titipan dari Bu Kades. Ibu membukanya pelan, sebuah mukena putih berenda ada di bungkusan itu. Mataku berkaca-kaca melihat wajah Ibu tampak bahagia memeluk mukena itu. Ibu benar Tuhan memberi rezeki di waktu yang tepat.


Monika Nurdiani lahir di Purbalingga pada tanggal 5 Pebruari. Wanita lulusan Universitas Negeri Semarang (UNNES) ini sehari-harinya berprofesi sebagai guru Bahasa Inggris di sebuah SMP di Kabupaten Purbalingga.  Menebarkan kebaikan lewat goresan pena menjadi salah satu harapan terbesarnya. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar