Jumat, 15 April 2022

Melukis Istri Tercinta Bapak Suherman

 

pixabay.com

Pelukis dan Parfum ke-18

Agus Yuwantoro


      Tepat jam delapan malam aku siapkan perlengkapan melukis yang terbaik. Dari pensil, kwas, cat juga kanvas termahal. Foto perempuan itu melahirkan kekuatan luar biasa hebat. Seolah melahirkan energi positif. Bukan masalah upah melukis dijanjikan bapak Suherman, tapi foto perempuan itu menjadi semangatku. Aku dekatkan foto perempuan itu di bawah lampu 15 watt. Foto itu tampak kurang jelas sebab sudah berumur 27 tahun. Gambar fotonya agak pecah dan buram. Aku ganti lampunya dengan 30 watt. Biar kelihatan jelas wajah, bola mata, hidung, bibir juga gaya rambutnya.

     Ketika aku mengamati foto perempuan itu dari semua garis wajah. Darahku kembali memanas. Perasaanku nyas-nyasan kembali. Aku cuma diam sambil melihat seluruh bentuk wajahnya. Aku melirik bapak Suherman. Kemudian mendekatiku sambil berbisik.

   “Cantik si istri bapak Mas.

   “Ya iya persis gadis Mandarin.

  “Betul Mas hasil perkawinan rambon orang Jawa dengan Jepang.

  “Iya Bapak.

      Aku mulai melukis dari bentuk wajah, mata, telinga, hidung juga gaya rambutnya. Ketika aku membuat garis lengkung dua bola matanya, bapak Suherman memberi saran kepadaku.

   “Mas kedua bola matanya kebesaran agak sipit.

   “Baik.

   “Alisnya tebal hitam bukan tipis Mas.

   “Iya ya Bapak.

        “Bibirnya tidak tebal tapi tipis memerah basah Mas.

       “Baik.

       “Itu hidungnya kurang mancung Mas.

       “Ya ya seperti hidungnya gadis Mandarin.

       “Betul Mas.

     “Begini ya bapak bentuk hidungnya?

     “Betul Mas.

     “Baik.

      “Itu di bawah telinga ada antingnya bercorak bulan sabit Mas, bapak beli di toko mas terbaik termahal di Jakarta, bos besarnya orang Singapura namanya Kim Sang.

     “Siap Bapak.

        Setiap aku menggores garis lukisan perempuan di foto itu bapak Suherman sangat serius sekali mengamati setiap gerakan tanganku. Hampir satu jam sketsa  lukisan perempuan itu jadi. Bapak Suherman mendekati sketsa lukisan istrinya. Kemudian manggut-manggut dan tersenyum semringah merasa bombong bungah hatinya. Kelihatan wajahnya cerah penuh aura kebahagiaan.

         Aku ke dapur membuat minuman kopi hitam panas. Aku tambah rempeyek kacang dalam toples sudah aku sediakan dalam lemari makan. Ketika aku sampai ruang tengah. Aku melihat bapak Suherman menciumi lukisan perempuan itu sambil berucap.

       “Aku sungguh sayang dan sangat mencintai mu Yem, Yem, perasaanku selama ini kamu masih hidup tidak tewas bersama jebolnya tanggul itu,ucapan bapak Suherman.

        Aku diam diri tidak berani mendekati bapak Suherman. Sedang bercinta dengan lukisan perempuan lewat dunia ilusinya. Aku biarkan segala tingkah laku bapak Suherman di depan lukisan perempuan itu. Biar puas tuntas bercinta lewat dunianya. Rindu yang tersimpan puluhan tahun mencair ketika bapak Suherman menikmati kedua bola matanya, bibirnya, hidungnya juga rambutnya di depan lukisan perempuan itu yang dahulu istri tercinta.

      Istri tercinta tewas tenggelam bersama lumpur dan luapan air bendungan jebol yang dia gambar dan dibangun. Untuk menebus dosanya. Setiap dua bulan bapak Suherman selalu mencari dan mencari informasi keberadaan istrinya. Bahkan pernah membuat tenda tidur di samping tanggul bendungan raksasa bersama rombongan pemancing dari luar kota. Mencari dan mencari jejak keberadaan istrinya.

     Bahkan ketika musim terang. Debit air bendungan surut kelihatan bekas mes tempat menginap bapak Suherman. Jalan kampung menuju rumah istri tercinta. Bahkan kelihatan bekas gudang barang proyek. Juga petilasan warung Wagiyem penjual nasi pecel istri tercinta. Sebuah kenangan menyentuh jiwanya ketika mabuk berat. Tidak bisa berdiri hanya melambaikan tangannya. Ketika truk dam mundur kurang dua meter lagi pecah kepalanya tergilas ban truk. Untung ada yang menyeret kedua kakinya ke samping truk dam. Sehingga masih hidup sampai sekarang.

    Bapak Suherman bukan hanya mencium lukisan itu. Bahkan memeluk erat-erat dalam pelukannya penuh dengan serpihan kerinduan membeku dalam dinding dadanya. Aku sembunyi dalam korden kamar. Aku biarkan dulu lukisan dalam pelukannya bapak Suherman. Betapa besar cintanya pada perempuan dalam lukisan itu.

    Ketika bapak Suherman menaruh lukisan itu aku mencoba mendekati sambil menaruh kopi panas di atas meja.

    “Ini kopi hitam panas Bapak.

    “Ya ya terima kasih Mas.

    “Baik Bapak.

    “Terus dilanjutkan melukisnya ya, Mas.

    “Siap.

     Aku mulai mengambil beberapa warna cat terbagus. Untuk warna kulit, bibir juga rambut. Ketika aku mulai mewarnai kedua bola mata lukisan itu. Darahku mendidih   kembali. Perasaanku bergetar hebat. Nyas-nyasan. Bahkan detak jantungku berdetak keras.

   “Lho kok seperti....” Batinku sambil melukis

      Kedua bola mata ini dalam lukisan membuatku tambah semangat melukis. Seolah-olah berbisik lembut di telinga kananku.

     “Lukis dengan sempurna ya Mas?”

      Aku fokus melukis betul-betul aku nikmati setiap goresan ketika mewarnai lukisan itu. Bapak Suherman domblong mlongo kedua bola matanya selalu mengawasi setiap gerakan tanganku. Persis di sampingku terdengar deru suara napas tidak beraturan. Mungkin deru napas kerinduan menggumpal dalam darah dan dada. Sebab sebentar-bentar bapak Suherman mengambil napas panjang kemudian melepaskan lewat mulutnya. Ada perasaan api cinta membara panas pada lukisan perempuan itu.

    Lukisan hampir sempurna. Aku terpasung lagi tatapan kedua bola mata lukisan perempuan ini, bukan hanya kedua bola matanya saja; hidungnya, bibirnya dan rambutnya.

   “Loo kok seperti....” Bisikku lagi dalam batinku.

    Aku melirik bapak Suherman kedua bola matanya tajam menikmati lukisan perempuan itu. Jakunnya naik turun. Bahkan beberapa kali menelan ludah.

   “Gimana Bapak lukisan perempuan ini?

  “Bagus bagus Mas.

  “Ada yang kurang.

  “Ada warna kulitnya putih mengkilat persis kulitnya orang Jepang.

 “Siap.

 “Alisnya kurang tebal Mas.

 “Begini Bapak.

      “Ya ya kedua bulu matanya lentik Mas.

      “Siap.

      “Ya ya seperti itu.

      “Begini ya Bapak.

      “Rambutnya kurang hitam Mas.

      “Siap.

         Hampir dua jam aku betul-betul menimati melukis perempuan ini. Seolah-olah ada kekuatan energi positif. Setiap melukis lekukan garis wajah, hidung, bibir dan rambutnya. Hampir sempurna. Bapak Suherman tersenyum semringan bombong bungah hatinya. Sambil berucap di sampingku.

     “Sempurna, mirip banget Mas, mirip.

     “Baik Bapak.

        Bapak Suherman berdiri lalu duduk kembali. Kali ini mengambil kaca mata. Di dekatkan wajanya pada lukisan perempuan itu. Dekat sekali. Sambil tersenyum-senyum sendiri kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku terdiam tapi kedua bola mata lukisan perempuan itu membuat bergetar seluruh tubuhku. Seakan aku sangat dekat dengan kedua bola mata dalam lukisan itu. Sangat dekat dan dekat sekali dengan kedua bola mata itu.

      “Ohh Tuhanku apakah lukisan perempuan itu adalah....” Bisikku lagi.

         Kali ini bapak Suherman bukan hanya menikmatai lukisan perempuan itu. Akan tetapi tangannya dengan lembut penuh dengan perasaan membelai rambutnya, meraba kedua pipinya, kedua bola matanya, hidungnya dan sekitar bibirnya. Berkali kali meraba lukisan itu. Aku masuk ruang dapur tidak terasa kedua bola mataku basah. Terhipnotis kekuatan luar biasa oleh kedua bola mata dalam lukisan itu. Entah kenapa kedua bola mata dalam lukisan perempuan itu seakan menatapku tajam. Setajam mata pedang samurai sehingga menembus relung hatiku.

         Aku masih terdiam di balik korden. Sambil berbisik lembut dalam hatiku

        “Kedua bola mata di lukisan itu kok seperti akh apa mungkin ya.“ Bisikku dalam hatiku lagi.





 AGUS YUWANTORO, Lahir di Prambanan 5 Agustus 1965, Pendidikan  Terakhir S2 di Unsiq Prop Jateng. Prodi Magister Pendidikan Agama Islam 2009, anggakatan ke 2. Tahun 2010 mendapatkan penghargaan Bapak Gubernur Jawa Tengah, juara pertama menulis sajak dan puisi dalam rangka peringatan 100 Tahun Meninggalnya Presiden RI Pertama Bung Karno juga mendapatkan Piagam kehormatan dari Panitia Pusat Jakarta an. Prof.DR.H. Soedijarto, MA, Aktif nulis fiksi sudah 25 Buku Antologi baik puisi dan cerpen sudah terbit. 3 buku solonya,Antalogi Puisi dengan judul “Tembang Sepi Orang Orang Pinggiran”. Antalogi Cerpen “ Kembang Kertas  Nulis Novel berjudul Gadis Bermata Biru setebal: 250 halaman. Alamat Penulis  Gedangan RT.08 / RW.05. Ds. Pecekelan.Kec.Sapuran.Wonosobo,Jateng.WA : 081325427232. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar