Pelukis dan Parfum ke-17
Agus Yuwantoro
Setelah keluar dari kamar kecil bapak
Suherman duduk kembali di ruang tengah. Kali ini duduk slonjor badannya
disandarkan pada tembok. Kedua kakinya lurus ke depan. Wajahnya diusap
dengan sapu tangan. Kedua bola matanya memerah basah. Ketika mau membasuh
mukanya dengan sapu tangan berwarna cokelat susu, aku melihat
lengan sebelah kanan ada goresan bekas luka. Sekitar lima senti berwarna hitam
kecokelatan bahkan kelihatan bekas jahitan. Ternyata betul-betul terjadi yang
diceritakan. Buktinya ada bekas luka kena sayatan pisau penjual nasi pecel, merobek
lengan kanannya bapak Suherman. Ketika mau mencoba berbuat tidak senonoh dengan
perempuan penjual nasi pecel.
Bapak Suherman masih diam. Belum mulai
membuka kembali curahan hatinya. Kepalanya menunduk ke bawah. Bahkan beberapa
kali mengusap kedua bola matanya dengan sapu tangan. Mungkin gadis penjual nasi
pecel sangat spesial dalam hidup bapak Suherman. Bapak Suherman mendekatiku
lagi sambil berbisik.
“Sini dekat dengan bapak Mas.“
“Ya ya Bapak.“
“Selama ini bapak merasa kehilangan.“
“Maksudnya?”
“Kehilangan perempuan yang bapak sangat
cintai, sampai kapanpun Mas.“
“Lalu?“
“Awalnya gadis penjual nasi pecel ragu
bimbang menerima cinta bapak.“
“Alasannya apa?”
“Orang-orang
proyek brengsek semuanya.“
“Maksud Bapak?“
“Biasanya
ketika proyek sedang berjalan. Segala bujuk rayuan orang-orang proyek
dikeluarkan untuk menaklukkan perempuan. Sampai luluh pasrah dalam pelukannya.
Setelah proyek rampung cintanya juga ikut rampung. Pergi jauh tanpa memikirkan
perempuan korban cintanya orang- orang proyek. Bahkan ada yang sempat hamil.
Tidak tanggung jawab. Proyek selesai orang-orang proyek pergi jauh melanjutkan
proyek lainnya. Tanpa memikirkan perempuan yang ditinggal bahkan hamil, itu Mas.“
“ Oo gitu to kelakuan orang-orang proyek.“
“Tidak semua orang proyek seperti
itu Mas.“
“Terus?“
“Bapak dengan telaten sabar setiap hari
berkunjung di warung nasi pecel, bahkan bapak merobah perilaku semakin baik: benar, jujur
selama ini dua kata itu sangat alergi didengar orang-orang proyek.
Padahal gadis itu sudah tahu dari ucapan beberapa mandor kalau bapak itu
Insinyur. Perancang. Pengawas proyek itu. Tetep tidak mempan, Mas. Tidak
seperti gadis-gadis lain begitu melihat bapak. Karena status akademik. Jabatan.
Membawa mobil setiap hari. Selalu mencoba mendekati bapak. Dengan segala jurus
rayuan mautnya. Tapi bapak tetep tidak suka, Bapak tetep suka sayang cinta
dengan gadis penjual nasi pecel itu, Mas.“
“Kenapa si gadis penjual nasi pecel tidak
respon dengan Bapak?“
“Mungkin bapak bekas pemabok, penjudi
juga suka main perempuan malam, Mas.“
“Tapi Bapak kan sudah berhenti
total too?“
“Berhenti total.“
“Semenjak
kapan?“
“Semenjak bapak mabok berat juga
kepala bapak hampir pecah tergilas ban truk Dam.“
“Sejak
itu?“
“Iya Mas.“
“Bapak
totalitas merobah perilaku, dari penampilan, ucapan bahkan gaya berjalan juga
setiap Jumat ikut sholat Jumatan dengan orang kampung, Mas.”
“Terus?“
“Gadis
penjual nasi pecel luluh mencair menerima cinta bapak, proses cinta bapak hampir
dua tahun mencairkan hati gadis penjual nasi pecel, Mas.“
“Terus?“
“Bapak
melamar keluarga besarnya, ternyata benar ayahnya mantan tentara Ifantri Jepang
bernama Sakoya. Membelot. Membela bangsa Indonesia. Ketika diberi
tugas mencari wanita-wanita tercantik di setiap desa. Propaganda mau disekolahkan
di kota Jepang dengan beasiswa. Gratis. Alasannya merasa senasib juga serumpun sebangsa se Asia dengan Jepang.
Akhirnya orang tuanya berbondong-bondong mengantar anak putri kesayangannya di
setiap pos penjagaan tentara Jepang. Untuk dikirim menjadi Mahasiswa di kota
Jepang. Ternyata gadis-gadis yang super cantik dari seluruh pelosok desa bukan
dikuliahkan di Jepang. Tapi dikirim di barak-barak tentara Jepang untuk menjadi budak
napsu seks para serdadu Jepang. Sebuah peradaban manusia paling kotor dan bejad. Laa
termasuk ibunya gadis penjual nasi pecel, sebetulnya mau dikirim ke barak
tentara Jepang. Tapi tentara Jepang bernama Sakoya melarikan bahkan
menyembunyikan gadis itu. Akhirnya menjadi istrinya kemudian lahir anak putri
bernama Wagiyem penjual nasi pecel itu, Mas.“
“Terus gimana Bapak?“
“Lamaran diterima dengan syarat satu bapak
harus setia pada Wagiyem. Kalau bapak tidak setia pisau di balik baju gadis penjual
nasi pecel akan menjawab. Awalnya rencana pernikahan mau buat bapak meriah.
Tapi keluarga tidak setuju. Sebab bapak dan ibunya Wagiyem sudah meninggal
dunia. Sewaktu Wagiyem berumur satu tahun.
Kemudian diasuh istrinya Pak Karso
tukang pencari pasir di sungai juga tukang perahu getek: perahu kecil terbuat
dari bambu untuk menyebrang orang kampung dari kampung satu ke lainnya. Bapak
nikah resmi di KUA dengan Wali hakim. Bapak merasa sempurna juga bahagia
sekali. Sayang rasa kebahagian bapak merasa belum puas. Sebab bapak dipanggil
bos besar dari Jakarta. Untuk membuat rancangan proyek jalan tol di Malaysia.
Waktu itu istri bapak sedang hamil dua bulan. Bapak pamit ke Malaysia
menandatangani kontrak projek jalan tol. Sebetulnya bapak keberatan
meninggalkan istri tercinta bahkan sedang hamil dua bulan. Juga proyek
bendungan raksasa belum kelar masih butuh dua bulan lagi baru beres.
Rasanya bapak tidak tega. Tapi justru
istri bapak mendukung demi masa depan keluarga.
Akhirnya bapak berangkat terbang ke Malaysia. Setiap bulan bapak kirim
uang lewat keluarganya yang bekerja di balai desa. Ketika usia kandungan istri
enam bulan bapak pulang. Bapak merasa bahagia sekali istri dalam keadaan sehat
bahkan tambah cantik ketika mengandung enam bulan. Setelah masa cuti habis
Bapak kembali ke Malaysia meneruskan bekerja di projek jalan tol, Mas.“
“Terus.“
Bapak
Suherman diam kedua bola matanya menatap kosong di depan pintu ruang tengah.
Hampir lima menit diam tanpa bicara. Berkali kali mengusap wajah dan kedua bola
matanya. Kepalanya menunduk. Jakunnnya bergerak naik turun. Kemudian berdiri lalu
duduk slonjor lagi. Kemudian nyrutup kopi hitam panas. Lalu meneruskan curahan
hatinya kembali kepadaku.
“Bapak menerima telpon dari mandor gudang
perlengkapan proyek. Dua minggu setelah bendungan raksaksa diresmikan pejabat
pemerintah pusat Jakarta. Tanggul sebelah kanan jalur menuju kampung istri
bapak jebol. Debit air melebihi kapasitas kekuatan bendungan. Air bendungan
bludak mengantam dan menenggelamkan apa saja di depannya termasuk rumah
yang ditempati istri bapak tenggelam hanyut hilang bersama lumpur. Sampai
sekarang jasadnya tidak ditemukan. Bapak merasa bersalah. Berdosa. Sebab
tanggul bendungan sebelah kanan mengarah jalan jebol menenggelamkan kampung
istriku tercinta. Sebab kontruksi bangunan tidak sesuai rancangan juga anggaran
bapak buat. Bapak merasa berdosa dan salah besar. Seharusnya bapak
menyelesaikan proyek itu. Mengawasi langsung proses pembangunan proyek itu, Mas.“
“Sabar, sabar Bapak.“
“Setelah kejadian itu satu bulan sekali
bapak selalu datang di bendungan raksasa itu. Mencari informasi ke sana ke sini. Tentang
keberadaan istri bapak. Tetap tidak ketemu. Hanya air bendungan yang bapak
temukan. Warga di sekitar bendungan sudah menghilang pergi semua tidak ada yang tersisa satupun.
Ada beberapa warga yang tinggal di sekitar bendungan. Tapi itu warga baru semuanya. Nyaris
tidak tahu menahu di bawah air bendungan itu dulunya ada enam desa. Juga rumah
istriku. Warga baru dari luar kota rata-rata usaha berjualan warung makan.
Menyediakan tamu wisatawan ketika liburan berkunjung melihat bendungan itu, Mas.“
“Kejadiannya sekitar tahun berapa ya Bapak?“
“Th
1995 bulan Pebruari, Mas.“
“Sudah 27 tahun yang lalu.“
“Iya ya tapi bapak merasa kejadian itu terasa
beberap minggu yang lalu.“
“Setelah kejadian itu apakah Bapak tidak
mencari istri lagi?“
“Tidak Mas.“
“Kenapa?”
“Tidak bisa, Mas.”
“Loo
bapak orang sukses, kaya juga pemborong kan, Insinyur lagi.”
“Betul-betul, tapi tetep tidak bisa sebab
bapak sangat mencintai istri.“
“Apa si kelebihan istri Bapak?“
“Banyak, Mas pokoknya banyak,“ jawab bapak
Suherman sambil menundukkan kepala. Kali ini betul-betul menangis tanpa suara
hanya dengusan napasnya terasa sesak ditutupi wajahnya dengan sapu tangannya.
Aku merasa iba. Jiwanya terasa goncang setiap mencurahkan segala perasaan yang
ada dalam hatinya. Aku dekati bapak Suherman. Tiba-tiba bapak Suherman
memelukkan rapat sambil berbisik denganku.
“Bapak
impoten Mas. Semenjak mendengar istri tercinta tewas bersama jabang bayi baru
berumur enam bulan tenggelam air bendungan yang bapak bangun, Mas.“
“Sabar, sabar ya Bapak.“
“Iya
ya Mas.“
Bapak Suherman memeluk erat sekali entah
kenapa dalam pelukannya aku merasa sejuk dingin damai. Bahkan batinku merasa
adem bahagia belum pernah aku merasakan perasaan seperti ini. Sebentar kemudian
bapak Suherman mengeluarkan dompet dari saku celana panjangnya. Mengambil
selembar foto ukuran dua kali tiga berwarna hitam putih. Mendekatiku kemudian
memberikan foto hitam putih. Saat memberikan foto itu tangannya gemetaran bahkan
jidatnya penuh air keringat sehingga membasahi wajahnya. Sambil berucap,
“Mas tolong dilukis yang terbaik perempuan di
foto ini.“
“Baik.“
“Bapak
ingin melihat langsung ketika melukis perempuan ini.“
“Baik
Bapak.“
“Tolong
dilukis dengan perasaan lembut ya Mas.“
“Ya Bapak.“
Ketika
aku melihat foto perempuan itu. Jantungku berdetak hebat. Bahkan darahku dalam
tubuh merasa panas. Nyas-nyasan. Terasa seluruh urat nadiku. Aku
perhatikan dari bentuk wajah. Kedua bola mata. Alis. Telinga. Bibir. Lehernya
juga garis wajahnya. Aku diam seribu bahasa ada kekuatan hebat ketika aku
menatap foto itu.
“Bisa si Mas.“
“Aku aku coba Bapak.“
“Terima
kasih ya Mas, bapak mau menunggu sampai lukisan ini jadi.“
“Baik
Bapak.“
“Bapak ingin mendapingi proses melukis
perempuan dalam foto ini, dari awal sampai finising. Mohon izin selama melukisan
perempuan itu bapak nginap di sini ya Mas.“
“Baik tapi kamarnya ala kadarnya, apa di
hotel sekitar sini yang fasilitasnya terbagus ya Bapak.“
“Tidak
Mas.
Bukan masalah hotel. Tapi bapak ingin menikmati setiap gerakan melukis
perempuan itu. Bapak ingin menikmati bentuk wajahnya. Kedua bola matanya. Bibirnya.
Bentuk leher juga rambutnya. Bapak sangat kangen dan rindu sekali dengan
perempuan di foto itu, Mas.“
“Baik.“
“Mulai kapan Mas mau melukis.“
“Malam ini Bapak.“
“Terima kasih, terima kasih ya Mas,“ jawab bapak
Suherman persis anak kecil baru dibelikan es krim kesayangannya.
“Siap
Bapak.“
“Berapun
ongkos melukis bapak siap Mas,“ jawab bapak Suherman sambil tersenyum hangat dengan
wajah semringah bombong bungah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar