Pelukis dan Parfum ke-19
Agus Yuwantoro
Aku ngintip di balik korden kamar tamu
berwarna kuning leres garis cokelat susu. Bapak Suherman tidur pulas di samping
lukisan istri tercintanya. Tangan sebelah kanan menyentuh wajah lukisan itu.
Tampak pulas sekali tidurnya. Seolah-olah sedang memeluk rapat istri tercinta
dalam tidurnya. Aku geleng-geleng kepala sendiri sambil menutup pelan pintu
kamar tamu. Kemudian aku bersihkan tempat melukis. Dari sisa kain kanvas,
minyak cat, air mineral juga beberapa kwas. Aku masukkan dalam tempat khusus.
Sudah tiga minggu aku beres-beres di rumah
kontrakanku. Putut Dian Purnama pulang kampung mengikuti seleksi tes guru
kontrakan. Formasi pengadaan guru seni melukis untuk SMP di wilayah
Kabupatennya. Untung sudah selesai kuliah walaupun hanya lulusan Diploma dua
tahun Falkutas Seni Melukis di salah satu perguruan tinggi di Bali. Semua biaya
kuliah aku yang nanggung sampai wisuda. Kedua orang tuanya tewas mengenaskan. Menjadi
salah satu korban tragedi berdarah bom Bali.
Dahulu kedua orang tuanya setiap hari
menjadi penjual kembang mawar merah putih, dupa dan beberapa lilin Cina berwarna
merah bergambar ukiran ular naga. Dibungkus dengan keranjang terbuat dari kulit
bambu di pinggiran jalan Legian no 339.
Setiap hari selalu rajin setia menjual untuk perlengkapan sembahyang juga
sesaji beragama Hindu. Tewas bersama ledakan bom Bali. Sampai hari ini jasadnya
tidak ditemukan. Mungkin sudah hancur lebur bersama ledakan api merah membara bom
Bali.
Setelah kejadian itu menggelandang menjadi
penjual koran jalanan dan tukang semir sepatu. Di setiap lorong jalan
perko, pasar dan terminal. Ketika sedang istirahat di depan galeri lukisanku.
Aku tidak sengaja melihat Ketut Dian
Purnama sedang melukis cahaya rembulan malam merekah memerah di atas
dermaga sampan nelayan tradisional. Lukisan gaya natural hitam putih di buku
gambarnya. Aku tertarik dia punya bakat terpendam. Semenjak itu aku angkat menjadi
anak asuhku. Juga membantu membersihkan galeri dan rumah kontrakanku. Setiap pagi aku
suruh berangkat sekolah di salah satu SMA Swasta. Pulangnya membantu menjaga
stan beberapa lukisan di galeriku.
Tragedi berdarah bom Bali tidak hanya membunuh
para tamu turis asing. Tapi juga beberapa orang pinggiran tidak berdosa. Dari tukang
parkir, penjual nasi bungkus keliling termasuk penjual kembang mawar, lilin dan
dupa untuk perlengkapan sembahyang beragama Hindu. Kedua orang tua tercinta
Ketut Dian Purnama tewas bersama ledakan bom Bali. Pada prinsipnya tidak tahu apa-apa. Berjualan
untuk memerangi kemiskinan dan kelaparan di tengah kota pariwisata. Tangan di atas lebih
terhormat dari pada tangan di bawah. Walaupun menjadi pedagang kembang mawar dan
peralatan sembahyang beragama Hindu. Berakibat Ketut Dian Purnama menjadi gelandangan
di kota pariwisata di daerah Bali. Menjadi tukang semir dan menjual koran jalanan.
Selama dua tahun hidupnya mengembara berteman akrab senja, cahaya rembulan.
Berselimut bintang gumintang dan dinginnya angin malam di setiap pojok perko
tepian jalan. Sekarang uji nyali ikut seleksi guru kontrakan di Kabupatennya.
Sudah menjadi agenda rutinku setiap hari
harus bangun pagi jam empat. Bersama merekahnya cahaya matahari merah di atas
langit jingga. Basuh muka. Gosok gigi. Berwudu. Kemudian Ikut salat berjamaah
subuh di musala persis pangkalan bus Pariwisata jurusan Bali Jawa. Ketika aku pulang
dari musala aku mendengar bunyi gayung bersama air bak mandi begitu keras.
Semakin dekat bunyi air di bak mandi semakin jelas.
Aku masuk lewat pintu belakang.
Menyalakan kompor gas. Masak air panas untuk membuat kopi hitam kesukaan bapak
Suherman. Sudah lima hari nginap rumah kontrakanku. Entah kenapa hatiku terasa
nyaman damai teduh bahagia bapak Suherman nginap di rumah kontrakanku.
Mungkin selama hidup ini aku selalu membayangkan tokoh seorang ayah. Sebab
selama ini sangat buta dan asing sekali dengan tokoh ayah dalam kehidupanku.
Sambil menunggu air mendidih. Aku nyapu
lantai. Bersih bersih jendela kaca. Ketika aku masuk ruang tamu aku melihat
bapak Suherman duduk tersenyum-senyum sendiri. Sambil membersihkan rambutnya
dengan handuk kecil berwarna biru laut. Senyumnya cerah penuh arti. Kemudian
mendekatiku sambil berbisik pelan tanpa rasa malu.
“Mas tadi malam bapak bermimpi bercinta
dengan istri bapak.“
“Khaa.“
“Iya ya Mas lukisan itu
membangkitkan kelakianku.“
“Maksudnya bapak?“
“Bapak tidak impoten, Mas.“
“Masa?“
“Iya, sudah puluhan dokter terhebat,
termahal untuk menyembuhkan impoten ini Mas tidak sembuh. Tapi
ketika bapak melihat menikmati lukisan istri bapak pelan-pelan rasa kelakianku
muncul dan bergairah lagi mas, terima kasih, terima kasih ya Mas.“
“Sama sama Bapak.“
“Bahkan Dokter spesialis kelamin dari Singapura tidak mampu menyembuhkan
impoten bapak. Kata Dokter sebab faktor batin. Kejiwaan. Membuat bapak impoten.
Sekali lagi terima kasih ya Mas.”
“Sama sama Bapak.“
“Mas tolong carikan informasi kalau
bertemu dengan perempuan mirip dilukisan ini. Cepet-cepet telpon bapak ya.
Sebab semua tabungan hasil kerja bapak selama dua puluh tujuh tahun bapak
trasfer ke no rekening istri bapak, mas sebagai ujud tanggung jawab seorang
suami.“
“Ya
ya Bapak.“
Hari ini bapak Suherman betul-betul bahagia.
Berjalan mondar-mandir dari ruang depan keruang
kamar tidur tamu. Ketika sampai depan pintu kamar tamu selalu melihat
lukisan istrinya sambil membersihkan rambutnya dengan handuk kecil. Kemudian
tersenyum sambil nembang lirih kesukaannnya bapak Suherman. Album Scoprion
dengan judulnya Still Loving Yau. Aku Cuma bisa menggeleng-gelengkan kepala
sendiri sambil berucap dalam batinku.
“Syukur alhamdulillah bapak
Suherman sembuh dari imponten hanya melihat lukisan istrinya.‘’
Ketika aku melanjutkan menyapu lantai
masuk ke kamar tamu. Perasaanku reflek. Nyass-nyassan kembali. Darahku
mendidih. Detak jantungku tidak beraturan. Bahkan keringat dingin keluar. Ada
kekuatan serba aneh. Kedua bola mata lukisan perempuan itu. Seolah aku tidak
asing dalam kehidupanku baik suka dan duka selama ini.
“Apakah kedua bola mata itu adalah ... akhh gak
mungkin,“ jawabku lirih sambil menyapu lantai kamar. Sementara aku masih mendengar
bapak Suherman bernyanyi Still Loving You sambil minum kopi hitam panas lalu menghisap rokok Malboro merah. Di
sampingnya korek Zippo berwarna kuning emas asli buatan Amerika. Asapnya
dimainkan membentuk buah hati. Sambil tersenyum cerah di ruang tamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar