Pelukis
dan Parfum ke-14
Agus
Yuwantoro
Aku bersama Ketut Dian Purnama berjalan
masuk gang ke tanah makam umum. Penuh tanaman bunga kamboja sedang berbunga
berwarna putih. Ada bunga mawar merah putih. Pohon beringin tua tumbuh besar
kokoh dengan daunnya rimbun. Batu- batu nisan tertata rapi. Bahkan ada beberapa
batu nisan penuh taburan bunga. Mungkin haru saja diziarohi keluarganya.
Burung-burung emprit saling berkejaran di
atas
pohon nangka. Berterbangan kian kemari di atas tanah makam. Kemudian sembunyi
di balik daun pohon beringin.
Tanah makam di atas gundukan tanah
terbagi tiga kelompok. Di samping khusus
tanah makam beragama Nasrani. Batu nisannya berwarna putih dengan tanda salib.
Di sampingnya tanah makam beragama Hindu dan Budha. Penuh dengan miniatur Pure
dan Candi. Di sebelah tebing di bawah
pohon beringin tua daunnya lebat tanah makam beragama Islam. Sebuah harmoni
kerukunan antar umat. Tanah makam saling berdampingan. Sejuk. Damai. Saling
menghargai ketika ada upacara pemakaman. Tanpa ada muatan konflik sara: Suku,
Agama, Ras dan adat. Yang akan memecahkan dan meruntuhkan peradaban sendi
manusia beragama. Hanya menguntungkan orang-orang tertentu merasa senang puas
ketika konflik sara meledak dan pecah.
Di bawah pohon kamboja penuh bunga. Makam
gadis kecil tabrak lari. Vika Wulandari si gadis kecil berambut panjang dengan
pita jingga. Nisannya tertulis Vika Wulandari Binti Sarmo. Aku taburkan bunga
mawar merah putih. Mengirim doa-doa terbaik agar mendapatkan ampunan dari
Tuhan. Sesudah itu aku dan Ketut Dian Purnama berjalan keluar tanah makam umum.
Tepat di persimpangan jalan kontrakaan
rumahku. Aku bertemu kang Sarmo sedang menjemur ikan di atas kain terpal dengan
istrinya.Kemudian menyapaku.
“Kapan pulangnya, Mas?“
“Tadi pagi, Kang.“
“Biung sehat.“
“Sehat Kang.“
“Baru saja ke makam ya, Mas.“
“Iya Kang,“ jawabku.
Kang Sarmo lalu duduk di dalam tenda
kecil tempat menunggu menjemur ikan basah. Menawarkan aku untuk masuk dan
duduk. Istrinya langsung meracik tiga gelas minuman kopi dengan tremos plastik
berwarna ungu bergambar bunga tapak dara. Kemudian diletakkan di atas baki
plastik berwarna biru laut. Ada pisang goreng dari pisang tanduk dalam piring
doralek berwarna cokelat.
“Sini masuk, Mas.“
“Iya ya terima kasih, Kang.“
“Kasihan gadis kecil itu.“
“Korban tabrak lari ya Kang?“
“Iya Mas sehabis ditabrak tidak ada
yang mau ngurus.“
“Apa tidak ada keluarganya?“
“Tidak ada Mas, langsung aku urusi dengan
istri, kasihan.“
“Iya ya Kang.“
“Sudah tuli bisu tidak punya saudara jadi
korban tabrak lari.“
“Gadis kecil itu bisu?“
“Iya bisu dan tuli, tidak bisa bicara dan
mendengar dengan bahasa isyarat. Bahkan sebelum satu hari tewas. Menitipkan
sebuah botol parfum ke rumahku
untukmu Mas?“
“Mana Kang, parfumnya?“
“Sebentar biar istri yang mengambil parfum
itu.”
Sebentar kemudian istri kang Sarmo bernama
Latri keluar dari tenda. Pulang ke rumah mengambil botol parfum. Butuh waktu
lima menit istri kang Sarmo sudah kembali masuk tenda. Langsung memberikan
botol parfum kepadaku. Aku terkejut ternyata ada tulisan namaku.
“Berarti parfum ini dari Supraptiwi,“ batinku sambil menerima parfum
itu.
Aku langsung melirik kang Sarmo. Kang
Sarmo cuma ternyum sendiri sedangkan istri kang Sarmo terus melihat tingah
polahku sehabis menerima bungkusan parfum itu.
“Parfum dari siapa ya Mas?“ sapa kang Sarmo.
“Tidak tahu, Kang.”
“Dari baunya parfum itu mahal itu Mas.“
“Iya ya Kang.“
“Di sini tidak ada yang menjual lo Mas.“
“Bener Kang.“
“Andai kata si Vika Wulandari tidak bisu dan
tuli bisa mengatakan parfum itu dari siapa ya Mas.“
“Iya Kang.“
Setelah mimun kopi aku pamitan pada kang
Sarmo dan istrinya. Pulang ke rumah kontrakan. Melanjutkan melukis pesanan Bapak Suherman dari Jakarta
seorang kontraktor yang hobi
mengoleksi lukisan dari anak bangsa.
Melukis tokoh pergerakan perempuan di Jawa. Menggangkat hak martabat wanita
ingin sejajar dengan kaum lelaki. Bisa sekolah tinggi sejajar dengan kaum
lelaki dalam bidang apapun. Wanita ke
depan
tidak menjadikan kawasan eksploitasi
seksual.
Mengubah
paradigma klasik wanita bisanya hanya:
Masak, Ngamar, Manak.
Sebab satu bulan lagi mau diambil lukisan
tokoh pergerakan peradaban wanita Jawa dari Jepara, aku pegang erat erat parfum
ini. Aku masukkan dalam saku celana panjang. Sepanjang
perjalanan ke rumah kontrakanku anganku melambung tinggi. Tersenyum sendiri.
Berjalan sambil memegang erat parfum itu dalam saku celanaku. Aku sudah tidak
penasaran lagi dengan gadis kecil berambut panjang dengan pita jingga. Bernama
Vika Wulandari putri yang terlahir dari seorang perempuan senja dengan segala
jurus pelukan lelaki satu dan lelaki lainnya. Semua sudah terjawab. Tinggal
sang waktu yang bisa menjawab kapan bisa ketemu langsung dengan Supraptiwi.
Hanya Tuhan yang maha tahu. Rahasia Tuhan yang tentunya semua manusia tidak
bisa merencanakan adalah: Rezeki, Kematian, Jodoh. Sehebat otak manusia
tidak bisa lari dari tiga unsur tersebut. Manusia hanya bisa merencanakan, tapi Tuhan yang menentukan
semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar