Selasa, 15 Maret 2022

Persimpangan Jalan Kalidatar

pixabay.com


Oleh. Agus Yuwantoro

Pelukis dan Parfum ke-12


      Sehabis silaturahim di rumahnya mbok Wakem. Aku menjadi ingat isi santapan rohani imam musholaku. Silaturahim adalah perintah-Nya mendapatkan ridha Alloh SWT. Membuat bahagia kerabat yang dikunjungi. Membuat rasa bahagia malaikat karena malaikat senang silaturahim. Melahirkan memori atau ingatan positif dari orang beriman terhadap mereka yang menjaga silaturahim. Membuat hati dan pikiran iblis susah karena menghendaki retak nilai persaudaraan manusia pecah cerai berai. Menambah berkah umur. Menambah keberkahan rezeki. Membuat bahagia ayah dan kakek yang sudah wafat. Sebab merasa senang kalau keturunannya menjaga hubungan kekerabatan. Menambah pahala  bagi mereka selalu menjaga nialai silaturahim dengan rasa tulus ikhlas. Bisa menimbulkan pola berfikir pada kerabat-kerabat. Menyebut kebaikan semasa hidup. Sebab ahli silaturahim.

     Di samping itu aku menemukan ilmu yang paling mahal selama hidup ini. Sebuah nilai kesetiaan yang tinggi. Juga nilai norma arti cinta sejati. Mbok Wakem dari usia dua puluh tahun hatinya terdampar dalam dermaga hati suaminya tercinta kang Pras. Hampir empat puluh lima tahun hidup menyendiri tanpa pendamping hidupnya. Alias janda muda. Hanya berteman foto suami tercinta yang menempel pada dinding anyaman bambu. Tempat mencurahkan segala kerinduannya.

      Bahkan aku mendengar dari tetangga dekat mbok Wakem. Sudah menyediakan lahan kosong dekat makam suaminya. Ketika Tuhan Sang Pencipta segala isi alam raya memanggil mbok Wakem. Meninggal dunia. Ingin dimakamkan jejer persis dengan suami tercinta. Bahkan rumah dan tanahnya dari sang cintanya. Kang Pras. Sudah diwakafkan pada imam Mushola. Untuk kegiatan anak-anak mengaji. Biar paham agama yang baik tepat dan benar. Sebab kecerdasan tanpa dasar agama akan merusak dirinya sendiri. Maka orang cerdas tentu butuh pondasi dasar agama yang super kuat. Sebab kedepan bisa membedakan nilai kebenaran dan kesalahan dengan cerdas. Sebab punya dasar agama yang benar. Bisa menyelamatkan hidup dirinya sendiri. Keluarganya. Nasabnya. Lebih- lebih di lingkungan kehidupannya sehari-hari.

      Sebuah rasa cinta abadi tanpa rekayasa. Hanya perpaduan hati yang tulus murni akan melahirkan api keabadian cinta menyala sepanjang masa. Cinta bukan pelarian. Cinta bukan tempat pendendam. Cinta bukan pelampiasan sebuah kegagalan. Cinta bukan menjebak ketika merasa titik nadi kecapaian dan puas bermain cinta. Cinta bukan rayuan maut berujung rayuan dengan bumbu seks di luar nikah. Cinta bukan nafsu. Cinta bukan sisanya dari orang lain. Mbok Wakem membuktikan pada suaminya bahwa cinta tetep menyala dalam hatinya khusus suami tercintanya. Dalam api keabadian cinta Mbok Wakem pada suaminya Kang Pras.

     Sambi berjalan masuk gang jalan aspal Kalidatar aku merasa malu pada diriku sendiri. Tidak mampu dan betapa bodoh. Goblok. Memaknai sebuah cinta. Buktinya ketika rasa cinta mengembang dalam dada. Hanya emosi dan emosi yang tumbuh dalam dada. Ketika baru mendengar isu santer di seluruh kampungku. Supraptiwi binti Bapak Wagino mau menikah dengan salah satu keluarganya bah Shiong. Bukannya menyelesaikan atau meluruskan isu yang berkembang. Tapi malah lari dari isu yang belum tentu jelas dan benar.

     Aku terlalu bodoh dan dungu memaknai arti cinta. Kalah total dengan mbok Wakem. Walaupun sang cintanya telah meninggal dunia. Cahaya cinta tetap menyala dalam hatinya. Buktinya mampu menjaga rasa cinta pada suaminya. Justru aku kaum terdidik  memaknai cinta penuh kecemburuan. Tidak percaya pada yang dicinta. Mudah terhasut.  Percaya pada isu-isu beterbangan dalam kepala dan otak. Sekarang baru muncul rasa penyesalan dan kesalahan mengartikan kata cinta.

    Hampir lima tahun kehilangan kontak tidak bisa komunikasi dengan Supraptiwi. Baik jumpa darat maupun udara. Hanya sebotol parfum entah merek apa masih aku simpan dalam ruangan khusus. Bau parfum itu mencairkan rasa rinduku. Juga rasa cintaku walaupun tidak sehebat rasa cintanya mbok Wakem pada suaminya.

   Ketika aku masuk jalan beraspal Kalidatar anganku melayang terbang tinggi menembus awan. Dahulu waktu aku berangkat sekolah sma di jalur jalan ini. Setiap hari selalu berpapasan dengan Supraptiwi. Dengan seragam baju biru putih rambutnya lurus hitam mengkilat sebahu. Memakai sepatu ket Warior dengan kaos kaki putih bergambar kupu-kupu. Aku berjalan di sebelah kanan. Supraptiwi berjalan sebelah kiri bergandengan tangan dengan teman setianya dengan kaca mata minusnya.

      Selalu tersenyum manis bersama cahaya mentari pagi. Ketika aku pulang dari sekolah berjalan sebelah kiri. Supraptiwi berjalan sebelah kanan juga masih setia bergandengan tangan dengan teman setianya. Kemudian terseyum manis lagi dengan giginya putih rata. Bahkan kedua bola matanya tajam memandangku sehinga detak jantungku bergetar. Saat terindah dalam hidupku ketika berangkat dan pulang sekolah selalu bertemu di jalan aspal hitam Kalidatar. Hanya kedua bola mata dan senyuman mencairkan rasa kasmaran.

       Belum berani mengucapkan lewat kata. Apa lagi merayu di depannya. Sebuah norma nilai adat suci etika ketimuran. Masih melekat dalam otak. Jadi cukup beradu mata dan saling tukar senyum. Mengartikan sebuah kasmaran juga jatuh cinta pada zamannya. Dan pada suatu hari aku tidak bisa ketemu. Hatinya berkecamuk penuh tanya. Penasaran. Ada perasaan yang kurang. Pernah satu minggu tidak ketemu. Penasaran. Mencari info kesana kesini. Supraptiwi sedang sakit. Sehabis pulang sekolah langsung nengok ke rumahnya. Supraptiwi tiduran badannya lemas wajahnya pucat di atas ranjang besi berwarna biru muda dengan selimut bercorak  garis putih hitam. Tetap tersenyum hangat dengan sorot pandangan bola mata yang tajam.

      Di jalan aspah hitam Kalidatar penuh kenangan. Ada petilasan garis lukisan kasmaran aku dan Supraptiwi. Salah satu siswi pelajar smp kelas satu samping jembatan terminal. Hanya plirak-plirik. Saling bertukar senyum. Saling memandang di persimpangan jalan Kalidatar. Terasa melambung rasa kasmaranku pada gadis kecil smp bernama Supraptiwi putrinya bapak Wagino.

   Sekarang sudah terbang ke Singapura bahkan menurut mbok Wakem cuma satu tahun sekali baru bisa pulang kampung bertepatan hari besar cina Imlek. Aku sudah tidak mampu lagi membayangkan kedua bola matanya yang tajam dan indah. Menyimpan senyumannya yang manis merekah berkembang di tengah bibir merah merekah memerah basah.

        Gumpalan hati dan darahku mendidih sehingga tumbuh semi mekar kembali ketika ada satu lukisanku ada bau parfum persis seperti parfum pemberian Supraptiwi. Gadis kecil berambut panjang dengan pita jingga. Akan aku cari sampai kapanpun. Sebab gadis kecil ini yang menaruh cairan parfum dalam lukisanku. Bahkan mampu membuka tabir kehidupan Supraptiwi yang sebenar-benarnya. Sudah aku catat dalam otakku. Gadis kecil berambut panjang dengan pita jingga itu tinggal di sekitar jalan Lintang Kemukus. Bukti kuat Supraptiwi sedang berada di daerah Bali. Bahkan ketika aku mau pulang kampung mudik naik bus. Aku melihat jelas gadis kecil berambut panjang dengan pita jingga melambaikan kedua tangan ke arahku. Bahkan ada tulisan di selembar kertas karton yang dikalungkan pada lehernya. Itu jelas tulisannya Supraptiwi. 

 

 


 

 AGUS YUWANTORO, Lahir di Prambanan 5 Agustus 1965, Pendidikan  Terakhir S2 di Unsiq Prop Jateng. Prodi Magister Pendidikan Agama Islam 2009, anggakatan ke 2. Tahun 2010 mendapatkan penghargaan Bapak Gubernur Jawa Tengah, juara pertama menulis sajak dan puisi dalam rangka peringatan 100 Tahun Meninggalnya Presiden RI Pertama Bung Karno juga mendapatkan Piagam kehormatan dari Panitia Pusat Jakarta an. Prof.DR.H. Soedijarto, MA, Aktif nulis fiksi sudah 25 Buku Antologi baik puisi dan cerpen sudah terbit. 3 buku solonya,Antalogi Puisi dengan judul “Tembang Sepi Orang Orang Pinggiran”. Antalogi Cerpen “ Kembang Kertas  Nulis Novel berjudul Gadis Bermata Biru setebal: 250 halaman. Alamat Penulis  Gedangan RT.08 / RW.05. Ds. Pecekelan.Kec.Sapuran.Wonosobo,Jateng.WA : 081325427232.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar