Selasa, 15 Maret 2022

Peran Karya Sastra Banyumasan dalam Pelestarian Bahasa Banyumasan

 

Peluncuran Novel Trilogi Jalitheng karya Nasirin L Sukarta di Aula Dinas Arpusda Kab. Banyumas (12/3/2022)


(Tinjauan Buku Trilogi Jalitheng Karya Nasirin L Sukarta)

Oleh Agus Pribadi

 

 

Bahasa dapat digunakan dengan dua cara, yaitu diucapkan dan dituliskan. Bahasa yang diucapkan dapat didengar dalam kehidupan sehari-hari baik dalam situasi nonformal maupun formal. Bahasa yang dituliskan dapat dibaca pada tulisan nonfiksi maupun fiksi.

Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa yang diucapkan (bahasa lisan) dapat didengar baik dalam suasana nonformal maupun formal. Dalam suasana nonformal, misalnya dapat didengar percakapan di pos ronda tentang suatu topik yang sedang hangat. Percakapan antar anggota keluarga sambil menonton televisi, dan lain-lain.

Dalam suasana formal, beberapa contohnya: sambutan ketua rt dalam sebuah acara lingkup rt; pidato kepala desa dalam acara lingkup desa.

Meskipun bahasa Banyumasan tidak termasuk bahasa yang saat ini terancam punah, tetapi penggunaan bahasa Banyumasan dalam percakapan sehari-hari semakin minim digunakan terutama generasi muda kita. Percakapan antara orang tua, dan khususnya ibu dengan anak pun juga seringkali minim penggunaan bahasa Banyumasan. Termasuk yang dialami penulis sendiri juga demikian.

Bahasa yang dituliskan dalam bahasa Banyumasan, sebagai contoh majalah Ancas Kalawerta Penginyongan; blog yang khusus menggunakan bahasa Banyumasan, dan lain-lain.

Salah satu jenis karya tulisan (bahasa yang dituliskan) dapat berupa karya sastra, misalnya cerpen (cerkak), novel, puisi (guritan), drama, dan yang lainnya. Novel Trilogi Jalitheng karya sastrawan dari Kalisube, Nasirin L Surakarta termasuk dalam jenis karya sastra ini.

Trilogi Jalitheng

Novel Trilogi Jalitheng terdiri dari tiga novel yang berturut-turut berjudul: pertama, Jalitheng. Pada buku pertama bercerita tentang pertemuan Jalitheng dan Janet yang menimbulkan rasa saling suka pada kepribadian masing-masing. Meskipun dalam kehidupan Jalitheng juga ada Dewi, yang juga memiliki kesan tersendiri dalam hidup Jalitheng. Buku ini juga memuat tentang filosofi kudi, dan juga cerita tentang ikan Tambra yang memiliki sisik kuning.

Kedua, Tembagan Woh Katresnan. Di buku kedua ini, Jalitheng masih bertemu dengan Janet di satu sisi, dan bertemu Dewi di sisi yang lain.  Buku ini memuat tentang cerita pohon tembagan yang berarti juga berkaitan dengan eyang Kaiman, yang juga berarti berkaitan dengan Banyumas.

Ketiga, Gubes-Gubes Kenong Lima. Pada buku ketiga ini Jalitheng sudah menentukan pilihan untuk menjadi calon pendamping hidupnya. Manyar, adiknya juga mengarahkan Jalitheng untuk memilih salah satunya diantara Janet dan Dewi. Buku ini juga memuat tentang begalan dan pendapa.

Lageyan dan karakter orang Banyumas

Buku trilogi ini menggambarkan dengan kuat lageyan (gaya tutur) orang Banyumas yang terdiri dari : pertama, Cablaka (blak-blakan) yang mencerminkan jujur dalam komunikasi. Kedua, Mbanyol (candaan lucu) yang mencerminkan sikap sabar dan menerima. Ketiga, Semblothongan (semaunya sendiri) yang mencerminkan sikap egaliter, kebersamaan tanpa memandang status sosial. Semua itu tercermin dari tokoh Jalitheng yang suka bercanda, Manyar adik Jalitheng, Blawong teman Jalitheng, Dewi, dan tokoh lainnya.

Peran karya sastra Banyumasan

Peran karya sastra dalam melestarikan bahasa Banyumasan: pertama, Buku sastra berbahasa Banyumasan bisa menjadi museum kata-kata berbahasa Banyumasan yang akan abadi bisa dinikmati anak cucu, meskipun dalam keseharian bahasa itu jarang dipakai bahkan oleh orang Banyumas sendiri. Kedua, Bersama-sama dengan elemen lain, misal pengguna bahasa lisan, ikut menjaga kekayaan kosa kata bahasa Banyumasan. Ketiga, melalui cerita yang menarik dan penuh pengetahuan dan hikmah yang diolah para pengarang, dapat menjadi daya tarik orang Banyumas atau di luarnya untuk mengenal lebih jauh tentang bahasa Banyumasan.

Semoga bahasa Banyumasan akan selalu ada dan dapat ditelusuri jejaknya, salah satunya melalui karya sastra; salah satunya melalui novel Banyumasan ini.

Banyumas, 11 Maret 2022

 

 

Referensi

Rahayu, Puji. Lageyan dan Karakter Masyarakat Banyumas dalam Kumpulan Cekak Iwak Gendruwo karya Agus Pribadi dkk (kajian Etnolinguistik)

Sukarta, Nasirin L. Trilogi Jaliteng. Purwokerto: SIP Publishing.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar