May Kurniawati
Ini adalah hari yang melelahkan bagiku. Saat kulihat jam dinding di angka lima, segera kututup buku-buku yang ada di hadapanku dan bergegas keluar dari perpustakaan sekolah. Lalu: bang…, bukuku berserakan di lantai lorong.
"Maaf," katanya, kemudian aku menatapnya dengan frustrasi.
"Hei, lizzy, biarkan aku membantumu," katanya lagi.
"Tidak apa-apa aku bisa melakukannya sendiri," kataku padanya.
Dia mengambil buku yang berserakan di lantai dan memberikannya kepadaku, “Oh, ayolah, jangan marah kucing kecil.” dia tersenyum lebar kepadaku.
"Aku tidak…, jangan berani kau panggil aku seperti itu," kataku padanya. Dia tertawa semakin lebar dan meminta maaf padaku tapi aku meninggalkannya tanpa berkata apa-apa.
Sesampainya di rumah kost, teman serumahku, Sara menyambut kepulanganku dengan aroma mie lezatnya.
“Hei lizzy, bagaimana harimu?” Sara bertanya padaku dan memberikan semangkuk mie panasnya.
Kuhembuskan napas beratku dan berkata, “Mungkin ini hari terburukku Sara, guru Biologi memberiku banyak tugas karena aku datang terlambat ke kelasnya dan aku bertemu dengan Leo, dia membuat hariku terasa sangat melelahkan,” kataku padanya dan aku segera duduk di meja makan.
"Really! kau bertemu Leo? Cowo ganteng tetangga sebelah? Ceritakan dong bagaimana kamu bisa bertemu dengannya,” katanya riang.
“Lupakan saja, kalo aku ceritakan nanti hilanglah moodku and please, biarkan aku makan mieku, aku sangat lapar,” kataku padanya. Sara tersenyum dan memandangku tanpa berkata apapun.
Leo adalah cowo yang tinggal di samping rumah kos kami. Dia tinggal bersama bibinya. Rumor mengatakan bahwa dia adalah seorang anak yatim piatu, tetapi aku tidak mau ikut campur dalam urusan orang lain. Yah, sebenarnya dia lumayan ganteng tapi tidak sebegitu ganteng seperti yang dikatakan Sara. Teman-teman di sekolah mengatakan ketampannanya berasal dari ayahnya karena ibunya menikah dengan bule. Banyak anak perempuan di sekolahku yang suka dengan Leo, selain wajahnya yang kebule-bulean, dia juga suka menolong. Aku sendiri sudah mengenalnya selama hampir lima bulan akan tetapi ada sesuatu yang aku kurang suka tentangnya. Aku tidak tahu mengapa, aku pikir semua yang dia lakukan hanyalah kepalsuan saja dan itu mungkin alasanku tidak suka padanya.
Beberapa hari kemudian di hari Minggu yang cerah, Sara dan aku jogging pagi-pagi sekali. Kami jogging di sepanjang jalan utama menuju alun-alun kota di mana kami selalu makan makanan ringan di sana. Ini adalah tempat terbaik di kota di mana orang-orang berkumpul, berolahraga dan bersantai. Ada beberapa kolam air dengan bebek berenang di atasnya dan beberapa taman yang menjadikan alun-alun kota tempat terbaik untuk nongkrong. Sara dan aku duduk di tempat favorit kami di bawah pohon besar dekat kolam. Kami mendiskusikan tugas kami dan mencari jawaban atas soal-soal yang diberikan saat tiba-tiba Leo datang dengan membawa makanan ringan dan duduk bersama kami.
"Akhirnya kamu datang juga! Kok lama sekali kamu sampai di sini?” Sara berkata dengan menggoda.
"Kamu memintanya untuk datang?" Aku berkata dengan keras kepada Sara.
"Tenang Lizzy, Leo tidak akan menggigitmu." Sara menatapku dan tersenyum lebar.
"Mungkin aku akan melakukannya." Leo mengedipkan mata padaku dan mereka berdua tertawa.
"Yah Lizzy jangan menatapku seperti itu, aku memintanya untuk datang karena Leo akan membantu kita mengerjakan soal-soal kita ini. Leo kan siswa terbaik di sekolah kita, dia akan menjadi penyelamat hidup kita.” Sara menatapku dengan matanya yang penuh makna
“Baiklah kalau begitu, mari kita mulai,” kataku pada akhirnya.
Pagi itu Sara menjelaskan soal-soal yang kami tidak bisa kerjakan dan dengan serius Leo memperhatikannya, terkadang dia mengangguk dan menuliskan beberapa alternatif jawaban dan mengajari kami cara menyelesaikan setiap masalah yang kami miliki. Diskusi pagi itu lebih dominan dipimpin oleh Sara karena aku hanya diam dan mengikuti percakapan mereka. Terkadang mereka tertawa bersama ketika Leo mengatakan sesuatu yang lucu untuk menghibur kami. Aku tidak terlalu suka dengan keadaan itu dan mungkin itu terlihat di wajahku akan tapi Leo sepertinya mengabaikan sikapku, dia terus tersenyum dan terlihat bahagia.
Hari-hari berlalu begitu cepat, Leo sering menemui kami di sekolah dan juga berkunjung di kost kami. Dia memberikan waktu luangnya untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas kami. Dan alhamdulillah, pada akhirnya kami mendapat ranking terbaik dalam pelajaran Matematika. Selain itu Leo juga membantu memperbaiki pintu dapur yang rusak, mengganti lampu yang mati dan juga terkadang ikut berkebun di halaman depan kost. Leo juga mengajak kami untuk menonton film dengan beberapa teman sekolah di akhir minggu. Sara dan Leo menjadi semakin dekat dan Sara selalu memujanya setiap kali kami mengobrol bersama. Aku kurang suka dengan hal ini.
Sudah hampir lima bulan Sara dan Leo menjadi semakin dekat. Leo sering mengundangnya ke rumah bibinya dan mereka sering sekali makan malam bersama. Sebenarnya Leo juga mengajakku tapi aku menolak tawarannya. Dia menatapku dengan matanya yang indah dan tetap tersenyum meskipun aku menolak untuk bergabung dengan mereka, aku beralasan bahwa aku harus menyelesaikan tugas-tugaskuku dan cerita bohong lain yang kuceritakan padanya. Sebenarnya Leo tahu itu hanya alasan saja tapi dia tidak pernah bertanya kenapa. Terkadang di lubuk hatiku, aku menyadari bahwa apa yang aku lakukan itu tidaklah baik tapi mungkin aku ini terlalu keras kepala.
Di suatu malam ketika Sara dan aku makan malam, Sara berkata, “Kamu tahu Lizzy, Leo mengambil beasiswa dan dia akan keluar kota dalam beberapa hari, itu berita yang luar biasa tetapi kau tahu … hidup tanpa Leo tidak akan pernah sama lagi, dia seperti kakak laki-laki bagiku dan dia adalah penyelamat masalah kita, Leo adalah ….” Sara memberitahuku tapi seolah-olah otakku tidak bisa mencerna ceritanya. Otakku sepertinya berhenti berpikir dan hanya ada satu kata yang bisa kuproses bahwa dia akan pergi. Cowo tampan dengan senyumnya yang lebar tidak akan pernah mengunjungi kami lagi. Berita ini seharusnya terdengar bagus bukan? Karena aku masih tidak menyukainya tapi ada sesuatu yang hilang yang aku rasakan di lubuk hatiku yang terdalam, dan aku tidak tahu mengapa.
"Lizzie, kau mendengarku? aku pikir sebaiknya kau bertemu dengannya, mengucapkan terima kasih atas apa yang telah dia lakukan untuk kita dan mungkin meminta maaf kepadanya setelah apa yang telah kau lakukan? Maksudku ... kau tidak melakukan kesalahan apapun tapi sikapmu sedikit kasar padanya, bukan? Lizzy, aku tahu kau adalah teman terbaik yang aku kenal dan kau sebelumnya belum pernah bertingkah seperti ini, tetapi dengan Leo … kau seperti orang yang berbeda yang aku kenal.” Sara menatapku dengan wajah sedihnya.
“Terimakasih Sara, aku akan memikirkannya, dan aku … maaf Sara, sepertinya aku sakit kepala, aku akan pergi tidur sekarang." Aku bangkit dari kursi sambil menyentuh kepalaku.
"Tidak apa-apa, pergi tidurlah sekarang dan Lizzy, cepat sembuh ya," Sara berkata sambil menatapku dengan wajah sedihnya.
Malam itu aku tidak bisa tidur, hal itu bukan karena sakit kepala yang kurasakan tapi perasaan janggal yang aku rasakan setelah Sara memberitahuku tentang kepergian Leo. Aku tahu aku telah kasar padanya, kadang-kadang aku bisa melihat dari tatapan matanya tapi dia mengubah ekspresinya begitu cepat. Dia berpura-pura bahwa sikap burukku padanya baik-baik saja. Dan sekarang mendengar bahwa Leo akan keluar kota mengapa aku merasa sedih dan hatiku hancur. Apakah aku mencintainya? Astaga, Oh tidak, semoga itu tidak terjadi. Tapi aku tidak ingin menyesali sesuatu; setidaknya aku harus minta maaf padanya, bukan? Yah besok aku harus bertemu dengannya.
Keesokan paginya aku pergi ke kelasnya. Leo terkejut saat aku mencarinya. Kemudian aku memintanya untuk menemuiku setelah kelas selesai. Aku tidak bisa fokus pada pelajaran hari itu, yang kupikirkan adalah kata-kata apa yang akan kusampaikan kepada Leo. Ketika bel berbunyi, aku bergegas menemui Leo dan dia sudah menungguku di bangku dekat kantin sekolah.
“Maaf kamu harus menungguku Leo,” kataku padanya.
“Tidak apa-apa, aku baru saja sampai di sini, apa yang ingin kau sampaikan padaku Lizzy?” tanya Leo tersenyum padaku.
“Emm, aku mendengar kabar bahwa kau mendapatkan beasiswa dan kau akan pergi …, selamat Leo, akhirnya kau berhasil, kau layak mendapatkannya,” kataku padanya.
“Ya… aku mengambilnya dan besok aku akan keluar kota dan memulai kuliahku di sana.”
Aku menatap matanya dan terlihat ada kilatan kesedihan di mata Leo, akan tetapi dia menutupinya dengan senyum lebarnya.
“Dan Leo, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu, kau tahu, em… kau telah membantuku dan Sara, kau telah memberi waktu luangmu untuk mengajari kami, membantu dengan tugas-tugas sekolah kami, memperbaiki pagar dan banyak hal yang telah kau lakukan dan aku telah bertindak kasar kepadamu, dan aku … aku minta maaf akan hal itu, aku tidak tahu apa yang terjadi padaku tapi percayalah, aku sangat menghargai bantuanmu dan kebaikanmu Leo,” kataku padanya.
Leo hanya menatapku dalam diam, dia tidak mengatakan apa-apa. Suasana menjadi hening dan yang terdengar adalah hembusan napasnya. Suasana menjadi canggung dan akhirnya aku berkata, “Leo, aku tahu aku…”
“Lizzy, aku menyukaimu, aku suka padamu sejak kau menginjakkan kakimu di rumah kos di sebelah rumah bibiku. Entah kenapa, yah..., kau tahu, kau cantik dan baik hati mungkin itulah sebabnya. Aku tahu kau tidak suka padaku dan itu adalah hakmu untuk tidak membalas rasa sukaku. Aku berusaha mentolerir itu, dan yaah, aku akan bertahan. Dengar Lizzy, apa yang telah kulakukan padamu dan Sara tidak ada hubungannya dengan perasaanku padamu. Sangat menyenangkan membantu orang lain dan aku akan memberikan waktuku untuk semua orang yang membutuhkanku,” katanya dengan wajah serius.
“Kamu menyukaiku …,” aku berkata pelan.
“Ya, aku menyukaimu sejak pertama kali aku melihatmu Lizzy..., teruslah berlatih dan jadilah siswa terbaik di kelasmu. Aku harap kau tidak keberatan jika suatu saat aku mengirim email kepadamu, jaga dirimu baik-baik dan maaf aku harus pergi sekarang," katanya dan menjabat tanganku.
"Jaga dirimu juga, Leo," kataku padanya sambil menjabat tangannya.
Aku tidak bisa berkata apa-apa karena otakku sepertinya berhenti bekerja. Leo mengangguk dan meninggalkanku di sana. Aku ingin berteriak dan berkata padanya untuk tidak pergi tapi tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutku. Aku hanya berdiri diam di sana.
Beberapa hari setelah kepergian Leo, aku menangis di tempat tidurku menyesali apa yang telah kulakukan, sikapku dan juga perasaanku pada Leo. Tiba-tiba Sara membuka pintu kamarku dan melihatku.
“Hei Lizzy, pernahkah kamu mendengar …, apa yang terjadi, mengapa kamu menangis Lizzy”? Sara berkata dengan lembut kepadaku.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, dan aku mencintainya Sara." Aku menangis tersedu-sedu dan menceritakan perasaanku pada Sara.
“Nah kan, apa ku bilang, kau cewe yang keras kepala, kau tidak mau mengakui kalo kau juga menyukainya bukan? Itulah sebabnya kau bertingkah aneh Lizzy.”
“Ya, kurasa kamu benar, tapi …,” kataku pada Sara.
“Tidak ada kata tapi, dengar nasehatku Lizzy, kirim email dan katakan perasaanmu pada Leo, ketika sulit untuk mengatakan langsung padanya, katakan melalui email, lakukan sekarang Lizzy,” saran Sara.
Malam itu aku menulis email kepada Leo, mengatakan perasaan yang aku rasakan padanya dan juga memotivasinya untuk belajar lebih keras dan mendoakannya mencapai impian hidupnya.
Aku berguling di tempat tidurku saat mendengar telepon berdering. Aku melingkarkan tanganku di bantal. Musik berhenti, lalu mulai dari awal lagi. Aku menggesek layar dan segera terduduk saat kulihat nama Leo di layar HPku.
"Apakah kamu tahu jam berapa sekarang?"
"Ya, ini jam tiga pagi, maaf aku menelponmu sepagi ini."
"Aku baru saja membaca emailmu Lizzy."
"Emailku, oh ya, aku ..."
Beberapa saat hening terasa, aku tidak bisa berkata apa-apa, yang kudengar hanyalah hembusan napas Leo diujung telpon.
“Kau mencintaiku? Ya atau tidak, Lizzy. Ini pertanyaan yang cukup mudah untuk dijawab, Aku hanya ingin memastikannya.”
"Ya, aku mencintaimu Leo," kataku kepadanya.
"Tunggu aku empat tahun dan aku akan menikah denganmu Lizzy. Aku akan bekerja keras dan membuat kehidupan yang baik untuk kita. Dua bulan ke depan aku akan mengunjungi bibiku dan kita akan bertemu. Sampai jumpa kucing kecilku,” katanya mengakhiri percakapan.
Aku tidak percaya apa yang telah terjadi saat ini, yang kurasakan adalah kebahagiaan, terima kasih ya Allah, Engkau telah memberi kami kesempatan untuk bersama. Aku akan belajar dengan giat dan mewujudkan impianku bersama Leo sebagai teman hidupku selamanya.
May Kurniawati, S.Pd seorang guru Bahasa Inggris dari SMP Negeri 1 Kaligondang Kabupaten Purbalingga.
Lahir di Purbalingga pada tanggal 13 Mei 1980, merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara.
Lulusan Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris ini sebelumnya menempuh pendidikan dasar di SD N 1 Purbalingga Wetan kemudian melanjutkan sekolahnya di SMP Negeri 2 Purbalingga dan SMA Negeri 1 Purbalingga. Ia memiliki seorang suami dan seorang anak perempuan. Sekarang ia tinggal di Perumahan Wirasana Regency Blok E7, RT 08 RW 02, Wirasana, Purbalingga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar