pixabay.com
(Pelukis
dan Parfum ke-3)
Agus
Yuwantoro
Hampir lima tahun aku tinggal di salah
satu wilayah Bali. Rasa kangen pada biung begitu meledak dan menggebu-ngebu.
Ketika aku melihat rombongan tamu wisata lokal dari kota asalku. Spontan wajah
biung muncul di depanku. Tampak garis-garis wajahnya penuh dengan perjuangan
mendidikku, membesarkanku tanpa ada rasa lelah dan putus asa sedikitpun. Penuh
semangat cinta kasih yang tulus. Tiap hari memeluk, memandikan dengan air hangat.
Membersihkanku
sehabis berak bahkan ketika aku pilek. Lubang hidungku penuh ingus
warna hijau di sedot dengan mulutnya.
Aku masih ingat setiap pagi di suapi nasi
putih dengan pisang ambon sudah dibubuk lembut. Sambil berjalan melihat luasnya
tanah persawahan. Ketika senja datang aku disuruh berdoa mohon pada Sang
Pencipta segala isi jagad alam raya. Agar selalu diberikan kemudahan kelancaran
juga kesehatan. Memohon selamat hidupnya di dunia akherat. Hidup penuh dengan
cahaya keberkahan dan barokah. Memohon ampunan kepada setiap orang yang dulu
selalu berbuat jahat dan menyakiti hati. Biar diampuni dosa-dosanya. Jangan
punya rasa dendam sedikitpun pada orang yang berbuat jahat juga menyakiti.
Tidak baik.
Ketika senja menghilang berganti malam, dinding langit mulai gelap.
Kelihatan sisa cahaya rembulan berwarna kemuning keemasan masuk dalam lubang dinding kamar terbuat
dari anyaman bambu. Sebelum tidur biung mendekapku sambil membelai rambutku.
Kemudian tangannya sebelah kanan menepuk-nepuk pantatku. Mendongeng cerita
klasik seperti timun mas, kancil nyolong timun, juga tokoh kisah cinta Bandung
Bondowoso membangun candi Prambanan untuk Roro Jonggrang dalam waktu semalam.
Tapi aku paling senang ketika biung
bercerita tentang tokoh Wali Songo yang namanya Sunan Kali Jogo. Tokoh
penggerak peradaban moral di tanah jawa. Membuang ajaran syirik. Menyekutukan
Tuhan. Menyembah dan memohon pada pohon dan batu yang dianggap keramat Juga
mampu memberikan keberkahan. Peradaban orang jawa kuno dengan aliran animisme
dan dinamisme. Jauh dari ajaran agama yang benar.Tahayul. Bidah. Khurafat. Meraja lela bahkan
berkembang dalam keyakinan yang sesat. Sebab bodoh tidak paham betul ajaran
agama yang benar juga faktor kemiskinan meraja lela.
Lahirnya Wali Songo di tanah jawa mengubah peradaban juga pola berpikir. Asli nama Sunan Kali Jogo adalah Raden Sahid darah
biru dari Tuban. Pekerjaannya setiap hari selalu mencuri dan merampok harta
benda orang-orang kaya. Hasil merampok dibagikan pada kaum fakir miskin dan
duafa. Ketika mau merampok di tengah
hutan bertemu dengan seorang kakek tua. Berjalan sambil membawa tongkat. Raden
Saleh melihat tongkat itu bercahaya persis emas. Ingin merebutnya tongkat itu, tapi tetap tidak bisa. Bahkan bisa
menghipnotis semua yang dilihat menjadi emas semuanya. Semenjak itu Raden Sahid
tersungkur malu pada kakek tua itu.
Ternyata bernama Sunan Bonang.
Merengek-rengek memohon untuk menjadi muridnya. Sebab mengakui kesalahannya
selama ini. Tetap
tidak dibenarkan. Hasil merampok untuk fakir miskin dan duafa. Salah. Berdosa.
Sebelum diangkat menjadi muridnya disuruh menunggu tongkat ditancapkan di bibir sungai. Hampir
tiga tahun Raden Sahid menunggu di bibir sungai. Sunan Bonang datang akhirnya
diangkat muridnya. Diajarkan
ilmu Agama
Islam.
Raden Sahid mampu menerima semua ilmunya
kemudian mendakwahkan di sekitar tanah Jawa. Sampai menembus daerah
kadipaten Kartasura, Kebumen dan Banyumas. Dengan metodologi dakwah kolaborasi
kesenian daerah agar
mudah dipahami juga diamalkan. Dengan penampilan baju kaum pinggiran. Blangkon
dan baju berwarna hitam. Akhirnya berhasil gemilang mengubah peradaban orang jawa
menuju jalan lurus benar tidak menyekutukan Tuhan.
Dibuktikan sampai sekarang semakin tumbuh
subur pembangunan masjid,
pondok pesantren bahkan sekolah
berbasis pesantren. Dengan tujuan memberbaiki moral anak-anak bangsa agar ke depan menjadi orang yang
selalu mencintai Tuhan dan pandai bersyukur atas nikmat-Nya. Tidak bermental bobrok. Menjadi
pejabat malah ahli korupsi dan berbuat sewenang- wenang. Apa-apa dijadikan
sumber ladang uang demi napsu bejadnya.
Aku ingin meniru seperti salah satu Wali
Songo walaupun hanya mengamalkan lewat sisa bayangan kaki dan tangannya di
bawah cahaya senja. Pesan
biung harus rajin beribadah. Selalu dekat pada Tuhan. Tidak boleh menyekutukan
Tuhan. Rajin puasa sunah senin kamis.
Salat Tahajud. Mujahadah. Rajin
membaca Alquran.
Selalu aktif ikut majlis taklim agar
tercapai cita-citanya.
******
Setiap lukisan yang laku terjual aku
langsung kirim uang ke biung. Sekarang biung sudah bisa membeli tanah
pekarangan. Membangun rumah dengan ukuran 6 x 9. Di belakang rumah ada kolam
ikan ukuran 2x3. Setiap pinggiran kolam ditanami sayur terong, jipang dan
kacang panjang. Memelihara beberapa ekor ayam kampung. Di depan rumah aku
buatkan kios kecil ukuran tiga kali dua. Berjualan kebutuhan pokok seperti
beras, minyak, gula pasir dan sayuran. Dibantu si Sarmi anak yatim piatu. Ayah
ibunya mantan juragan gula jawa. Dibunuh oleh perampok daerah pantura, ketika mau setor gula jawa satu
truk ke Jakarta. Sekarang menjadi anak asuh. Juga untuk menemani biung di
rumah. Sekarang biung tidak kontrak lagi di rumahnya Pak Kadus Haryamto.
Itu saja belum sempurna dan merasa masih
sangat kurang. Kalau dibandingkan perjuangan biung membesarkan juga mendidikku.
Sehingga aku bisa menjadi seorang pelukis. Sekalipun hanya pelukis jalanan.
Tapi semua itu adalah berkat doa-doa biung mengantarkan aku menjadi pelukis.
Walaupun belum sehebat pelukis lainnya.
Seperti sang pelukis maestro yang lahir
dari tanah negri ini. Afandi Kusuma pelukis aliran romantisme. Lukisan hebat
terkenal dengan judul lukisan “Potret Diri Menghisap Pipa”. Raden Saleh Syarif Boestaman
lahir dari darah campuran Arab dan jawa. Aliran lukisan romantisme dan historis
lukisan yang terkenal dengan judul “Penangkapan Pangeran Diponegoro”. Barli
Sasmitawinata dari Bali seorang pelukis memberikan urun rembug dalam dunia
pendidikan pentingnya pendidikan seni rupa. Lukisan terkenal dengan judul “Gadis
Bali”.
Basuki Abdullah sang pelukis spesial di
istana Jakarta pada zamannya. Ciri khas gaya melukis pemandangan alam, flora
fauna. Lukisan yang terkenal diberi judul “Pangeran Diponegoro Pemimpin
Pertempuran”. Sindu Darsono sang pelukis bergaya modern pada zamannya. Dengan
tema melukis jujur apa adanya. Lukisan yang terkenal diberi judul “Ngaso dan
Pelabuhan Tanjung Priok”. Abdullah Suriosubroto anak kandung tokoh penggerak
pendidikan nasional Wahidin Sudirohusodo. Sang pelukis menonjolkan lukisan
pemandangan alam. Lukisan yang terkenal diberi judul “Pemandangan Priangan dan
Gunung Merapi”.
Aku cukup mencoba melukis dengan judul Si
Tun penjual jamu gendong keliling kampung. Dengan gaya baju motif leres hitam
lurus dengan kombinasi cokelat memakai jarit. Rambutnya
terurai memanjang. Gendong jamu sambil tersenyum menawarkan jamunya. Bukan
ingin menyaingi lukisan sang maestro dunia dengan judul lukisan Mona Lisa.
Pelukis dari Italia bernama Leonardo Da Vinci. Seorang pelukis juga penulis,
arsitek, musisi dan pematung. Bahkan kecerdasannya nembus nilai IQ 220.
Lukisan Mona Lisa sampai sekarang masih
mengundang banyak misteri. Ada yang berpendapat identitasnya masih misteri.
Senyumnya yang misterius dan terlihat sangat cantik. Terdapat kode rahasia dari
kedua pandangan matanya. Wanita dalam lukisan Mona Lisa sedang hamil dan sakit
sebab kedua tangannya
sedang memegang perut. Bahkan pernah dicuri di ruang galeri Louvre pada tanggal
21 Agustus 1911 oleh Vincenzo Peruggia. Akhirnya tertangkap dipenjara satu
tahun lebih lima belas hari. Alasannya mencuri sebab sangat mencintai lukisan
Mona Lisa. Semenjak kejadian itu lukisan Mona Lisa viral. Akhirnya terkenal
sampai sekarang.
Aku akan benahi lukisan judul si Tun penjual
jamu gendong keliling. Aku tebalkan kedua bola matanya kesan menantang
kemiskinan. Senyumnya aku buat lebar bertanda berani menantang kehidupan.
Rambutnya aku cat hitam bertanda pantang menyerah. Buah dadanya aku tutup
kutang dan baju leres hitam cokelat
bertanda pandai cerdas menyimpan daerah kewanitaannya. Namun, sayang yang sering menikmati
lukisan itu para sopir dan kenek bus pariwisata. Duduk pesen kopi hitam panas
sambil melihat lukisan itu. Itu sudah nilai yang luar biasa istimewa bagi aku.
******
Ketika aku naik kelas enam sekolah dasar
sebagai syaratnya untuk ujian akhir. Harus mengumpulakan foto kopi surat
kelahiran dari Desa. Tampak wajah biung memerah bibirnya kaku bahkan tidak bisa
berucap satu kata. Ketika aku membaca surat kelahiran ternyata aku dilahirkan
dari seorang biung. Tanpa ada nama yang tertulis nama ayah. Aku paham bahkan
tidak kecewa sedikitpun. Biung tetap biung. Apapun bentuk alasan juga ceritanya
tetap biung. Sudah hukum wajib harus selalu berbakti pada biung. Sebagai bukti
rasa berbakti pada biung.
Semenjak itu aku tidak paham betul
karakter dan tokoh seorang ayah.
Aku sama sekali tidak menyalahkan biung. Apa lagi yang namanya lelaki yang
menghamili biung. Akan menambah luka yang paling dalam. Ketika aku harus
merengek-rengek di hadapan biung siapa ayahku. Yang aku tau biung
pahlawan dalam kehidupanku. Biung juga berfungsi ganda seperti mata uang keping
di depan berfungsi biung di belakang berfungsi seorang ayah. Biungku hebat. Terlepas
hukum adat di kampungku memfonisku anak jaddah. Anak yang lahir tidak punya ayah. Bahkan menjadi mala
petaka di lingkungan.
Aku tetap mencintai dengan setulus hati.
Biung tetap Biung. Sebab surga itu terletak di bawah telapak kaki Biung. Tanpa
harus menggugat siapakah sebenarnya Ayahku. Dengan tega menghamili biung tanpa
ada sedikitpun rasa tanggung jawab. Bahkan menelantarkan posisi status sosial biung
dengan aku. Tapi aku juga merasa bersyukur tidak senasib dengan jabang bayi
yang baru lahir. Dibuang dalam bak sampah. Bahkan dicekik sehingga mati
kemudian dibuang. Juga dengan tega di multilasi berkeping-keping dimakan anjing
malam. Sebab lelaki biadab yang mencuci otak seorang perempuan habis dihamili.
Membisik dan mengajak menghilangkang jejak perilaku bejadnya. Membuang atau
membunuh bayi baru lahir sebab hubungan gelap. Atas nama cinta berbalut napsu
dan penuh kedustaan.
Maka sering kali setiap hari ditemukan
bayi masih merah darah penuh kalungan usus melingkar perutnya. Ditaruh di
terminal. Pasar dan Pelabuhan. Bahkan sudah ada yang tewas menjadi mayat dalam
tas kresek plastik berwarna hitam. Sebuah kejahatan hebat berawal dari perilaku
seks bebas
dan seks di
luar nikah. Bahkan lebih kejam dari korban perang. Bayi yang baru lahir belum
membawa dosa-dosa harus dibunuh untuk membuang jejak. Atas nama perbuatan seks bebas. Perilaku ini hampir
persis pada zaman jahiliyah membunuh dan mengubur hidup anak-anak perempuan
atas nama kekuasaan napsu sesaat.
Biung
tetap biung. Rasa kasih sayang diluapkan penuh rasa tulus penuh kasih sayang
pagi sampai menembus malam. Bahkan ketika si anak badannya panas. Semalam tidak
tidur menunggu anaknya sambil memberikan handuk kecil basah untuk mengkompres
jidatnya. Sehingga akan membekas dalam darah dan otak setiap anak. Tanpa harus
meminta upah dan jasa berbentuk finansial.
Hanya seorang anak yang bodoh juga dosa besar ketika menuntut lewat jalur
hukum.
Menuntut biungnya sendiri gara-gara
rebutan sepetak tanah pekarangan. Juga hanya menebang pohon di tanah pekarangan
anak kandungnya untuk bahan kayu bakar untuk memasak. Dengan tega mengadukan ke
pihak pengadilan dengan berita acara perkara mencuri kayu. Sungguh terlalu dan
jelas berdosa besar perbuatan
anak kandung seperti itu. Persis seperti cerita klasik Malin Kundang dari kecil
dibesarkan penuh rasa kasih kasih sayang oleh biungnya. Setelah dewasa sukses
kaya raya berpangkat punya jabatan tinggi. Istrinya cantik. Lupa. Bahkan
melupakan biungnya sendiri. Bahkan tidak mau mengakui biungnya sendiri. Sebab
tertutup mata hatinya oleh kedudukan, jabatan, pangkat, kekayaan serta istri
yang cantik.
Tetap saja tidak mau mengakui biungnya
sendiri. Bahkan menghujat menghina mencemooh di hadapan istrinya. Seketika itu
juga biung merasa sakit. Kecewa berat juga sakit hati. Anak yang dilahirkan
dari perutnya. Tiap hari dimandikan, disuapi bahkan digondong kemana-mana.
Setelah menjadi orang berpangkat punya jabatan, kekuasaan lupa. Bahkan
melupakan biungnya sendiri. Doa-doa biung adalah doa Tuhan. Bahkan kutukan
biung adalah kutukan Tuhan. Doa-doa biung didengarkan oleh Tuhan. Malin Kundang
anak durhaka pada biungnya sendiri. Sebuah petaka Malin Kundang jadi batu di
bibir pantai. Semua ini ada pelajaran yang mendalam untuk kita semua betapa
pentingnya nilai berbakti pada biungnya sendiri.
Bahkan waktu aku kelas enam SD, ibu guru sering menyarankan, hormati Ibumu, Ibumu, Ibumu,
Ibumu baru bapakmu. Paham itu. Biung seperti saka rumah lurus kuat kokoh
berdiri menahan atap dan genteng. Biung adalah pangkal dasar sumber muara
lahirnya pendidikan budi pekerti dan kasih sayang. Biung adalah sumber ilmu pendidikan
dasar. Dengan bahasa biung dan perasaan suci penuh kasih sayang setiap pagi dan
malam mengajarkan makna kasih sayang dengan bahasa isyarat. Agar kelak setelah
dewasa cerdas memaknai kasih sayang yang benar. Baik dalam keluarga masyarakat
dan lingkungan kehidupannya.[]
AGUS YUWANTORO, Lahir di Prambanan 5 Agustus 1965, Pendidikan Terakhir S2 di Unsiq Prop Jateng. Prodi Magister Pendidikan Agama Islam 2009, anggakatan ke 2. Tahun 2010 mendapatkan penghargaan Bapak Gubernur Jawa Tengah, juara pertama menulis sajak dan puisi dalam rangka peringatan 100 Tahun Meninggalnya Presiden RI Pertama Bung Karno juga mendapatkan Piagam kehormatan dari Panitia Pusat Jakarta an. Prof.DR.H. Soedijarto, MA, Aktif nulis fiksi sudah 25 Buku Antologi baik puisi dan cerpen sudah terbit. 3 buku solonya,Antalogi Puisi dengan judul “Tembang Sepi Orang Orang Pinggiran”. Antalogi Cerpen “ Kembang Kertas Nulis Novel berjudul Gadis Bermata Biru setebal: 250 halaman. Alamat Penulis Gedangan RT.08 / RW.05. Ds. Pecekelan.Kec.Sapuran.Wonosobo,Jateng.WA : 081325427232.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar